52| Lo disini ternyata

97.4K 7.5K 2.4K
                                    

-

Agatha melangkah malas di koridor sekolah. Pikirannya melayang pada pagi tadi dimana Mamanya berseteru hebat dengan Gio karena dirinya.

Agatha mengembuskan napas panjang. Sebaiknya dia pulang saja kerumah, kemarin juga Irene mengiriminya pesan bahwa Papa kangen padanya. Walaupun Agatha tahu, Irene sengaja membujuknya pulang karena tak ada yang sering mengantar pakaian laundry, atau memasak karena Bi Indah sedang pulang kampung.

Kelas begitu bising kala Agatha melangkah masuk. Beberapa orang nampak membuat kubu. Kubu Nesa diseberang kanan sedang membicarakan barang-barang branded terbaru, sedangkan kelompok Rina disebelah kiri sedang membicarakan tugas matematika yang akan dikumpulkan jam pertama.

Agatha melangkah menuju bangkunya dan berdiam disana.

“WOYYY!” teriakan itu membuat semua orang serempak menoleh kearah pintu kelas. Beni muncul dengan tergesa-gesa. “ALETTA MASUK RUMAH SAKIT!”

Semua orang dalam kelas langsung terkejut. “KOK BISA!?”

“Ah, kemarin kan, dia udah sadar!”

“Iya, malah pulang nya mesra-mesraan sama Bara, gandengan segala!” dari nada suara Nesa ada sedikit rasa iri.

“Eh, tapi kemarin Bara sama Gevan hampir berantem di UKS karena Aletta, loh!”

“Hah serius? Cerita-cerita Lily! Gue kudet!” pekik Tia mendekati Lily.

Edo berdecak. “Nggak usah gibah lo pada!” matanya beralih pada Beni. “Gimana? Kok bisa masuk rumah sakit?”

“Katanya semalam dia drop!” Beni menjawab.

“Pokoknya kita semua ke rumah sakit sekarang!” putus Edo.

“Nggak bisa gitu, Do. Kita konsultasi juga sama wali kelas itu sama aja kita bolos.” Rina angkat bicara.

Nesa memoleskan lib balm cepat ke bibir pucatnya. “Apaan sih, konsultasi, konsultasi, pokoknya kita go now!” Agatha tahu Nesa hanya ikut-ikutan saja untuk tidak belajar. Gadis itu hanya mau senang-senang saja.

“Nggak!” Fian ketua kelas angkat bicara. “Gue bakal ngomong sama Bu Gela dulu.”

“Nggak seru, njir!” Edo mengumpat dan menendang bangku.

Sedangkan mata Agatha mencari ke sosok seseorang di pintu kelas yang tak kunjung muncul. Mungkin dia menemani Aletta dirumah sakit.

Karena sejatinya rasa, ialah mereka yang tetap bertahan, walaupun cintanya tak pernah diharap atau dianggap.

***

Ternyata Bu Gela sudah duluan mengetahui kondisi Aletta. Sehingga wanita itu menyarankan agar pulang sekolah saja baru menjenguk, karena katanya sekarang Aletta sudah baik-baik dan sudah sadar.

Dan sekarang jam pulang tiba. Kelas mereka semakin ricuh. Banyak yang mengadu tak punya kendaraan kesana atau mencari tumpangan.

“Gue nggak bawa mobil,” ujar Nesa menunduk sambil menciut.

“Mobil lo bukannya udah dijual?” tanya Fian ambil suara membuat semua orang tersentak. Raut wajah Nesa berubah.

“Lo tahu darimana?!” balas Nesa kesal.

“Kan dijual sama bokap gue. Keluarga lo lagi sekarat sekarang jadi berhenti sok kaya.” Nesa menunduk, nampak sedikit tertohok dengan ucapan Fian, untuk sejenak keduanya menjadi pusat perhatian sebelum Edo memecah hening.

“Semua udah dapet tumpangan?”

Nesa mengeleng. Dia menatap Tia. “Lo bareng siapa?”

Tia merenggut. “Bareng Ela, kenapa?” tanyanya dengan nada menusuk membuat semua orang sedikit tersentak.

“Elo?” kali ini Nesa beralih pada Lily.

“Sama Beni,” jawab Lily.

“Ah!” Nesa menatap Lino. “Lin, gue bareng lo, ya?”

Sorry berry nih, gue udah dapet titah buat bareng Agatha!” Agatha yang namanya disebut tersentak.

“Is!” Nesa mendesis dan menatap Agatha. “Lo naik angkot aja!”

“Kenapa nggak lo aja yang naik angkot? Lo pikir gue mau bareng lo, Nesa? Gue udah bilang gue bareng Agatha biar nggak diamuk Bara!”

Krek-krek.

Lino tersentak dengan ucapanya, dia cengengesan.

“Bara? Bara suka Agatha?” Edo menatap Agatha rendah. “Baguslah biar gue bisa sama Aletta.”

“Perusak lo!” Nesa berteriak sambil memandang Agatha.

“Lo yang perusak!” Agatha balas berteriak. Merasa begitu kesal dengan Nesa. Gadis itu meraih, ranselnya dan berlalu setelah menabrak Nesa sampai gadis itu tersungkur. Nesa berdecak, bener-bener menyebalkan, namun tak ada yang mau membantunya berdiri. Termasuk ketiga sahabatnya. Tia, Ela dan Lily berubah kala mengetahui bahwa keluarganya sedang bangkrut sekarang.

“Agatha! Ke motor gue, ya!” samar-samar Agatha mendengar suara teriakan Lino.

Tidak Lino, tidak sama sekali. Agatha tidak akan pergi ke rumah sakit. Maaf.

***

Agatha memeluk ranselnya, gadis itu berdiam diri di danau yang selalu dia datangi ketika sedih. Gadis itu duduk dibawah pohon spot favoritnya sambil sesekali mengambil batu disekitarnya dan melempar masuk kedalam air danau.

“Kenapa semua orang begitu menyebalkan!?” Agatha berkicau.

Ponselnya bergetar, entah sudah berapa pesan yang masuk, Agatha tak ingin membalasnya setelah terakhir gadis itu hanya membalas chat Lino yang mengatakan sudah menunggunya diparkiran, Agatha membalas bahwa dia tak ikut.

Agatha mengadakan kepalanya. Menatap langit yang cerah. Namun berbanding terbalik dengan hatinya. Gadis itu melempar ranselnya keatas rumput dan berbaring disana. Menatap langit biru dan sesekali mencoba mengikuti pergerakan awan.

“Lo disini ternyata.” suara dengan intonasi rendah itu membuat Agatha terkejut. Gadis itu bergegas bangkit dan menoleh kebelakang.

***

A/n: kali ini nggak ada bacotan.

Bubay,

Carlin.

07 April 2020.

Iridescent [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang