°BAB 18: Andipati

563 115 4
                                    

wah udah 2k pembaca;))

terimakasih semuanya!

enjoy!

-
'BAB 18: Andipati
-



Pusing, batuk, dan pilek merupakan gejala flu yang Sean alami akhir-akhir ini. Bukannya beristirahat, lelaki itu malah berlarian di bawah rintikan hujan yang mengguyur siang itu.

Jangan tanyakan  alasan kenapa dia melakukan hal tersebut, karena alasannya hanya Jeana. Selalu Jeana.


Bukk!

Satu tonjokan maut Sean sudah melayang cepat ke arah Hanan yang tengah melotot ke arahnya. Apa-apaan ini? batinnya.

Hanan langsung mencekal lengan Sean yang hendak memukulnya kembali. Melihat kemarahan di netra hitam Sean, akhirnya ia mengerti. Sean sedang kalap. Entah karena apa.

"Anjing!" Umpatan itu keluar dengan sendirinya dari mulut Sean setelah ia berhasil memukul wajah Hanan lagi.

Hanan mengusap wajahnya yang terasa kebas. Tonjokan Sean tidak main-main. "F*ck! Wajah tampan guee," ujarnya sembari mengusap wajah bagian kanannya.

Sean seolah menuli. Tidak peduli dengan apa yang dirasakan teman sebangkunya.

Omong-omong, mereka sedang berada di halaman rumah Hanan. Nekat sekali memang si Sean menghajar Hanan di kandangnya.

Saat Sean ingin balik badan, Hanan dengan cekatan menyeret lengan kiri lelaki itu. Hanan sekarang sama emosinya. Tanpa aba-aba ia langsung memukul perut Sean dengan keras hingga cairan merah keluar dari mulutnya.

Sean mengusap bibirnya, mencoba menghilangkan cairan dengan bau anyir yang tidak ia sukai. Ia meringis saat merasakan nyeri di perutnya.

"Itu balasannya, ferguso," kata Hanan dengan sengit. Diusapnya pipi bagian kanan yang terasa sangat kebas.

Sean tidak menjawab, lelaki itu hanya terus mengusap perutnya. Nyerinya tidak hilang-hilang. Jadi, begini rasanya jika dipukuli oleh penjahat seperti di film-film.

Belum sempat Sean menepisnya, sebuah tangan sudah menyeret kerah seragam bagian belakang miliknya.

Tolong katakan jika Sean sedang bermimpi, karena ia melihat Jeana yang menyeretnya dengan wajah emosi. Ah, melihat gadis itu saja sudah membuat Sean kembali tenang.

Bodoh, mana ada mimpi karena ia benar-benar terseret oleh gadis Hanindita tersebut.

"Je?"

Jean menoleh. "Gak usah ngomong, bisa? Gue ngeri liat darah dari mulut lo," ujarnya.

Hanan yang mengekori keduanya hanya bisa mendengus kasar. Memang benar jika mulut Sean masih mengeluarkan darah dengan deras. Namun, ia juga terluka.

Apa Jeana tidak peka akan hal itu? Hanan juga ingin diperhatikan.

"Je, seret gue juga dong."

Mendengar perkataan sinting Hanan membuat Jean memukul lengannya dengan keras.

Haahh, begini ternyata nasib menjadi nyamuk. Tidak diberi perhatian, malah diberi pukulan.

Setibanya mereka di rumah Jeana, gadis itu langsung berlari menuju kamarnya untuk mengambil kotak P3K.


"Gak usah caper, anjing," celetuk Hanan tidak terima. Sean dengan segala wajah melasnya benar-benar ingin Hanan tonjok kembali.

"Bodo."

Jeana kembali dengan kotak putih bertuliskan P3K. Ia mengulurkan benda itu pada Sean. "Nih, pada obatin sendiri. Gue mau ke warung bentar. Gak usah ribut lagi."

Kedua lelaki itu hanya menghela napas. Sedangkan Jeana langsung kabur menjauhi keduanya.

Sean membuka kotak di tangannya lalu mengambil sebotol betadine dan kassa. Ia lalu menuang betadine ke kapas dan mengoleskannya pada sudut bibirnya yang berdarah.

Hanan hanya meliriknya sekilas. Ingin menyeletuk tetapi awkward-nya suasana menghentikan niatnya. Jadilah dia bermain handphone.

Setelah Sean berhasil menempelkan kassa, lelaki itu lantas menutup kotak P3K dengan kencang hingga menimbulkan bunyi bedebam.

"Woy, kok ditutup? Gue belum diobatin," sewot Hanan sembari mengembalikan handphonenya ke saku.

"Lo gak mau ngobatin."

Hanan melotot kesal. "Lo pikir cuma lo doang yang sakit? Gue juga," katanya berapi-api. "Lagian yang pertama kali nyerang itu elo. Tapi, lo berlagak kayak orang yang paling dirugikan. Asli, lo orangnya ternyata kayak gini. Munafik tahu gak," lanjutnya.

Sean menunduk, kembali membuka kotak P3K di genggamannya. Diulurkannya benda itu ke arah sang teman. "Oke."

"OKE??! LO BILANG OKE?! JINGAN!!"

Oke, dari luar Jeana sudah dapat mencium pertengkaran yang akan kembali dimulai. Jujur, ia pusing dengan tingkah kedua lelaki yang lebih mirip seperti anak TK itu.

Baru saja ingin masuk ke dalam, perempuan itu menghentikan langkahnya. Terpaku mendengar perkataan lembut Sean yang seakan-akan menyihirnya. Haahhh, Jeana jadi ingin suara itu hanya terdengar olehnya saja.


"Oke, gue minta maaf," kata Sean.

"Kenapa gue sasarannya?"

Sean melemparkan betadine ke arah Hanan. Sedikit terkekeh kecil. "Mau aja. Lo kan udah lama gak tonjok-tonjokan," tuturnya.

"Bajing. Hampir aja gue buat lo gak bisa bernapas."

Sean tertawa. "Sana ambil air anget!"

"Lah kok air anget? Bukannya es?" tanya Hanan. Karena setahunya, orang lebam itu diobati dengan es batu seperti di film-film.

"Dikompres air anget dodol. Goblok banget."

"Pake es, pinter! Lo gak pernah liat di film-film kalo orang abis tawuran itu dikompres pake es. Ini nih akibat dari gak pernah nonton film, setiap hari nonton qasidah-an," omel Hanan sembari melempar kembali botol betadine ke arah Sean.

"Terserah."

Hanan mendengus geli lalu mengambil es batu di kulkas milik Jeana. "Ngapain lo mejeng di depan pintu? Mau nguping? Udah telat. Berantemnya udahan."

Seluruh atensi Sean sekarang tersita untuk Jeana yang sedang mematung di depan pintu. Lelaki itu tersenyum kecil melihat wajah manis yang tengah meringis tersebut.

Hanan goblokkk, Sean jadi ngeliatin gue kan!!

"Gimana?" tanyanya sambil berjalan masuk, "udah selesai masalahnya?"

Hanan mengangguk. "Udah," ujarnya sambil menempelkan es batu ke arah wajahnya.

"Udah diobatin?" Percayalah, pertanyaan Jeana hanyalah basa-basi. Jelas-jelas sedari tadi ia menyimak lewat jendela.

"Otw."


"Sean? Lo mimisan."

Sontak lelaki itu menengadah ke atas. Pantas saja hidungnya seperti dialiri sesuatu. Sean mengerang, menahan panik yang tiba menyerangnya.



•∆•

•∆•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•∆•







Strange | кim seungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang