Btw, kalau komen dan vote nya ramai, nanti aku fast update ya💕
👑👑👑👑
Pangeran Jeisson sempat terkesiap. Ia menatap manik hazel sang Ratu, dimana kehancuran dan kepedihan terpampang secara nyata disana. Sejujurnya, pemuda itu bahkan kesulitan untuk mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini. Ia tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Ada rasa sesak yang muncul secara tiba-tiba tatkala ia mengetahui bahwa Ratu Lalisa masih sangat mencintai Julian. Pun, ketika beberapa detik yang lalu sang Ratu mengajaknya untuk bercinta. Bukankah itu berarti gadis tersebut hanya ingin menjadikannya sebagai bahan pelampiasan semata?
Maka Pangeran Jeisson menggenggam tangan Ratu Lalisa yang masih berada dipipinya seraya menggeleng pelan. "Sejak ciuman itu terjadi, aku memang selalu membayangkan kalau kita bisa melakukan hal yang lebih dari itu. Tapi tidak dalam keadaan seperti ini. Aku ingin kita melakukannya karena kita memiliki rasa yang sama, bukan hanya aku yang merasakannya."
Setetes air mata sang Ratu kembali mengalir. Ia menarik tangannya, kemudian membuang pandangan ke arah lain. Hatinya semakin tercabik. Ia merasa ditolak mentah-mentah, merasa tak diinginkan, dan merasa tak ada seorangpun yang mengerti akan perasaannya.
"Julian mengkhianatiku. Ayahmu sama sekali tak tertarik padaku. Dan sekarang kau juga mengabaikanku." gadis itu menarik segaris senyum simpul sembari mengusap air matanya. "Aku akan menarik kalimatku sewaktu dipadang rumput minggu lalu. Sekarang aku ingin bersenang-senang denganmu. Kau juga tertarik dengan tubuhku. Jadi kenapa harus memikirkan soal perasaan?"
"Aku--"
"Ah, iya. Pasti kau memikirkan konsekuensinya, ya?" Ratu Lalisa memotong kalimat sang Pangeran. "Tapi bukankah kau bilang, kau bersedia melewati batas itu untukku, hm? Jadi ayo kita bersenang-senang sebelum menjadi bangkai esok hari."
Kemudian tanpa disangka-sangka, Ratu Lalisa menangkup kedua pipi sang Pangeran dan meraup bibirnya begitu saja. Gadis ini terlihat sangat frustasi. Patah hati terhebat itu benar-benar nyaris menghancurkan hidupnya. Ia bahkan tak bisa berpikir jernih, tak juga membayangkan bagaimana resiko yang akan ditanggung jika ia melakukan hal seperti ini bersama anak tirinya sendiri.
Pangeran Jeisson lagi-lagi dapat melihat sisi lain dari sang Ratu. Ketegasan dan tatapan mengintimidasi yang biasa ditunjukkan oleh perempuan tersebut kini tak lagi nampak. Hanya tersisa tatapan retak serta keputusasaan yang terpancar dari kedua bola matanya.
Pemuda itu lantas menahan kedua pundak Ratu Lalisa, menjauhkannya hingga tautan bibir itu terlepas. Ia menatap sendu, memandang wajah basah si gadis dengan hati yang tergores. "Tolong dengarkan aku, Lalisa. Aku pernah sangat membenci keadaan dimana aku harus menerima presensimu untuk terselip dalam keluargaku. Tapi melihat sikapmu dan caramu memerlakukan kami dengan baik, membuat pemikiranku semakin terbuka."
"Aku memang pernah mempunyai sebuah rencana konyol untuk menidurimu kemudian menendangmu dari istana. Tapi entah sejak kapan aku tak lagi memedulikan hal itu." Kini Pangeran Jeisson menangkup kedua pipi sang Ratu, membuat gadis itu balas menatapnya. "Sekarang aku hanya ingin kau tahu kalau aku akan melakukannya denganmu jika kau memiliki perasaan yang sama denganku. Aku bersedia melewati batas itu hanya jika kau mau melaluinya karena 'kita', bukan karena ingin bersenang-senang saja."
Ratu Lalisa tertawa kering disana. Ini terdengar sangat aneh untuknya. Ia masih belum mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Pangeran Jeisson. "Darimana kau mempelajari kalimat itu, hm? Apa yang terjadi dengan isi kepalamu? Apa kau pikir aku percaya kalau kebencianmu terhadapku dapat berubah dan menghilang hanya dalam waktu beberapa bulan saja? Dan lagi, sekarang kau ingin membuat harga diriku terluka dengan menolakku begini? Wah, hebat sekali. Kemana perginya Pangeran Jeisson yang merengek ingin dicium saat jatuh sakit waktu itu? Kau menginginkan aku, tubuhku. Jadi aku tak percaya dan tidak ingin mengerti soal perasaan yang kau ucapkan itu."
