-
"Lo apa-apaan sih, Bar! Ini juga kita mau kemana sih! Lepasin nggak? Sakit tahu!" cicit Agatha karena Bara mencekal tangannya terlalu kuat sampai memerah.
Bara melepaskannya dan sedikit terkejut. "Maaf," ujarnya.
Agatha mengangguk. Ini tak seberapa dengan sakitnya luka yang selama ini Bara torehkan padanya. "Ngapain lo bawah gue kesini?" kata Agatha melihat bahwa sekarang keduanya sudah diparkiran dufan.
Bara menghembuskan nafas panjang. "Gue mau ajak lo ke suatu tempat."
Agatha tertawa. "Lo nggak kesambet kan, Bar, mau pergi sama gue? Lo lupa kalau dulu lo paling nggak suka gue dekat sama lo?"
Bara mengangguk digelapnya malam ini. "Karena dekat sama gue itu bahaya." dan, jawaban yang diberikan lelaki itu selalu tak bisa dimengerti Agatha.
"Agatha," panggil Bara membuat Agatha tersentak dari lamunannya dan menatap cowok yang sudah naik ke atas motor sport hitamnya itu.
"Naik," pinta Bara. Dia menyodorkan satu helm kepada Agatha.
Agatha tetap kekeuh ditempatnya. Dia mengeleng. "Gue mau pulang sama Gevan."
Bara menghembuskan nafas panjang. "Gue nggak suka ditolak."
"Lalu, gue peduli? Orang gue mau pulang sama Gevan!"
Bara menatap Agatha. Tatapannya datar. Namun, Agatha merasa merinding dengan tatapan lelaki itu.
"Oke, oke, gue bakal pergi sama lo, tapi dengan satu syarat."
Bara menganguk. "Syarat apa? Sekarang lo banyak maunya deh, padahal sebenarnya senang kan bisa bareng sama gue?"
Agatha menghela nafas panjang. Sabar. "Besok, lo harus pergi sama gue ke suatu tempat."
"Kemana?" tanya Bara.
"Rahasia dong!" Agatha menyahut sambil naik keatas motor Bara. Gadis itu mengetikan sebuah pesan cepat disana.
Agatha: gevannn, maaf. Ehh, boo bear ada sama lo, kan????
***
"Gevan, nggak mau pegang, berat tahu!" kata Aletta, dia berdecak karena Gevan menyuruhnya memegang sebuah boneka beruang besar dan lelaki itu justru sibuk dengan ponselnya.
"Iya bentar," sahut Gevan. Namun, lelaki itu tetap fokus pada ponselnya.
"Gevan." suara Aletta berubah dingin. Dia menatap punggung Gevan yang sudah berlalu didepannya. Airmata Aletta mengenang dipelupuk matanya.
Gevan mengernyit saat tak merasa kehadiran Aletta dibelakangnya. Lelaki itu berbalik dan terkejut mendapati Aletta berdiri jauh dibelakangnya dengan airmata dipipinya. Boneka beruang milik Agatha sudah tersungkur ditanah.
Gevan bergegas menghampirinya. Lelaki itu memungut boneka milik Agatha kemudian menatap Aletta.
"Kenapa?" kata Gevan lembut.
Hujan dimata Aletta semakin deras. Dia memandang Gevan kosong. "Aku nggak suka dikacangin. Kamu tinggalin aku, cuma buat ponsel kamu yang aku sendiri nggak tahu kami sedang chat dengan siapa. Aku benci itu, Gevan."
Gevan menghapus air mata Aletta dengan jempolnya. Tatapan keduanya bertemu hingga akhirnya Gevan menarik tubuh rengkuh Aletta dan memeluknya. Sayangnya, mereka lupa bahwa semua itu disaksikan oleh temen-temannya.
"Gue binggung tahu ada hubungan apa Gevan, Aletta dan Bara. Terus Agatha juga kenapa terlibat di cerita pelik mereka?" celetuk Beni.
"Tahu ah, pokoknya gue kesel kenapa tadi Bara pergi sama Agatha!" kesal Nesa.
"Udah ah, mending kita balik, udah malem," sambung Edo yang diangguki mereka semua.
***
"Ini dimana?" Agatha takjub. Dia turun dari motor Bara, dan memandang lapangan basket tua yang hanya dicahayai oleh sebuah tiang lampu remang-remang didekat lapangan tersebut. Karena sudah gelap Agatha tak begitu bisa mereview sekelilingnya yang hanya terlihat pepohonan tinggi samar-samar. Lokasinya bahkan jauh dari komplek perumahan.
Agatha tersenyum sumringah. Begitu jatuh cinta dengan tempat ini dipertama kalinya. Gadis itu mengikuti Bara dari belakang lelaki itu mengangkat sebagian kawat lubang-lubang kecil dan masuk kedalam.
Bara mengambil satu bola basket yang sudah ada disana. Lelaki itu mulai memantulkannya di lantai lapangan.
"Lo tahu, Tha? Cuma main basket yang bisa buat gue senang. Cuma ngelakuin hal ini yang bisa buat gue lupa sama segala hal, entah itu suka maupun duka. Gue cinta basket. Karena dari kecil cuma bola ini yang mama berikan."
Agatha tak mengerti apa yang dikatakan Bara. Tapi jika Bara tak memberikannya kesempatan untuk memahami dunia lelaki itu, maka menjadi bola basket pun Agatha mau.
Lelaki itu kemudian melemparkan bola basketnya dan masuk sempurna di ring basket kemudian menggelinding ke pojok lapangan.
"Lo mau main?"
Agatha tersenyum malu. "Lo kan tahu gue paling nggak bisa olahraga."
Bara tertawa. "Gue ajarin."
Agatha sumringah. Gadis itu menangkap bola yang dilempar Bara. Gadis itu kemudian memantulkan bola itu dan mencoba memasukkan ke ring basket namun gagal.
"Ring nya ketinggian."
Bara mengeleng. "Bola nya nggak bakal masuk kalau lo lemparnya kayak gitu."
Agatha mengernyit, dia memberikan bola berwarna oranye itu kepada Bara dan mengamati bagaimana cara lelaki itu bermain.
Namun, Agatha tetap tak mengerti karena sekarang gadis itu hanya mengetahui satu hal bahwa; dia semakin jatuh cinta pada Bara.
***
Next? 1 K coment!
Tim manaaa?
#BaraAgatha
#GevanAgatha
#BaraAletta
#GevanAletta
#Atau yang lain? BaraNesa GevanIrene?
Sekali lagi aku ingetin buat yang belum masuk GC wa iridescent tautan link-nya ada di bio aku!
Buat kakak kelas yang besok ujian sekolah semangat yaa! Jangan lupa belajar!
Buat semuanya semangat jalanin hidup! Jangan lupa bersyukur! Jangan lupa follow Ig author juga @karlynulle :v
Bubay,
kharlynUlle.
08 Maret 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]
Genç KurguSebab, sejauh apapun Agatha berusaha mendapatkan hati Bara semuanya akan tetap sama; percuma. Untuk apa melakukan hal yang sia-sia, kan? Sama saja seperti hidupnya yang palsu. [CERITA TELAH DITERBITKAN] #04 on fiksiremaja [17 Februari 2020] #05 on...