"Kemana Pangeran Jeisson?" Adalah pertanyaan yang Ratu Lalisa lontarkan pagi ini ketika ia tak lagi menemukan presensi anak tirinya tersebut diatas kursi meja makan.
Dua orang pelayan wanita menghampiri. Keduanya menunduk, saling menyenggol tangan satu sama lain untuk menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan lebih dulu. Namun meski terlihat ragu, akhirnya salah satunya berujar, "Pangeran Jeisson masih enggan untuk sarapan diruang makan, Yang Mulia."
"Kenapa?"
Kemudian pelayan lainnya menjawab, "Pangeran Jeisson ingin disuapi. Sejak dulu jika sedang jatuh sakit, Ratu Jeanette selalu--"
"Ya, baiklah." Ratu Lalisa mendengus pelan, langsung bisa menangkap maksud dari perkataan mereka. Lagi-lagi waktu makannya harus tersita. Ia lantas bangkit dari kursi meja makan dan melangkah menuju lantai dua. "Biar aku yang menyuapinya."
Selain pintar dan tampan, Pangeran Jeisson terkenal juga sebagai seorang pemburu yang hebat. Kabarnya, pemuda itu pernah bertarung dengan harimau dihutan dan mampu menghunus hewan tersebut tepat pada jantung dengan pedangnya. Ia juga piawai dalam menggunakan anak panahnya dan sering disebut sebagai jelmaan pria paling sempurna didaratan Almeta setelah Raja Sebastian.
Tapi, hei! Mengapa hanya karena sakit seperti ini saja mampu membuat pemuda itu berubah menjadi sosok yang manja dan kekanak-kanakan? Ratu Lalisa benar-benar tak habis pikir.
Ketika memasuki kamar Pangeran Jeisson, wanita itu mendapati si pemuda yang tengah duduk bersandar di atas ranjang. "Pangeran.. Bukankah yang sakit itu kepalamu? Tanganmu masih bisa berfungsi dengan baik, bukan?" katanya. Ia segera mendudukkan diri ditepi ranjang dan mengambil alih nampan berisi bubur kacang polong serta roti gandum dari atas nakas tanpa aba-aba.
"Tubuhku masih lemas. Kepalaku juga masih terasa sakit. Jadi ingin disuapi saja." jawab Pangeran Jeisson. Sok lemah sekali anak itu. "Kalau ibuku masih ada--"
"Iya. Sekarang aku yang akan menyuapimu." sergah Ratu Lalisa. Ia tidak ingin mendengar kalimat pilu itu lebih banyak lagi. Tak tega juga sebenarnya.
Diam-diam Pangeran Jeisson memasang senyum kecil. Ia membuka mulutnya, menerima suapan dari Ratu Lalisa. Tatapannya bahkan tak teralih sama sekali, memandangi gadis itu begitu intens.
"Bisakah kau tak menatapku seperti itu, Pangeran? Aku merasa terganggu." ujar sang Ratu dengan nada yang kelewat santai. Padahal ia sendiri tak mampu untuk balas menatap pemuda itu. Terlalu gugup. Ia takut terjerembab ke dalam bola mata berkilau tersebut.
"Kenapa? Apa yang salah dengan tatapanku?" tanya Pangeran Jeisson, seolah ia tak bersalah.
"Tatapan seperti itu hanya boleh ditujukan untuk seorang gadis."
"Tapi kau juga seorang gadis. Kau masih tersegel, 'kan?"
Sebisa mungkin Ratu Lalisa menahan diri untuk tidak menjejalkan nampan di tangannya ke dalam mulut Pangeran Jeisson. Pemuda itu memiliki tingkat rasa penasaran yang kelewat besar dan Ratu Lalisa benar-benar merasa kesal bukan main. "Tapi aku ini ibumu. Sekarang bisakah kau berhenti bicara dan makan saja sarapanmu?"
Alih-alih menjawab ataupun menuruti perintah sang Ratu, Pangeran Jeisson justru melontarkan pertanyaan lainnya. "Hei, tapi kenapa pipimu memerah begitu?"
Crap! Ratu Lalisa mendadak kehilangan kalimat dalam sekejap. Bola matanya bergulir, membuang pandangan ke arah lain. "Ini karena panas. Kamarmu panas sekali." alibinya.
"Benarkah? Tapi aku tidak merasa kepanasan."
"A-ah, sudahlah. Kau ini berisik sekali. Cepat habiskan sarapanmu! Aku juga lapar." Ratu Lalisa segera menjejalkan suapan demi suapan ke dalam mulut Pangeran Jeisson, sedikit panik sebab pemuda itu tak juga berhenti menatapnya meski sudah diperingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Almeta | lizkook [DINOVELKAN]✔
Fanfic[M] Lalisa Amora sudah hidup menderita sejak ia dilahirkan ke dunia. Terjebak dalam kemiskinan dan lilitan hutang, dikhianati oleh orang terkasih, bahkan dijual untuk dipertontonkan kepada khalayak umum. Namun kau tahu bahwa roda kehidupan akan sela...