"Aku tidak menolakmu. Kau justru yang melukaiku karena kau ingin melakukannya dalam keadaan seperti ini." kalimat Pangeran Jeisson kali ini mampu membuat sang Ratu kembali bungkam. Ia lantas melanjutkan, "Apa kau tidak menyadari kalau aku mulai menyukaimu? Kenapa kau hanya fokus pada kebencian dan rasa sakitmu sendiri sampai mengabaikan aku yang benar-benar peduli padamu?"
Ratu Lalisa mengedip lambat ketika bola matanya mulai terasa panas. Ia menggigit bibir bawahnya disana. Ah, jika saja gadis itu tahu kalau tragedi waktu itu merupakan pemicu dari perubahan mindset sang Pangeran, mungkin ia akan lebih memahami dan lebih memerhatikan transformasi sikap pemuda tersebut terhadapnya.
Contohnya seperti Pangeran Jeisson yang tak lagi berkunjung ke mansion selatan dan mengencani sembarang gadis, ataupun pemuda itu yang menjadi lebih gigih berlatih hanya untuk melindungi sang Ratu di masa yang akan datang.
"Tapi.. Tapi sewaktu dipadang rumput waktu itu, kenapa kau ingin meniduriku? Bukankah itu karena kau hanya menginginkan--"
"Aku menginginkan semua yang ada pada dirimu. Semuanya tanpa terlewat sedikitpun, termasuk hatimu dan bukan hanya sekedar tubuhmu. Mengapa kau tak pernah berpikir mengenai hal positif terhadapku? Apa menurutmu semua yang aku lakukan dan aku katakan ini hanya sebatas lelucon untukmu?"
"Pangeran.." cicit sang Ratu. Ah, kenapa ia baru menyadarinya?
Pangeran Jeisson kembali menangkup kedua pipi sang Ratu, dan kali ini membawanya dalam jarak yang lebih dekat. "Dengar.. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku sungguh-sungguh ingin bersamamu dalam waktu yang lama."
Ratu Lalisa menatap ke dalam netra jelaga si pemuda. Disana, ia dapat melihat keseriusan dan kesungguhan yang terpancar jelas.
Kemudian sang Pangeran kembali melanjutkan, "Tolong percaya padaku dan berikan aku kesempatan, Lalisa. Aku akan menyembuhkan lukamu secara perlahan."
Hingga kedua belah bibir itu bertaut dengan perasaan yang membuncah. Pangeran Jeisson melumat dengan lembut dan dalam, memerlakukan gadis itu dengan hati-hati serta penuh perasaan.
Tak ada ciuman dengan paksaan maupun luapan kefrustasian. Ratu Lalisa meneteskan sebulir air mata disana, setetes cairan bening yang merupakan pertanda atas perlakuan manis yang mampu membuatnya terenyuh.
Sesungguhnya, ia tak menyangka jika Pangeran Jeisson akan memberikan penjelasan seperti demikian. Ia hanya ingin bersenang-senang malam ini, meredakan rasa pedih dihatinya yang terkoyak karena Julian. Namun justru, ia malah ditampar keras-keras oleh deretan kalimat sang Pangeran yang bahkan tak pernah ia duga sebelumnya.
Tentang perasaan..
Tentang kebencian...
Tentang rasa sakit....
Pemuda itu berhasil menyadarkannya bahwa tak hanya ia yang terluka disini. Pemuda itu berhasil membuatnya mengerti bahwa setidaknya ia masih memiliki seseorang yang peduli dan bersedia untuk hidup bersamanya.
Mengetahui bahwa hatinya telah luluh, Ratu Lalisa jadi mendadak berpikir ulang. Ada banyak resiko dan pengorbanan yang harus mereka tanggung jika ingin hidup bersama, termasuk dalam hal jabatan serta nyawa sekalipun.
Apakah mereka sudah siap untuk menghadapi itu semua?
°°
Sabar, gaes. Sabar. Bulan gosongnya masih proses 🌚
Orang sabar disayang Leo gempal 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Almeta | lizkook [DINOVELKAN]✔
Fanfiction[M] Lalisa Amora sudah hidup menderita sejak ia dilahirkan ke dunia. Terjebak dalam kemiskinan dan lilitan hutang, dikhianati oleh orang terkasih, bahkan dijual untuk dipertontonkan kepada khalayak umum. Namun kau tahu bahwa roda kehidupan akan sela...