👑28

14.3K 2.1K 256
                                    

Ratu Lalisa sudah melewati banyak kejadian pahit dalam hidupnya. Ia lelah dipandang seperti seorang manusia yang tak memiliki harga diri. Ia letih dipandang seperti seonggok sampah yang tak berarti.

Ia hanya ingin menjalani kehidupan yang lebih baik. Ia ingin mendapatkan kehidupan yang lebih layak sebagai seorang manusia. Tapi kendati gadis itu telah memberikan jawaban pasti atas opsi yang disediakan oleh Raja Sebastian, kenapa kegelisahan justru menghantuinya?

Bukankah Pangeran Jeisson sudah mulai memanggilnya dengan sebutan 'Ibu' seperti apa yang diinginkannya dulu? Bukankah Pangeran Jeisson sudah bersedia untuk menikahi Princess Roseanne sebagaimana yang seharusnya?

Tapi kenapa perasaannya jadi semakin tak terkendali?

Semula, Ratu Lalisa hanya merasa bahwa kehadiran Pangeran Jeisson dalam hidupnya hanya ditakdirkan sebagai salah satu pemberi warna baru. Jadi ketika warna itu berhenti ditorehkan dalam kertas hidupnya, setidaknya ia masih memiliki warna lain--kebahagiaan lain yang akan mengisi hari-harinya.

Namun agaknya, semua itu benar-benar meleset dari perkiraannya. Ia malah merasa seperti sesuatu didalam dirinya mendadak hilang. Ia merasa kosong, merasa seperti ada yang lenyap dalam ceruk hatinya yang terdalam.

Gadis itu bahkan belum menyadari sepenuhnya, bahwa saat ia berusaha bersikap baik-baik saja ketika menangkap presensi Pangeran Jeisson dan Princess Roseanne yang sedang saling melempar senyum dan tawa seperti sekarang ini, ia justru seperti tengah menguliti hatinya sendiri.

Ia seolah menyiksa diri, memaku pada pikirannya sendiri bahwa semua itu ia rasakan semata-mata hanya karena Pangeran Jeisson pernah hadir di kehidupan pribadinya dalam jarak yang begitu dekat, bukan karena perasaan cinta ataupun sejenisnya.

Ratu Lalisa menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan untuk meredakan rasa sesak yang menekan rongga dadanya. Melalui ambang pintu kamar Pangeran Jeisson yang terbuka lebar itu, gadis tersebut lantas berujar dengan tenang, "Pangeran.. Princess.. Makan siangnya sudah siap."

Pangeran Jeisson dan Princess Roseanne refleks menghentikan tawa kecil mereka dan menoleh pada sumber suara. Pemuda itu kemudian berujar, "Ya, Ibu. Aku akan segera menyusul setelah calon istriku menyelesaikan rajutannya."

Oh, calon istri. Diam-diam sang Ratu memasang senyum kecut. Kenapa telinganya mendadak terasa gatal saat mendengar kalimat itu?

"Sudahi dulu aktifitas kalian. Semua orang sudah menunggu diruang makan."

"Tapi--"

"Tidak ada bantahan, Pangeran. Kau mengerti ucapanku, 'kan?" jawab sang Ratu. Nada bicaranya begitu tegas dan sarat akan perintah.

Pangeran Jeisson hanya menghembuskan napas pelan kendati ia ingin sekali bersorak kegirangan. Ratu Lalisa sudah bisa merasakan cemburu, 'kan? Iya, 'kan? Buktinya, wajah gadis itu memerah seperti menahan amarah begitu.

Namun sebelum pemuda itu bangkit dari tepi ranjang, Princess Roseanne sudah lebih dulu mengaduh kesakitan. Kemudian pada detik selanjutnya, cairan merah pekat mendadak menguar dari jari telunjuknya. Gadis itu terluka, tak sengaja tertusuk jarum.

"Astaga, Rose.. Jarimu berdarah.." sesungguhnya Pangeran Jeisson cukup terkejut. Ini berada diluar skenario mereka. Tapi pemuda itu hanya mengikuti alurnya, memasang raut wajah penuh kekhawatiran dan percaya bahwa gadis Xander itu memiliki tambahan naskah untuk hari ini.

"Huhu, iya.. Sakit sekali.." Princess Roseanne merintih dengan nada manja. Duh, gadis ini pintar sekali berakting, ya. Pangeran Jeisson jadi ingin memberikan mendali penghargaan atas totalitasnya dalam drama ini.

Kemudian pemuda itu segera menggenggam tangan Princess Roseanne dengan hati-hati dan menghisap jari lentik yang terluka itu, mengabaikan presensi Ratu Lalisa yang tengah menggigit kecil bibir bawahnya saat rasa tak nyaman mulai merambati hatinya.

Queen of Almeta | lizkook [DINOVELKAN]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang