Hal Yang Berharga

370 56 5
                                    

“Lalu?” kata pedang bersurai hitam pendek itu setelah terdiam beberapa saat, “Apa hubungannya hal itu dengan aku yang katamu tidak mungkin akan diusir dari benteng ini tadi?”

“Tentu saja kau tidak akan diusir,” kata Kashuu yang lebih dulu menyela. “Kau perduli dengan orang lain. Dan kepedulian adalah hal yang sangat berharga di benteng ini. Jadi tidak ada alasan untuk mengusirmu.”

“Hal yang sangat berharga katamu?” Pedang bersurai hitam itu kemudian terdiam. Manik coklat gelap miliknya menatap nanar gelang daun semanggi pemberian Gokotai sebelumnya yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

Tiba-tiba saja sosok seorang perempuan yang mengenakan kimono berwarna biru gelap dan pemuda bersurai putih pendek muncul dalam benaknya bersamaan dengan suara dari kedua orang itu yang mengatakan hal yang sama dan dalam waktu yang hampir bersamaan juga.

“Nonoka, kau adalah pedang yang sangat berharga bagiku.”

“Noni, kau adalah pedang yang sangat berharga bagiku.”

Tanpa sadar pedang yang mengenakan sebuah kalung perak di lehernya itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat seperti sedang menahan sebuah emosi yang tiba-tiba saja memenuhi hatinya dan membuat dadanya terasa sangat sesak.

“Lalu?” ucap pedang bersurai hitam pendek itu lagi kembali bicara. “Memangnya kenapa kalau aku perduli dengan orang lain? Bukannya itu sama sekali tidak merubah fakta kalau aku ini adalah seorang pedang pembawa sial?”

Kashuu tiba-tiba saja menyadari sesuatu setelah mendengar perkataan pedang itu barusan. “Kenapa kau menyebut dirimu sendiri sebagai pedang pembawa sial?” tanyanya kemudian.

“Tadi pagi aku sudah bilang, ‘kan? Kedua tuanku yang sebelumnya tewas karena menjadi tuanku. Padahal tugasku sebagai sebuah pedang adalah untuk melindungi tuanku, tapi aku malah tidak bisa melakukan apa pun saat mereka tewas. Benar-benar pembawa sial,” kata pedang itu panjang lebar.

“Dan karena tidak ingin hal buruk seperti itu juga terjadi pada kami, makanya kau memperingatkan kami supaya tidak dekat dengan dirimu?” Tanya Kashuu lagi memastikan.

“Aku tidak memperingatkan kalian,” bantah pedang baru itu.

“Nada bicaramu memang terdengar seperti mengancam, tapi sebenarnya kau memperingatkan kami karena khawatir hal yang buruk akan menimpa kami juga, ‘kan?” kata Kashuu lagi. Dan kali ini pedang bersurai hitam pendek itu terdiam. Sepertinya dia tidak bisa menjawab soal yang satu itu.

“Dengan kata lain,” ucap Hasebe yang akhirnya kembali ikut bicara, “Kau sebenarnya bukan benar-benar seorang pedang pembawa sial.”

“Seperti yang Saniwa katakan sebelumnya. Dia tahu kau bukan pedang pembawa sial karena sebenarnya kau sendiri yang menganggap dirimu sebagai pedang seperti itu karena merasa bersalah atas kematian kedua tuanmu yang sebelumnya,” kata Kashuu menimpali.

Pedang bersurai hitam pendek itu kemudian tertegun. Sebuah kilasan masa lalu pun tiba-tiba muncul di benaknya.

Sosok perempuan yang mengenakan kimono berwarna biru gelap.

Orang-orang yang berjalan menyusuri hutan dengan membawa obor dan tombak.

Sebuah rumah kecil yang terbakar di malam berbadai di tengah hutan.

Sosok pemuda bersurai putih pendek yang memiliki ekor dan telinga rubah.

Orang-orang yang berdiri mengelilingi sesuatu di pinggir sungai sambil membawa banyak senjata.

Seseorang yang terjatuh ke dalam sungai yang dalam, dingin, dan gelap.

Kilasan-kilasan itu terus muncul berulang kali dalam benak pedang bersurai hitam pendek itu seperti sebuah kaset yang rusak. Sama seperti suara yang sejak tadi juga terus terngiang-ngiang di kepalanya.

“Nonoka…”

“Noni…”

“Terima kasih…”

“Sepertinya kalian salah paham denganku,” ucap pedang bersurai hitam pendek itu kemudian mengalihkan perhatian mereka semua di sana. “Apa pun yang kalian katakan, ada satu fakta tentang diriku yang tetap tidak akan berubah. Aku ini seorang pedang siluman yang berbahaya.”

Hasebe menghela nafas pelan, “Kau sepertinya masih tidak mau mengakuinya, ya,” katanya.

“Awalnya saat tahu dulunya kau adalah pedang dari siluman yang berbahaya, aku memang sempat meragukanmu,” aku Hasebe dengan jujur. “Tapi begitu mendengar sikapmu yang sebenarnya, mau tuanmu dulu bukan manusia biasa atau siluman pembunuh sekali pun, aku tahu kalau kau sebenarnya memiliki hati yang baik.”

“Hati yang baik? Jangan bercanda,” ucap pedang baru itu sambil tertawa hambar. “Mana ada pedang milik siluman yang sudah membunuh banyak manusia tak berdosa sepertiku bisa memiliki hati yang baik?”

“Perkataanmu itu seolah-olah kami juga bukan pedang yang pernah membunuh banyak nyawa manusia tak berdosa.”

“Kuperingatkan sekali lagi,” potong pedang bersurai hitam pendek itu. “Aku adalah pedang siluman. Berada dekat denganku hanya akan membuat hal buruk terjadi pada kalian. Jadi, jauhi aku,” katanya lagi sembari berbalik pergi.

“Noni, tunggu!” panggil Kashuu menghentikan langkah pedang dengan kalung perak di lehernya itu. “Kenapa kau terus mengatakan hal seperti itu? Kematian kedua tuanmu yang sebelumnya itu bukan sepenuhnya kesalahanmu,” katanya berusaha meyakinkan.

Pedang itu menoleh, menatap tajam Kashuu lewat ujung matanya dan berkata, “Tidak ada satu pun dari kalian yang benar-benar tahu seperti apa masa laluku yang sebenarnya, jadi diam dan jangan sembarangan bicara,” sebelum akhirnya berlari pergi dari sana.

Meninggalkan seribu tanda tanya di benak pedang-pedang lain yang berkumpul di serambi lapangan benteng itu.


}|{To Be Continued…}|{
}|{NIC_999}|{

Touken Ranbu Fanfiction : The Legend of The Fox Demon's SwordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang