Melindungi dan Kebahagiaan

386 47 2
                                    

Noni membuka kedua matanya dengan pelan. Untuk sesaat dia hanya bisa melihat warna putih.

Noni mengerjapkan matanya berkali-kali dan akhirnya menyadari kalau saat itu dia sudah kembali ke benteng dan tengah berbaring di dalam kamarnya.

“Kau sudah bangun?”

Noni menoleh ke arah suara itu berasal dan meski pun pandangannya masih sedikit kabur tapi dia bisa mengenali seseorang yang saat itu duduk di samping tempatnya berbaring di sana.

“Saniwa…?” lirihnya. “Bagaimana keadaan Gokotai?”

Saniwa tersenyum begitu mendengar pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Noni barusan, “Gokotai baik-baik saja. Aku sudah mengobati lukanya dan memberi penawar racun padanya, jadi kau tidak perlu khawatir,” jawabnya.

“Apa kau bisa bangun sebentar? Kau harus meminum teh ini setelah sadar supaya tubuhmu cepat kembali segar,” kata Saniwa lagi sembari memperlihatkan segelas teh di tangannya.

Dengan dibantu Saniwa, Noni pun beranjak bangun dan duduk di atas tempatnya berbaring kemudian segera meminum habis teh yang diberikan oleh Saniwa padanya saat itu.

“Saniwa,” panggil Noni saat Saniwa sedang membereskan bekas teh yang diminumnya barusan. “Maafkan aku.”

Saniwa mengerutkan keningnya kebingungan, “Kenapa kamu minta maaf?”

“Semua ini karena aku. Kalau saja Gokotai tidak pergi bersamaku, dia tidak akan terluka seperti itu. Kalau saja aku tidak memimpin, ekspedisi kali ini tidak akan kacau. Kalau saja…”

“Baiklah. Cukup sampai situ saja,” potong Saniwa sebelum Noni selesai bicara. “Intinya, kau mau bilang kalau semua ini terjadi karena mereka pergi bersama pedang pembawa sial seperti dirimu, ‘kan?”

Noni terdiam mendengarnya. Pedang bersurai hitam pendek itu kemudian tertunduk pelan.

Saniwa menghela nafas panjang, “Aku sama sekali tidak menyangka kalau kau masih memikirkan hal seperti itu,” katanya dengan nada kecewa. “Padahal kupikir Kashuu sudah menyampaikan semuanya padamu sebelumnya, tapi akan kukatakan sekali lagi.”

“Aku tahu kalau kau sangat merasa bersalah atas kematian kedua tuanmu yang sebelumnya karena tidak berhasil melindungi mereka sampai akhir dan menganggap dirimu sendiri sebagai pedang pembawa sial yang tidak pantas untuk memiliki seorang tuan lagi. Tapi tidakkah kau sadar kalau sekarang dirimu tidak berwujud sebagai pedang yang tak berdaya lagi?”

Noni seketika itu juga tertegun. Dia langsung mendongak dan menatap Saniwa dengan mata yang membulat tak percaya.

“Benar. Aku memberikanmu wujud manusia seperti sekarang ini bukan untuk terus menyesali kesalahanmu di masa lalu, tapi untuk melakukan apa yang tidak bisa kau lakukan saat masih berwujud sebagai sebuah pedang, yaitu terus bertarung untuk melindungi hal yang berharga bagimu dan menemukan kebahagiaan.”

“Melindungi hal yang berharga bagiku…dan menemukan kebahagiaan?” ulang Noni.

Saniwa mengangguk, “Dan bukankah kau sudah melakukannya dalam ekspedisi kali ini?” katanya lagi membuat Noni kembali kebingungan.

“Aku sudah mendengar semuanya dari Shishiou. Meski pun bukan kau yang menjadi kapten untuk ekspedisi tadi, Gokotai atau yang lainnya pasti akan tetap terluka karena musuh yang tiba-tiba muncul dan menyerang. Tapi meski pun begitu, berkat dirimu semuanya bisa kembali ke benteng dengan selamat. Tentu saja itu bukan karena kau seorang pedang pembawa sial, tapi karena kau adalah pedang bertanggung jawab yang mampu melindungi teman-temanmu.”

Noni kembali terdiam dan menundukkan kepalanya sembari menatap kedua tangannya yang diperban. Semua perkataan Saniwa barusan seakan-akan terus terngiang di dalam kepalanya.

Tok! Tok!

Suara ketukan dari luar pintu kamar mengalihkan perhatian mereka. “Siapa itu?” tanya Saniwa.

“Ini aku Kashuu. Aku datang untuk melihat keadaan Noni bersama yang lainnya.”

