Hujan lebat di musim kemarau. Bukanlah sebuah kesedihan melainkan keajaiban.
Tanah tandus merasakan kebahagiaan itu ditengah kesedihan.
Kamu adalah awan kelabuku. Aku adalah tanah tandusmu.
Kamu adalah penyebab kesedihanku dan kamu juga penyebab kebahagiaanku
-Ulfah Romaito-
Kenyataan yang bagaikan mimpi buruk. Mimpi yang mampu meremukkan dan menyisikan bekas-bekas luka. Menyibak aroma temaram betapa durja menahan sakitnya kata tergores tanpa ia sengaja.
Mungkin itulah kata-kata singkat yang bisa mewakili perasaan gue sekarang. Rasanya belum siap untuk menerima apa yang udah gue liat. Tanpa sengaja mata ini menyaksikan bukti dari keseriusan dia sama gue.
"Ini benar-benar nightmare yang mampu melucuti segala sakit diraga" batin gue.
Cuma satu harapan gue. Apa yang udah gue liat berharap itu bukanlah pembuktian dari perasaan dia yang sebenarnya.
***
Semalaman ini gue gak bisa tidur nyenyak. Berjuta banyangan liar tanpa permisi mengambang seenak jidatnya dipikiran gue. Lelah? Ia, gue lelah. Sakit? Ia, gue sakit. Bingung? Ia, gue bingung. Gue gak tau siapa yang harus gue percaya. Semua kata-kata manis Azwar selama ini atau kejadian sepersekian detik yang gue liat di mall.
Gue ngerasaain ada keraguan di hati ini buat nerima semua kata-kata maaf yang bakal lo rangkai demi buat gue yakin lagi sama lo.
Duduk di pinggir lapangan basket di tengah keramaian jam istirahat, meski terik terasa menyengat, itu semua gak terasa dengan bayangan yang bertengger di pikiran. Menggeluti dunia fantasi yang buat gue semakin sedih tanpa kejelasan hubungan gue. mungkin rasa ini yang selalu dihindari para jomblo, gak mau pusing hanya karena mikirin masalah cinta.
"Apa gue lebih baik jomblo aja, daripada menye-menye gak karuan ginih" ucap gue tanpa sadar.
Kesibukan khayalan gue disadarkan dengan kedatangan bola basket yang asal muasalnya dari anak-anak yang main basket di lapangan.
"Woi! Lemparin bolanya!" teriak salah seorang.
Teriakan itu sama sekali gak gue gubris, bisa dikatakan gue gagal fokus. Itu semua karena tatapan Azwar yang mencekam sekaligus menggetarkan.
"Kenapa dia ada disitu sih? Berarti dari tadi dia ngeliat gue disini?" batin gue.
Seandainya gue tau Azwar ada diantara mereka, gue gak akan duduk disini. Kenapa gue goblok banget sihh.
"Manda, bola..." Azwar mendekat.
"Stop," memotong kata-kata Azwar.
"Tetap disitu aja," ucap gue menahan sesak di dada.
Bayangan gue ternyata salah. Mungkin gue bisa dapat rekor sebagai cewek halu nomor satu di sekolah ini. Bayangan gue, tentang Azwar yang akan nanya gue kenapa dan gak mau berhenti mendengar kata-kata singkat dan nyebelin akan tetap mendekat ke arah gue, ternyata semua itu salah. Azwar malah pergi dari lapangan basket.
"What! Dia malah nyuekin gue?" batin gue tertohok.
"Gak perlu pertimbangan demi pertimbangan buat pisah sama lo, Azwar" batin gue menyeruak.
Rasanya itu super-duper kesal sama sikap dia yang pengen rasanya banting kursi ke muka dia. Rencana awalnya, gue yang mau balas dendam degan sikap dia yang gak ada rasa penyesalannya sedikitpun malah gue yang semakin kena. Seolah gue cewek habis pake dan dicampakkan. Sumpah serapah bermunculan dan terlontar dari mulut gue. Meskipun sumpah serapah itu tak bisa memutar balikkan keadaan setidaknya gue bisa puas ngehina si cowok brengsek yang selama ini gue anggap baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
POPCORN
Teen FictionCerita cinta gue dimulai dari SMA. Disitulah gila-gilanya gue mengekspresikan perasaan gue . Cinta gue itu seperti popcorn. Bukan karna gue suka popcorn tapi karna cinta gue ke dia itu seperti popcorn yang selalu meletup-letup dan ada rasa asin, man...