Kencan hanya dilakukan oleh sepasang kekasih atau dua manusia yang sedang berada pada masa pendekatan.
—Grisha Kania
•~•
Nyata sekali rasanya.
Gris tidak ingin mama tahu luka ini. Benar-benar tidak ingin. Sebab tak ada yang baik untuk dibanggakan dari sebuah patah hati yang diciptakan oleh hati sendiri.
Baralah penyebab semua ini.
Namun faktanya, Gris tidak ingin menyalahkan Bara atas semua patah hatinya. Tidak. Bara memang salah. Tetapi, yang lebih salah barangkali memang dirinya. Memangnya, apa yang bisa dibanggakan dengan status teman bersama kekasih orang lain? Tidak ada menurut Gris.
Baginya, semua ini akan berlalu. Cepat atau lambat, masa itu akan tiba nanti. Saat di mana ketika Gris melihat Bara, perasaan itu tak lagi ada. Atau mungkin, saat di mana Gris menyebut nama cowok itu, euforia hangatnya tak lagi terasa.
Gris memandangi karya tulis yang dipajang di mading kampus. Karya tulis yang beberapa waktu belakangan juga diterbitkan dalam majalah kampus secara bersamaan. Gris mungkin seharusnya berbangga diri atas pencapaian ini. Tetapi rasanya semua seolah hambar, mengingat saat ia menulis karya ini, Baralah yang duduk menemaninya sampai malam.
“Milikmu, ya?”
Pemuda itu lagi.
Tak ada hal istimewa yang patut diingat dari kenangan masa SMP-nya. Namun, Gris akan mencoba memutar ulang memori bertahun-tahun silam. Di mana pada saat itu, dirinya, Edgar, Ikrar dan Gabriel mengerjakan tugas akhir di penghujung semester sebelum ujian kenaikan kelas berlangsung.
Saat itu, mereka bersama sampai akhir kelas 8.
Hal pada saat itu yang paling diingat Gris sampai sekarang adalah ketika cowok remaja yang baru saja pubertas, punya banyak jerawat di wajahnya, kulit yang ketika diusap memberikan rasa licin di tangan, kulitnya sangat berminyak. Ketika itu, Gabriel sama sekali tidak pantas menjadi idola di sekolahnya—seharusnya begitu pikir Gris—tetapi yang tidak masuk akal adalah sebaliknya, penggemar cowok itu banyak sekali bahkan sampai angkatan kakak kelas pun turut mengidolakannya.
Cowok itu bersama dua temannya benar-benar sangat menyebalkan. Entah benar-benar menyebalkan atau hanya karena hormon gadis yang baru pubertas menimbulkan emosi yang sangat berlebihan, Gris kurang tahu akan hal ini. Yang diketahuinya pasti, setiap kali tiga orang cowok itu hanya duduk santai bersandar di tembok kelas sedangkan ia mengerjakan tugas sendirian, rasanya Gris ingin sekali keluar dari kelompoknya sendiri.
Tetapi saat mereka mengerjakan tugas selanjutnya, Gabriel tak ikut bergabung bersama dua sahabatnya yang bolos ke kantin—ini menggelikan sekali menurut Gris—yang dengan bangga merasa bahwa diri mereka dua bad boy yang lagi-lagi sungguh tidak masuk akal diidolakan banyak cewek-cewek pada saat itu.
Alasan Gabriel tidak bergabung dengan mereka yang menurut Gris konyol adalah; katanya, dia ingin mengerjakan tugas bersama Gris hari ini.
Ketika Gris mendustakan alasan itu, Gabriel malah merampas buku tulis serta pulpennya lalu menulis sesuatu di sana. Yang isinya; Gris itu cantik, tapi galak banget.
“Kenapa emangnya kalau aku galak?!”
Dan Gris semakin galak ketika dia disebut galak.
Gabriel tertawa terbahak-bahak. Memang sinting cowok berjerawat banyak ini. “Kalau kamu galak, nggak ada yang mau sama kamu. Padahal kamu cantik, kan, sayang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Us✓
Teen FictionJatuh cinta pada Grisha Kania adalah sesuatu yang selalu Gabriel lakukan dalam separuh hidupnya. Dengan mengamati gadis itu diam-diam, setidaknya Gabriel merasa cukup. Tetapi, ketika mereka bertemu di reuni SMA, semua tak lagi sama. Gabriel tidak b...