Pedang bersurai hitam pendek itu nampak terkejut ketika mendengarnya.

Lagi-lagi, Saniwa tersenyum. “Kebetulan sekali. Dia baru saja sadar. Kalian boleh masuk,” katanya.

“Ah, Noni-san sudah sadar katanya!”

“Eh?! Benarkah!?”

“Ayo, kita masuk!”

Setelah menyebabkan keributan yang terjadi di luar kamar sana, akhirnya pedang-pedang itu masuk ke dalam kamar tempat Noni berada bersama Saniwa.

“Noni-san!!”

Dalam sekejap kamar Noni seakan-akan berubah menjadi seperti di dalam kamar Awataguchi bersaudara karena semua pedang-pedang kecil sekarang sedang berkumpul di sana, duduk mengelilingi futon tempat pedang bersurai hitam pendek itu berada dengan wajah penuh kelegaan.

“Syukurlah kau sudah sadar, Noni-sensei! Kami sangat mengkhawatirkan keadaanmu tadi,” kata Yagen yang duduk tepat di samping kiri Noni.

“Lain kali jangan bertindak sendirian seperti itu. Kau tidak tahu betapa kagetnya aku saat melihatmu tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri seperti tadi itu.”, “Kashuu benar. Rasanya aku seperti hampir terkena serangan jantung tadi,” kata Kashuu dan Shishiou yang berdiri di depannya bergantian.

“Tapi untunglah kau kembali dengan selamat, Noni,” kata Namazuo yang saat itu juga berada di sana. “Kami semua sangat mengkhawatirkanmu.”

“Teman-teman.” Noni menatap mereka semua yang ada di sana satu persatu, “Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan diriku,” lirihnya.

“Oh, Noni sudah sadar rupanya,” ucap seseorang kemudian mengalihkan perhatian semuanya yang langsung menoleh dan mendapati Tsurumaru sudah berdiri di ambang pintu kamar bersama Shokudaikiri.

“Kami membawakan makan malam spesial untukmu, Noni,” kata pedang yang bersurai putih panjang itu saat mereka berjalan menghampirinya.

Para tantou yang tadi berkumpul pun segera memberikan jalan kepada kedua pedang itu yang berjalan menghampiri Noni dengan membawa beberapa barang.

Tsurumaru meletakkan sebuah meja kecil di atas pangkuan Noni yang masih berada di atas tempat tidurnya disusul oleh Shokudaikiri yang meletakkan nampan berisi semangkuk bubur hangat. “Saniwa tadi menyuruhku untuk membuatkan bubur ini untukmu, jadi makanlah yang banyak, ya,” kata pedang yang mengenakan penutup mata di mata kanannya itu sambil tersenyum.

“Dan setelah makan kau harus minum obat supaya cepat sembuh,” tambah Saniwa.

Noni mengangguk mengerti, “Baik. Aku mengerti,” katanya. Dia lalu mengambil sendok yang ada di nampan dan mulai menyendoki bubur itu.

“Ah, jangan lupa meniup buburnya dulu, ya. Karena baru diangkat dari periuk, takutnya bibirmu terbakar,” kata Shokudaikiri mengingatkan.

Noni mengangguk mengerti. Ditiupnya bubur yang sudah disendoknya itu pelan lalu berkata, “Selamat makan,” sembari memasukannya ke dalam mulutnya.

“Enak.” Kata itu yang pertama kali keluar dari mulut Noni setelah merasakan bubur buatan Shokudaikiri barusan membuat pedang bersurai hitam itu tersenyum senang ketika mendengarnya.

“Syukurlah kalau kau menyukainya.”

Noni kembali memakan bubur itu dengan lahap, “Ini sangat enak,” katanya lagi. “Terima kasih.”

“Terima kasih banyak, semuanya.”

Kashuu yang saat itu berdiri tepat di depan Noni tertegun selama beberapa saat ketika melihat air mata pedang itu yang tiba-tiba saja menetes sebelum akhirnya tersenyum.

Begitu juga Saniwa dan pedang lain yang berada di sana.

Ini adalah pertama kalinya mereka melihat Noni menangis seperti itu, tapi mereka tahu kalau itu bukanlah air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.

Setelah terjebak perasaan bersalah dalam waktu yang sangat lama, akhirnya pedang itu berhasil mendapatkan kembali hal yang berharga dan merasakan kebahagiaan dalam hidupnya sekali lagi.

}|{To Be Continued…}|{
}|{NIC_999}|{

Touken Ranbu Fanfiction : The Legend of The Fox Demon's SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang