Dia bertahan di antara rasa rumit yang meluluhlantakkan. Hal itu membuktikan bahwa cintanya memang tidak terkalahkan.
***
"Ahhh." Gabriel mendesah nikmat setelah menghabiskan secangkir latte buatan Gris. Pemuda itu menatap gadisnya yang masih menyesap latte yang sama di cangkir yang berbeda. Sambil terus memandangi Gris, Gabriel memukulkan ujung kemasan rokok yang belum dibuka ke telapak tangannya.
Tiba-tiba, benda di tangan Gabriel berpindah tanpa seizinnya. Pemuda itu mengangkat kepala, rupanya Grislah pelakunya. "Kok, diambil?"
Bibir Gris terkatup rapat, tangannya memegangi bungkus rokok itu kuat-kuat. "Sayang, cuma satu," Gabriel mengemis. "Kasih aku sini." Dia menadahkan tangan.
Mungkin karena Gris tidak bergerak sama sekalilah yang menjadi penyebab Gabriel menarik kursinya mendekat ke arah gadis itu dengan posisi tubuh menyamping, menghadapnya. Ia memegang dagu Gris lalu menariknya, membuat mereka bertatapan. Gabriel mengangkat satu alis, menantang gadisnya.
"Apa, Gabriel?"
"Kasih rokoknya." Gabriel menggoyangkan tangannya yang lain. Namun, Gris tidak menggubris.
Dan, Gabriel melakukannya. Dengan satu kali tarikan, bibir tipis Gris sudah berada di dalam kuasa bibir Gabriel. Mata Gris membelalak lebar, demi apa pun, dia mendengar suara kecupan Gabriel di bibirnya. Gris belum siap dengan serangan Gabriel ini, sehingga ia menggigit bibir bawah pemuda itu agar melepaskan ciuman. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Gabriel turut menggigit bibirnya hingga terbuka dan lidah pemuda itu menyusup masuk.
Gabriel mengakhiri ciuman dengan kecupan di sudut bibir Gris sebanyak dua kali. Lalu, ia tersenyum miring melihat mata gadisnya separuh tertutup dengan bibir yang terbuka.
"Rasa latte," kata Gabriel. "Manis. Susunya berasa banget."
Pipi Gris memerah. "Aku belum siap!"
"Sekarang siap-siap." Gabriel meletakkan gelas latte Gris di atas meja, lalu melanjutkan ciuman.
Ciuman pemuda itu membuat Gris hampir gila. Kecupannya di atas bibir Gris seperti sihir yang membius, membuat Gris takluk dan tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah pada kuasa pemuda di depannya. Mulut Gabriel terasa manis di mulutnya, kemudian Gris terkesiap saat tangan Gabriel mengangkat tubuhnya ke atas pangkuan dan perlahan naik mengusap punggung Gris.
Gabriel menarik diri tanpa benar-benar memutus ciuman. Mereka bertatapan. Gris melihat mata itu berkabut. Keceriaan di mata Gabriel telah hilang digantikan oleh kekalutan. Karena perasaan mereka serupa, maka, Gris mengalungkan lengannya di leher Gabriel dan memulainya lagi.
Seperti Gabriel, malam ini, Gris hanya akan melihat Gabriel sebagai kekasihnya. Dia mencintai pemuda itu terlalu dalam, terlalu banyak.
Keduanya terlena dalam ciuman yang teramat sangat memabukkan. Gris tak lagi peduli sudah sejak kapan harga dirinya hilang direnggut oleh ciuman Gabriel yang membuatnya gila ini. Jika pagutan bibir mereka tidak terlepas, Gris barangkali tidak menyadari di mana dirinya kini berada; di atas ranjang besar dengan langit-langit kamar berwarna abu-abu.
Mereka begitu rapat, tidak memiliki jarak. Rengkuhan Gabriel di punggungnya sangat erat, sangat dalam. Gabriel mengatakan bahwa malam ini akan ada peristiwa yang tidak terlupakan. Kini, Gris mengerti bahwa inilah itu.
Gabriel menarik ikat rambutnya membuat helai hitam lembut itu tergerai indah menyentuh punggung. Tangan Gabriel membelainya. Sementara, Gris merasakan wajah wajah pemuda itu berada di ceruk lehernya, lalu jejak basah mulai dirasakan Gris bersama bisikannya yang pelan, tetapi dalam. "Aku menyayangi kamu lebih dari apa pun. Aku akan melakukan apa pun untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Before Us✓
Teen FictionJatuh cinta pada Grisha Kania adalah sesuatu yang selalu Gabriel lakukan dalam separuh hidupnya. Dengan mengamati gadis itu diam-diam, setidaknya Gabriel merasa cukup. Tetapi, ketika mereka bertemu di reuni SMA, semua tak lagi sama. Gabriel tidak b...