"Jeisson.. Dimana kau bersembunyi?" Ratu Jeanette muda melangkah pelan mengitari ballroom istana, mencari keberadaan putra kecilnya yang tengah bersembunyi. Ia mengangkat sedikit gaun panjangnya yang terulur menyentuh lantai marmer. Langkahnya begitu anggun dan bersahaja. Mereka sedang bermain petak umpet, omong-omong.
Samar-samar terdengar suara tawa kecil tertahan disudut ruang. Ratu Jeanette terkekeh. Ia lantas melangkah mendekat sembari berjinjit, meminimalisir suara ketukan sepatunya yang menyentuh lantai. Dan,
PRANG!!
Suara itu tiba-tiba menggema hingga ke sudut ruang. Para pelayan dan penjaga yang terkejut segera menghampiri sumber suara.
Oh, tidak. Bukan Ratu Jeanette yang memecahkan guci kesayangan Raja Sebastian itu, melainkan Pangeran Jeisson yang tak sengaja menyenggol benda berharga tersebut sampai oleng dan berakhir berciuman dengan lantai.
Bocah lelaki berusia lima tahunan itu nyaris menangis. Air mata sudah mengumpul penuh dipelupuk, sementara bibirnya bergetar karena takut. Tentu saja ia juga terkejut. Namun yang membuat tubuhnya gemetar adalah ketika ia melihat keberadaan ayahnya di tengah-tengah pintu masuk ruangan ini.
Ratu Jeanette segera menghampiri putranya dengan raut wajah khawatir. Ia berjongkok, memeriksa keadaan Pangeran Jeisson yang masih membeku ditempatnya. "Apa kau terluka, nak?"
Bocah itu hanya menggeleng takut. Air matanya meluruh begitu saja yang segera disusul oleh suara tangis hebat ketika ayahnya ikut datang menghampiri. "Huaa~ Jangan marahi Jeisson.. Jeisson tidak sengaja, ayah.. Hiks.."
Ratu Jeanette terkejut, begitupula sang suami. Perempuan itu segera menarik putranya ke dalam pelukan, menepuk-nepuk pelan punggung bergetarnya. "Sshh~ ayah tidak marah kok. Iya, 'kan?" Ratu Jeanette memberikan kode pada Raja Sebastian melalui matanya, menghujaninya dengan death glare yang membuat pria itu menghela napas pelan.
"Iya, nak. Ayah tidak marah kok," kata Raja Sebastian. Ia hanya bisa pasrah melihat guci mahalnya itu sudah berubah menjadi kepingan tak berbentuk.
Pangeran Jeisson melepaskan pelukan sang ibu. Ia mengusap air mata di pipinya dengan punggung tangan seraya menyedot ingusnya dan berujar, "Hiks, benar ayah tidak marah?"
Raja Sebastian tersenyum. Siapa yang bisa marah kala melihat wajah menggemaskan itu? Pangeran Jeisson malah terlihat lucu dengan pipi tembam semerah tomat dan mata bulatnya tersebut. "Iya, ayah tidak marah." Ia menggendong putranya, mengecup pipinya beberapa kali. "Jangan menangis lagi, ya. Lain kali, main petak umpetnya harus lebih hati-hati lagi. Nanti kalau Jeisson terluka, bagaimana?"
Pangeran Jeisson hanya mengangguk-angguk lucu sebagai jawaban. Ia lantas memeluk tengkuk ayahnya, kemudian mengecup bibir ibunya yang sudah lebih dulu mendekap tubuh sang ayah dari belakang. "Jeisson sayang ibu. Sayang ayah juga. Sayangnya besaaaaaarrrrrrr sekali. Seperti kapal laut."
Sementara Raja Sebastian dan Ratu Jeanette hanya terkekeh gemas dibuatnya.
Ratu Lalisa terkesiap kala melihat dahi Pangeran Jeisson yang mengerut sedih. Tiba-tiba sebulir air mata mengalir dari sudut matanya yang tertutup.
"Ibu.. Ayah.." lirihnya begitu sendu.
Ratu Lalisa merasakan hatinya tercubit. Dibalik sikap menyebalkan dan semena-mena yang kerap kali ditunjukkan oleh Pangeran Jeisson, nyatanya pemuda itu memiliki hati yang rapuh.
Ratu Lalisa hanya tidak menyangka bahwa pemuda tersebut sangat mencintai ayah dan ibunya sebesar itu.
Satu jam yang lalu, Pangeran Jeisson ditemukan pingsan hingga kepalanya membentur lantai dengan keras. Ditambah lagi, pecahan keramik yang berserakan itu tepat merobek kulit kepalanya, hingga membuatnya harus mendapatkan tiga jahitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen of Almeta | lizkook [DINOVELKAN]✔
Fanfic[M] Lalisa Amora sudah hidup menderita sejak ia dilahirkan ke dunia. Terjebak dalam kemiskinan dan lilitan hutang, dikhianati oleh orang terkasih, bahkan dijual untuk dipertontonkan kepada khalayak umum. Namun kau tahu bahwa roda kehidupan akan sela...