Bab 13 : Ada di Antara Mereka

405 41 12
                                    

Kemarin Gris ke kampus diantar Wira. Gris dan papanya mendatangi makam Alin pukul lima sore dan papanya membawa sebuket bunga mawar merah untuk diletakkan di makam mamanya. 

Dan hari ini pun sama, Gris masih diantar oleh Wira ke kampus.

Gris melihat pertengkaran Bara dan Aruna. Tak ada hal yang membuat Gris tiba-tiba hendak berjalan melewati gedung Fakultas Hukum hari ini. Dan memang seharusnya dia tidak melewati area gedung yang bukan wilayahnya. Di depan sana, beberapa meter dari tempatnya berdiri, Aruna—

Plak!

Aruna menampar Bara. Mereka seperti tidak malu dengan tatapan-tatapan orang lain yang tertuju kepada mereka. Aruna menampar Bara dengan tangan kanan. Hingga wajah Bara tertoleh paksa ke arah kiri. Jika Gris berada di dekat pertengkaran itu, barangkali Gris bisa melihat warna merah bekas cap jari di wajah Bara.

Gris mendengar Aruna berteriak, tetapi Gris tidak mendengar sesuatu yang diucapkan oleh Bara pada gadisnya itu karena jarak yang tidak terlalu dekat. Tetapi ...

Kenapa?

“Kamu itu sadar, nggak, sih, Bar?!” teriak Aruna penuh air mata.

Puluhan mahasiswa menyaksikan pertengkaran itu layaknya sedang menonton bioskop. Beberapa orang berbisik membicarakan adu mulut yang tengah mereka saksikan. Sedangkan Gris mematung di tempatnya berdiri. Bara adalah laki-laki paling ideal yang pernah dikenal Gris.

Wajahnya tampan bagi mata siapa pun yang melihatnya, dari jarak jauh atau pun dekat. Tubuhnya tinggi dan kurus. Terkadang di beberapa situasi, cowok itu pintar dalam hal menempatkan diri. Kadang, ia tak bertanya hal apa yang mengganggu mood Gris, tetapi ia bisa menenangkan dengan cara yang benar. Atau, sebuah pelukan tak segan ia berikan sebagai penawar untuk Gris.

Hanya saja cowok itu gemar menjadi tokoh utama dalam sebuah pertengkaran—dengan wanita.

“Sadar apanya lagi, Run? Kalau kamu nggak ngomong sama aku mana bisa aku ngerti mau kamu apa,” balas Bara. Gris tahu emosi dari laki-laki itu sedang meletup-letup. Seharusnya Aruna tidak lagi berbicara dengan nada tinggi.

Aruna membentak lebih nyaring, “Aku bilang jangan bertemu gadis itu lagi, Bara!”

“Iya! Aku nggak bertemu Gris lagi! Sekarang kamu nggak percaya juga?” Bara mengacak rambut frustrasi. Rahangnya mengetat menahan emosi.

Jantung Gris berdebar, namanya disebut sebagai penyebab dari pertengkaran sepasang kekasih di depan sana. Mahasiswa Hukum yang mengenal Gris, atau setidaknya tahu dengan Gris, perlahan mulai menyadari kehadirannya. Mereka berpikir; Oh, jadi si Apatis ini yang jadi penyebab pertengkaran.

Lalu, Aruna meninggalkan selasar Fakultas Hukum. Pertengkaran selesai. Mata-mata penuh selidik berhenti mengulitinya dengan tatapan. Lutut Gris lemas. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa aku terlibat dalam masalah yang seperti ini terus?

Gris kira setelah pembicaraan dengan Aruna di kantin dan pertengkaran dengan Bara di gedung fakultasnya kala itu masalah sudah selesai. Gris salah.

Gris menyesal telah berkeliling dan melewati kampus hukum ini. Dan kemudian gadis itu memutar balik langkah untuk mencari jalan lain yang akan membawanya kembali ke area perkuliahan yang bebas dari pertengkaran. Retina Gris melebar ketika sosok tinggi berdiri tiba-tiba di depannya.

“Gabriel!” pekik Gris terkejut.

Lelaki itu mengangkat satu alis, lalu menatap ke depan, ke tempat yang membuat Gris menyesali keputusannya melewati gedung perkuliahan ini. Gabriel menatap Gris lagi. “Ngapain ke sini?”

Before Us✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang