Kebodohan terburukku adalah ketika aku tetap keras kepala untuk bertahan padahal aku tahu sesuatu yang kupertahankan itu salah.
***
Gris tidak menyukai sesuatu yang rumit. Jika ada sesuatu yang mudah kenapa harus memilih yang lebih sulit? Dia selalu berusaha menghindari sesuatu yang rumit itu, atau, jika sudah telanjur terjebak, maka dia akan berusaha lari atau sembunyi. Katakanlah Gris payah. Sebab memang benar begitu adanya.
Untuk hubungannya dengan Bara dan Aruna juga tampak rumit. Gris tidak suka ketika dia terlibat dalam hubungan yang tidak hanya berlandaskan perasaan cinta kepada satu hati. Maka, karena Gris lagi-lagi tidak menyukai sesuatu yang rumit, ia meninggalkan Bara. Padahal, Bara adalah satu-satunya teman laki-laki yang mampu bertahan terhadap sikapnya yang selama ini selalu membuat orang lain enggan dekat-dekat.
Gris mendorong dada Gabriel, menjauhkan tubuhnya dari pemuda itu agar ia bisa menatap wajah Gabriel dengan leluasa. Ditatap Gris wajah Gabriel yang tampak lelah dan seperti tengah putus asa dengan pandangan mata yang mengabur dan terasa panas.
"A-apa kamu bilang?" Gris berusaha mencerna kalimat terakhir Gabriel. Ia berusaha mencari kebohongan di mata pemuda itu, tetapi, Gris tidak menemukannya. "Kamu bilang apa tadi, Gabriel?" Suara Gris hampir terdengar sebagai sebuah teriakan sebelum Gabriel menangkup wajahnya dengan dua tangan.
"Papaku dan mamamu, mereka pernah berhubungan," kata Gabriel. Bukan hanya Gris yang terkejut, pemuda itu juga berusaha menelan penghalang yang mencekat kerongkongannya. Fakta ini terlalu pahit. "Pas kita masih anak-anak, mereka pacaran, Gris."
Gris menarik napas dalam-dalam. Dia menipiskan bibir, gadis itu menatap pemuda di depannya tidak percaya. "Gabriel, tolong jangan bicara sembarangan," tudingnya.
Gabriel mendesah berat. Tubuhnya yang bersandar di dinding gubuk semakin lemas. "Kamu pikir kenapa aku mau bicara sembarangan untuk hal yang nggak sembarangan seperti ini?"
Seketika, untuk yang pertama kalinya, Gris berharap Gabriel membohonginya. Tetapi tatapan pemuda itu tidak pernah mengatakan hal yang sebaliknya selain kenyataan. Gris merasa seluruh tubuhnya lemas, sehingga gadis itu kembali menjatuhkan kepalanya di dada Gabriel. "Kamu tahu dari mana tentang hal itu? Kenapa kamu baru bilang sekarang?"
Memangnya kalau Gabriel mengatakannya sejak dulu, apa yang akan berubah di antara Gian dan Alin? Apa yang akan berubah dengan luka mereka?
Gabriel mengangkat tangannya ke punggung Gris, mengusap pelan punggung hingga bahu yang seketika terasa rapuh dalam pelukannya itu. "Aku juga baru saja tahu setelah mama menceritakan semuanya sama aku, Gris. Seperti kamu, aku juga nggak pernah berpikir mereka bisa melakukan itu."
Yang tidak pernah dilakukan Gris kepada laki-laki manapun, kini dilakukannya kepada Gabriel. Gris membuat kaus putih kumal yang dikenakan oleh pemuda itu basah oleh air matanya. "Kenapa kamu menghilang, El? Kenapa seolah-olah kamu menghindari aku akhir-akhir ini? Apa karena ..." Gris tidak sanggup mengatakannya.
Kesunyian mulai memeluk mereka erat-erat. Gabriel terus melakukannya—mengusap punggung Gris dengan lembut, semakin lama, semakin lembut—seolah dengan cara yang demikian dia bisa menghindar dari pertanyaan Gris yang harus segera ia jawab. Sesungguhnya, Gabriel tidak ingin menjawab tanya gadis dalam pelukannya itu, tetapi Gris akan selalu menuntut sampai ia memberikan.
"Aku nggak menghindar, Gris," ujar Gabriel.
Namun, Gris bersikeras. "Kamu menghindar, Gabriel." ia menatap Gabriel dengan tatapan berbeda. Lalu, Gris menolehkan kepala ke kanan. Gabriel turut mengikuti arah pandang gadis itu. Gris kembali menatapnya. "Dan kenapa benda itu ada di tangan kamu? Kamu mencari pelarian dari masalah kita ke benda itu?" ia menggeleng-gelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Us✓
Novela JuvenilJatuh cinta pada Grisha Kania adalah sesuatu yang selalu Gabriel lakukan dalam separuh hidupnya. Dengan mengamati gadis itu diam-diam, setidaknya Gabriel merasa cukup. Tetapi, ketika mereka bertemu di reuni SMA, semua tak lagi sama. Gabriel tidak b...