-
Hari ini mood Agatha begitu buruk. Gadis itu hanya berdiam diri dikamar sedari pulang sekolah sambil memandang jendela kamarnya yang mana tirainya sedang ditiup angin sore. Sebuah pesan masuk kedalam ponselnya membuat lamunannya terpecahkan, gadis itu meraih benda pipih itu dan membaca pesan yang masuk.
Gevann: Oy
Agatha mengernyit sesaat sebelum mengetikan balasan.
Agatha: apa?
Gevan: hem, gue depan rumah lo. Jangan duduk kek orang stres gitu
Agatha tersentak, dia melebarkan matanya dan memandang tepat ke pagar depan rumahnya. Disana seorang lelaki berjeket hitam sedang duduk diatas motornya sambil mengetikan sesuatu diponsel. Beberapa detik kemudian ponsel Agatha kembali berdering.
Gevan: keluar, kita jalan-jalan.
Senyuman Agatha mengembang, dia menurunkan ponsel dan memandang Gevan yang ternyata sedang menatapnya juga. Agatha melambai yang dibalas Gevan. Dengan gerakan cepat Agatha meraih slin bag nya dan berlalu keluar, dia tak perlu berganti pakaian atau bersiap-siap memang karena memang sedari tadi dia sudah berencana akan pergi keluar rumah untuk menonton Bara bermain basket, namun kehadiran Gevan dan ajakannya lebih menarik. Bukan berarti Agatha sudah tak menyukai Bara, hanya saja Agatha masih malu untuk menemui Bara setelah kejadian tadi. Terkadang sulit untuk mengakuinya, tapi hanya Gevan yang mampu membuat Agatha melupakan kehidupan nyatanya walaupun hanya sejenak.
Ditangga terakhir, Agatha berpapasan dengan Irene yang sepertinya baru kembali dari dapur terbukti dari sebotol susu strawberry ditangannya, sedangkan wajahnya sedang menggunakan masker.
“Mau kemana lo?” tanya Irene acuh, bertanya hanya sebagai jaga-jaga saja kalau sebentar Dion bertanya dimana Agatha.
“Mau jalan-jalan sama Gevan!” jawab Agatha semangat, raut wajah Irene berubah dan Agatha tersadar dengan ucapannya, gadis itu memukul mulut bodohnya.
“Gevan?” kening Irene berkerut. “Maksud lo Gevan gue?”
Agatha gelapan. Dia tak menjawab dan berniat mengeluarkan ponsel dan menyuruh Gevan menunggunya di taman kompleks, namun bel rumah berbunyi disusul suara Gevan. Irene memandang Agatha dengan tawa sinis sejenak sebelum berlalu menuju pintu, gerakannya bahkan sama sekali tak bisa ditahan Agatha. Agatha dengan cepat membuntuti langkah Irene.
“Hello?” sapa Irene manis saat pintu dibuka dan wajah tampan Gevan muncul disana.
Untuk beberapa saat Gevan berpikir bahwa mungkin dia salah rumah kalau saja Agatha tak muncul dibelakang Irene.
“Mau kemana nih? Date ya?” tanya Irene sambil memainkan jari-jari lentiknya.
Gevan menghembuskan nafas kasar. “Bukan urusan lo. But, kenapa lo ada dirumah Agatha?”
Irene menoleh pada Agatha yang berdiam kikuk sebentar. “Kita saudara, gimana tuh?” tanya balik Irene.
Untuk sejenak, Gevan seperti tak percaya.
“Jadi karena gue kakak Agatha, bisa kan gue ikut kalian date nya?”
“Nggak!” balas Gevan cepat, dia meneliti penampilan Irene dan tertawa. “Lo aja lagi maskeran.”
“Ini udah kering kok, tinggal dikupas,” jawab Irene, dia beralih memandang Agatha. “Tha, suruh Gevan masuk dulu, buatin dia minum, gue ganti bentar ya?” ucap Irene manis, lebih tepatnya pura-pura manis pada Agatha karena ada Gevan.
Agatha tak bisa menolak lagi. Dia menghela nafas panjang dan mempersilakan Gevan masuk.
Gevan mengikuti Agatha dan duduk di sofa dengan perasaan dongkol. “Kenapa lo nggak bilang kalau lo serumah sama tuh nenek sihir, sih!”
Agatha cemberut. “Paan sih. Mau minum apa?”
“Nggak,” tolak Gevan.
“Oke,” sahut Agatha, entah kenapa moodnya mendadak bertambah buruk. Setengah jam diliputi keheningan sebelum Irene turun dengan gaya modisnya.
“Ayuk,” katanya dan langsung mengandeng lengan Gevan posesif yang langsung disentak Gevan.
“Lo bawa motor Gev?” kata Irene saat ketiganya keluar dari rumah.
“Hem.” Gevan menyahut. “Lo naik taksi kalau mau ikut,” lanjutnya.
“Dih enak aja,” jawab Irene sambil memperbaiki posisi slin bag pink-nya yang nampak begitu mewah ketimbang slin bag coklat Agatha yang biasa-biasa saja, selain itu penampilan Agatha dan Irene juga jauh berbeda. Agatha hanya menggunakan hoodie kuning, celana panjang hitam dan flat shoes hitam berbanding dengan Irene yang menggunakan baju kaos putih bergambar swag girl dan rok levis berwarna pink serta sepatu sport putih lengkap dengan kaos kaki pink. Semua itu membuat Gevan bertanya-tanya; ada perbedaan apa antara Agatha dan Irene. Keduanya terlalu berbeda untuk seukuran saudara.
“Agatha naik taksi aja deh,” kata Irena lagi, dia berkacak pinggang dan memandang Agatha tajam agar Agatha mau menyanggupi permintaannya.
“Iya gue naik taksi aja,” kata Agatha bertepatan dengan sebuah taksi yang lewat, Agatha menahannya dan langsung masuk walaupun dia ingin berbincang banyak dan menanyakan kemana Gevan selama ini tapi Irene telah menghancurkan semuanya.
“Agatha!” teriak Gevan. “Kita mau kemana?”
“Udah deh, kita ke mall aja!” sambung Irene yang membuat Gevan ingin meninggalkannya sekarang juga kalau saja gadis itu belum naik ke motornya. Gevan menarik pedal gas dengan kencang membuat Irene memekik dan memeluk Gevan erat. Gevan hanya berharap, semoga setelah ini Irene tak akan menganggunya lagi.
***
Jangan lupa vote dan coment ya!
Part ini juga Aletta belum muncul huhuhu, part depan baru muncul dan bahkan ....Hehehe pokoknya jangan lupa vote dan coment!!!
Love u,
kharlynUlle
02 Februari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Novela JuvenilSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...