-
Pintu itu akhirnya terbuka di dobrakan Bara yang keempat. Bara melangkah masuk dengan membawa cahaya dari ponselnya, memeriksa seisi ruangan dan tersentak kala mendapati Agatha terikat di sebuah kursi dengan penampilan acak-acakan, rambutnya nampak kusut dan tergerai lepas, baju seragamnya acak-acakan dan sedikit terobek dibeberapa sisi. Bara mengeraskan rahangnya melihat itu.
Lelaki itu mendekat, dan saat itu baru Agatha menatapnya disertai senyuman lebarnya. Bara dapat melihat bekas luka di bibir Agatha, dan pipinya yang memerah.
Bara melepaskan tali dipergelangan tangan Agatha dengan giginya kemudian berjongkok tepat didepan Agatha. Menatap mata bening itu yang nampak redup. “Gue disini, lo nggak perlu takut lagi.”
Agatha mengeleng, dia menangis, ini pertama kalinya Bara melihat Agatha menangis. Entah sekacau apa perempuan itu. “Gue takut, Bar. Gue nggak pernah rasain kayak gini.”
“Gue disini, jangan takut, nggak ada yang bisa sakitin lo lagi.” Bara membuang wajahnya. “Lo nggak di apa-apain sama Reno kan, Tha?”
Agatha bungkam.
Bara menatapnya lagi, kali ini dengan tatapan lebih lembut dari sebelumnya. “Please, tell me, lo nggak diapa-apain sama Reno, kan?”
Agatha diam selama beberapa detik sebelum menganguk. “Gue cuma dipukul karena nggak tau hal yang dia tanyain dan nggak beritahu dimana Xela sekarang. Tapi ...”
Agatha melarikan pandangannya dari Bara. “Gue hampir di cium sama Reno. Gue berontak tapi dia justru semakin beringas. Untung lo dateng cepat, Bar. Gue takut, gue nggak pernah setakut ini—” kalimat Agatha terhenti karena tiba-tiba Bara memeluknya erat dengan hangat. Agatha hanya berdiam kaku.
“Ini alasan gue nggak mau lo dekat sama gue apalagi jadi pacar gue. Dekat sama orang jahat kayak gue bahaya,” tutur Bara.
Agatha mengeleng. Nampak tak suka dengan kalimat yang dikatakan Bara.
Bara menyodorkan tangannya.
Agatha mengercap, sebening airmata mengucur dari matanya, dia bangun dengan tertatih dan kembali terjatuh di kursinya. Ekor mata Bara menangkap bekas luka yang memerah di betis Agatha. Bara menajamkan matanya, merasa begitu marah; bagaimana bisa Reno sialan itu menyiksa Agatha sampai seperti ini? Bara menghembuskan nafas berat. Reno harus mati setelah ini, Bara pastikan itu.
Lelaki itu bergegas lebih dekat Agatha. Berjongkok didepannya. “Naik ke punggung gue.”
Agatha tersentak, dia naik ke punggung Bara dan dengan otomatis memeluk leher Bara erat. Bara mulai melangkah pergi dari gudang itu membawa Agatha.
“Maaf, udah repotin lo, Bar.” Bara tertawa, kenapa dia masih seperti ini? Justru Bara yang membuatnya mendapatkan semua masalah ini.
Semua ini membuat Bara tersadar bahwa ternyata selama ini tak ada yang dapat menerima dirinya sebaik Agatha menerimanya. Dan hal itu membuat Bara tersadar, bahwa dia rela kehilangan siapapun kecuali Agatha.
“Dont leave me,” bisik Bara pelan, saking pelan-nya mungkin cuma angin yang mendengar.
***
“Bar, kepala lo kenapa?” suara Agatha mengiring perjalanan mereka. Bara meliriknya dari spion dan Agatha tersentak sebentar karena menemukan banyak luka diwajahnya yang tak sempat Agatha lihat didalam gudang tadi. Lukanya membuat Agatha merenung, Agatha hanya pembawa masalah saja dihidup Bara.
“Nggak apa-apa,” jawab Bara.
“Obatin dulu, ya?” pinta Agatha. “Eum,” gadis itu mengigit bibirnya gelisah. “Kita kerumah lo dulu deh, nggak apa-apa, gue bantuin obatin lukanya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Teen FictionSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...