Bab 15 : Betapa Berengseknya Papa

566 46 30
                                    

"Mama suka bunga edelweis."

"Susah nyarinya, Gris."

"Kamu nggak mau berkorban buat mamaku?" Dengan sengaja Gris mengerutkan alisnya tajam.

Membuat Gabriel meringis. "Bukan begitu masudku, Gris," elak Gabriel. "Oke, aku cari bunga edelweis-nya. Tapi, kita ke makamnya ditunda jadi minggu depan aja. Nggak masalah?"

Gris tertawa terbahak-bahak. Dia hanya mengerjai Gabriel dengan mengatakan mamanya menyukai bunga edelweis. Walaupun memang benar kenyataannya demikian, tetapi Alina Azhary juga menyukai bunga lili. Atau jika tak ingin repot, Alina Azhary juga akan sangat senang jika diberi bunga mawar putih. Malah, jika papanya yang datang kemari, mawar merahlah yang selalu dibawanya.

"Aku bercanda, El," terang Gris, "mama juga suka bunga lili. Lagian, mama juga nggak masalah walaupun kita datang ke sana nggak membawa bunga. Bagi mama, dengan datangnya aku ke sana saja sudah menyenangkan."

Karena mamanya begitu sederhana. Mamanya tidak pernah menuntut sesuatu yang menyulitkan saat dia masih hidup. Disebabkan oleh hal itulah Gris selalu merasa bahwa mamanya sempurna.

Gabriel membuang napas lega. Mereka kemudian mampir ke sebuah toko bunga. Gris membeli sebuket bunga lili dan Gabriel sengaja membeli sebuket bunga mawar putih segar. "Kenapa kamu beli juga?" tanya Gris ketika mereka melangkah meninggalkan toko bunga.

Gabriel bertanya balik, "Apa bagus kalau aku datang ke rumah mama kamu dengan tangan kosong?"

Gris memutuskan tak lagi mendebat Gabriel. Mereka pun langsung pergi menuju pemakaman. Ketika Gris mengeluarkan sebuah kain berwarna peach dari dalam ranselnya, Gabriel sengaja menoleh pada gadis itu untuk mencari tahu.

Gadis itu mengenakan sweater warna ungu muda bersama celana bahan berwarna cream. Rambut hitamnya yang semula tergerai kini diikatnya membentuk ekor kuda. Gabriel memperhatikan gerakan gadis itu sembari menyetir, sampai ketika Gris mengenakan jilbab pashmina di kepalanya, Gabriel tertegun.

Astaga ... cantik. Gabriel kesulitan dalam mengalihkan pandangannya dari wajah Gris. Seharusnya ia fokus menyetir agar sampai ke pemakaman lebih cepat. Namun gadis ini dengan pesona barunya mampu mengalihkan dunia Gabriel.

"Nggak usah melihat aku sampai melotot begitu. Kamu aneh kalau lagi terpesona," celetuk Gris. Astaga gadis ini!

Gabriel menipiskan bibir untuk menahan senyuman. Perlahan, mobilnya mulai berhenti di depan sebuah gerbang pemakaman umum. Gabriel memasang tudung hoodie-nya untuk menutupi kepala ketika mereka mulai melangkah menapaki jalan setapak yang dikelilingi oleh makam-makam berjejer rapi. Saat Gris hendak mengambil alih buket bunga di tangannya, Gabriel mengangkat satu alis.

"Aku yang bawain bunganya!" Gris menyentak tidak santai. Membuat Gabriel memberikan sebuket bunga yang mereka beli tadi dengan pasrah. "Kamu nggak usah berlagak cool begitu, deh. Nggak biasa aku lihatnya. Aneh."

Gabriel Tirtanara selalu memikat para wanita dengan struktur wajahnya yang tegas dan alis yang tebal. Lalu, ketika alis itu terangkat dengan gaya kalem, para wanita akan langsung terpesona dengan parasnya. Tetapi gadis ini-astaga Gabriel tidak habis pikir-tetap saja bersikap biasa kepadanya.

Cowok yang mempersembahkan mawar putih untuk Alina Azhary itu hanya tidak tahu, bahwa gadis yang berjalan mendahuluinya ini memeluk erat-erat masing-masing buket bunga di tangannya. Dia juga diam-diam tersenyum. Dia tidak membiarkan Gabriel tahu bahwa dalam hatinya sebuah kata terucap; Mama, ini, aku bawa Gabriel. Dia laki-laki yang aku ceritakan sama Mama waktu itu. Dia memberi Mama hadiah mawar putih yang bersih. Dan satu lagi, Ma, dia nggak mau datang menemui Mama dengan tangan kosong.

Before Us✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang