👑26

14.5K 2.1K 618
                                    

Sorakan ricuh terdengar mengudara, memecah suasana terik yang menyorot tajam. Bagaikan jarum jam yang berputar seratus delapan puluh derajat, membawa ujung tajamnya dari angka dua belas ke titik terendah di angka enam. Seperti pakaian dinas yang kini berganti menjadi pakaian tipis serba putih, dan gaun indah memesona yang kini berubah menjadi gaun sewarna kapas.

Tak ada corak maupun benang emas sebagai penghias. Pakaian itu adalah sebuah pakaian khas yang biasanya dipakai untuk mengantarkan diri menuju kematian.

Rona berseri itu telah pudar, tergantikan dengan seraut wajah pucat pasi. Kedua orang itu digiring menuju balai dengan diiringi oleh sumpah serapah dan caci maki dari ribuan pemilik mulut yang hadir.

Air mata tak lagi berguna. Permohonan ampun tak lagi didengar. Yang tersisa hanya kepasrahan diri dan pengharapan kecil, berharap bahwasannya meregang nyawa tidak akan terasa begitu menyakitkan.

Tubuh keduanya tampak bergetar. Mereka takut, benar-benar merasa takut saat kedua kaki dipaksa bersimpuh dihadapan sebuah kayu besar yang nantinya akan menjadi alas perpisahan antara kepala dan bagian tubuh.

Tak ada yang menangis disini. Semua orang mendadak merasa menjadi seorang hakim dan tak sabar untuk mengadili dua orang anak muda diatas sana. Semua penghinaan dan kata-kata kotor tak henti-hentinya digaungkan, merujuk pada satu arah dimana mantan petinggi kerajaan itu menantikan ajalnya masing-masing.

Hingga sebuah kapak raksasa dijatuhkan begitu saja, membuat dua benda bernama kepala itu menggelinding jatuh secara bersamaan disertai aliran darah segar yang membanjir. Mewarnai pakaian putih mereka, mengubahnya seperti kapas yang dicelupkan ke dalam tinta merah.

Dan tiba-tiba James tersadar dari isi kepalanya sendiri. Pemuda itu segera menggeleng pelan, berusaha mengusir bayangan-bayangan buruk yang terus saja berkeliaran diotaknya sambil berharap-harap cemas kalau Pangeran Jeisson dan Ratu Lalisa akan baik-baik saja di dalam ruangan itu.

Padahal James sering sekali mengingatkan tuannya untuk lebih banyak bersabar dan tidak gegabah. Tapi anak nakal itu selalu membangkang sampai akhirnya Raja Sebastian pulang ke istana lebih cepat dari jadwal yang seharusnya.

Kini James masih dirundung kegelisahan. Ia melangkah bolak-balik didepan kamar Ratu Lalisa sembari merapalkan do'a-do'a agar kedua anak muda itu diselamatkan dari amarah sang Raja.

Sementara didalam ruang kamar itu, Pangeran Jeisson dan Ratu Lalisa duduk bersimpuh dilantai dengan kepala yang tertunduk penuh penyesalan. Ini benar-benar diluar dugaan. Atau bisa jadi, ini merupakan kali terakhir mereka dipertemukan.

Didepan sana Raja Sebastian tampak menahan amarahnya sebisa mungkin. Ia memijit pelipisnya yang berkedut nyeri, memandang dua anak muda itu dengan tatapan frustasi. "Kalian berdua.. Berani sekali melakukan kesalahan besar seperti ini." ucapnya dengan penuh penekanan.

"Ayah.."

"Diam, Jeisson! Ayah tidak pernah mengajarimu untuk melanggar peraturan seperti ini! Kotor sekali kau sampai berani meniduri Ibu tirimu sendiri! Dimana adabmu?!"

Raja Sebastian memang sudah berdiri didepan pintu kamarnya, bahkan saat Pangeran Jeisson dan Ratu Lalisa masih bergumul di atas ranjang. Saat itu ia mulai dirundung rasa curiga meski telinganya tak dapat mendengar suara apapun dari dalam sana. Apalagi James yang terlihat berusaha menahan dirinya agar tidak masuk saat itu juga ke dalam kamar. Itu sebabnya ia memilih untuk menunggu hingga pintu tersebut dibuka oleh Pangeran Jeisson.

Namun setelah masuk dan mengecek keadaan tempat tidur yang berantakan, bercak darah yang tercetak di atas sprei serta bekas kemerahan di bagian dada sang Ratu (yang pakaiannya terpaksa ia buka untuk mendapatkan fakta yang sesungguhnya), dapat disimpulkan bahwa istri muda beserta putranya sendiri baru saja melakukan sesuatu yang seharusnya tak pernah mereka lakukan bersama-sama.

Queen of Almeta | lizkook [DINOVELKAN]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang