Prolog

4.9K 245 33
                                    

Barangkali ada yang salah; bukan aku, atau kamu. Tapi waktu. Seharusnya kita berhenti, tetapi rasa ini mendesak ingin mencoba lebih jauh lagi.

***

Sebelum semuanya ....

“Alin ...”

Prawira Muis tidak pernah sekacau ini dalam mengendalikan emosi. Ketika langkahnya benar-benar berada di dalam rumah, Wira menyapu rata benda apa saja yang ada di atas meja kamar mereka. Pertengkaran hari ini menimbulkan suara-suara benda berjatuhan, teriakan, dan tangisan yang bersahutan.

“Semuanya sudah kuberikan untukmu, Lin, apa lagi yang kamu cari dengan pria itu?!” Wira berteriak. Nyaring suaranya mengalahkan tangisan seorang balita yang mengintip pertengkaran mereka di balik pintu.

“Jangan mendekat!” bentak pria itu. Langkah Alin seketika terhenti. “Aku tidak habis pikir dengan caramu memperlakukan kami, Lin, kamu mengandung anak kita, dan kamu berselingkuh dengan pria itu bahkan sampai anak kita lahir,” Wira mendesis dalam. Ia melepas dasi lalu melemparnya ke lantai.

Wira keluar dari kamar tanpa mendengarkan panggilan Alin yang berusaha menahannya agar tidak pergi.

Sedangkan di tempat lain, kekecewaan yang sama dirasakan oleh Carita. Tetapi, ia tidak menangis. Hanya saja, lututnya yang terasa begitu lemas menyebabkannya tak mampu melanjutkan langkah untuk berjalan ke kamar, sehingga Carita terduduk lemas di atas sofa ruang tamu.

“Mas?” Carita kehilangan cara bernapas yang benar. Dadanya naik turun karena napas yang kian sesak. Bibirnya membiru, lidahnya mampu merasakan rasa asin darah di dalam mulutnya.

“Sayang ....” Gian mendekati Carita dengan langkah ragu. “Apa yang kamu lihat itu ...” Gian menelan salivanya susah payah.

Karena Carita menolak menatapnya. Karena Carita menepis tangannya yang berusaha menggamit dagu Carita agar menatap Gian. Dan karena air mata Carita semakin deras mengalir, Gian merasa kecut.

“Mas, kita sudah memiliki anak. Akan sangat kacau kalau kita akhirnya bercerai karena perbuatan kamu dengan wanita itu,” kata Carita. Hampir seluruh suaranya tenggelam, namun masih didengar oleh Gian, membuatnya tersadar betapa pedihnya luka yang diberikannya untuk sang istri. “Hatiku sakit sekali, Mas, melihat kamu mencium Alin. Apa kamu sempat memikirkan perasaan kami saat kamu mau melakukannya? Perasaan aku, dan Wira?”

Kali ini Carita menatap Gian. Setelah tak satu pun penjelasan ia dapat, Carita lalu berusaha bangkit dan menghapus air matanya. Sejurus dengan itu, Gian menangkap tangannya. “Sayang, kita belum selesai bicara ...”

“Nanti saja, Mas. Aku perlu menemui Gabriel. Dia sudah pulang dari bermain. Dia nggak boleh tahu aku menangis karena kamu.”

Lalu, Carita berlari ke kamar mereka. Tubuhnya meluruh lemas ke lantai dan bersandar di daun pintu.

Sakit sekali rasanya, Mas.

****

Halo ... Aku balik lagi menyapa pembacaku yang budiman ini, haha.

Oh iya, for your information, cerita ‘Before Us ...” ini aku ikut sertakan dalam GMG Fiction Challenge yang diadakan oleh Grass_Media. Karenanya, mohon dukung cerita ini ya. Vote dan komen sebanyak-banyaknya di lapak ini untuk mendukung aku menulis:)

Follow akunku juga biar tahu kabar-kabar tentang cerita ini dan cerita yang lain.

Okay, stay tuned di sini terus, ya!!

Regards,
Ana Rizki

Before Us✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang