Melamar

4.7K 174 0
                                    

    Dimas kembali keruangan Keisya dengan tergesa-gesa. Sudah lama ia merindukan gadis itu dan baru dipertemukan sekarang. Namun, diruangan Keisya kosong dan tempatnya sudah dirapikan. Apa kakaknya sudah menjemput Keisya? Tap seingat-ingat Dimas, Keisya anak tunggal. Apa kakak sepupu? Dimas berusaha membuang pikiran negatifnya.

  Didalam mobil, Keisya tidak bicara sama sekali padahal dari tadi mulut Andi sudah berbusa karena khawatir Keisya masuk rumah sakit lagi. Apa yang sebenarnya Keisya pikirkan?

   Sampainya dirumah, Keisya berjalan meninggalkan Andi yang berusaha mengejarnya. Andi mengunci pintu dan menyusul Keisya dikamar. Tapi kenapa Keisya sudah membungkus dirinya dengan selimut dan lebih buruknya lagi membelakangi suaminya.

"Dek, kamu kenapa seperti ini? Tidak biasanya kamu cuek dengan kakak." Andi berbaring disamping Keisya.

   Keisya sama sekali tidak bergeming. Ia tidak menolak dan tidak membalas pelukan suaminya.

"Dek, lihat kakak!" Andi ingin mengubah posisi tidur Keisya tapi Keisya menahannya. "Dek, lihat kakak. Kalau tidak kakak akan pergi," bentak Andi.

   Kesabaran Andi sudah benar-benar habis. Dimobil? Dikamar? Keisya terus diam. Apa Andi punya salah?

  Mendengar bentakan dari suaminya, Keisya akhirnya mengubah sikap tidurnya dan apa ini. Keisya menangis. Apa sikap Andi berlebihan tapi sepertinya tidak.

"Kakak minta maaf dek. Kakak tidak berniat untuk membentakmu. Maaf," Andi menghapus air mata Keisya.
"Ini bukan salah kakak. Kei tidur duluan kak. Kepala Kei sakit," Keisya memeluk Andi dengan sangat erat.

   Pelukan Keisya sangat erat sedangkan yang mendapat pelukan hanya diam saja. Lebih baik Keisya memeluknya sangat erat dibandingkan harus didiamkan oleh istri tercintanya itu.

  Mereka akhirnya tertidur dalam kenyamanan. Pelukan itu tidak pernah meregang sampai tiba saatnya matahari terbit dan cahaya masuk melalui gorden yang berkain tipis.

"Kak bangun. Sudah pukul 7, kakak harus kekantor," Keisya menggoyang-goyangkan badan Andi sedikit keras tapi tidak ada respon.

  Sebenarnya sejak dari tadi Andi terbangun tapi karena tidak ingin merusak tidur istrinya dia berpura-pura tertidur pulas. Andi menarik badan Keisya untuk kembali tidur disampingnya.

"Ihh kak lepaskan. Kei sesak," Keisya berpura-pura sesak napas.

   Andi yang melihat itu dengan cepat melepaskan pelukan Keisya. Keisya sendiri tertawa renyah. Baru kali ini, ia berhasil membuat Andi tertipu dengan bercandanya.

  Hari ini mata kuliah Keisya masuk siang. Tapi tetap saja Keisya ingin berangkat pagi karena ingin bertemu sahabatnya. Keisya ingin meminta pendapat Mira dan Nurul tentang kedatangan Dimas.

"Hah? Dimas? Teman kecil kamu mau melamar kamu! Yang benar saja Kei?" Nurul tersedak mendengar perkataan sahabatnya itu.
"Apa Andi tahu tentang Dimas? Apa Dimas tahu tentang kamu yang sudah milik orang lain?" Mira mulai angkat bicara.

  Pertanyaan dari Mira dijawab gelengan kepala dari Keisya. Sedangkan Nurul mengucap istighfar, tidak semestinya ia bersikap seperti itu.

  Dari mata Keisya. Mira dan Nurul dapat mengerti kalau sahabatnya sedang meminta pendapat. Mira terlihat berpikir dan mulai memberikan sarannya.

"Kalau pendapat saya Kei. Kamu harus mengajak Andi dan Dimas untuk bertemu disatu tempat. Kamu bicarakan dengan baik-baik agar mereka tidak saling tersinggung. Jika salah satu diantara mereka marah dan itu Dimas, biarkan untuk sementara ia melampiaskan kemarahannya lalu jika sudah tenang ajak lagi bertemu sedangkan jika itu Andi, yakinkan bahwa diri kamu hanyalah miliknya. Tapi jika kedua-duanya marah, utamakan Andi karena surgamu ada disuamimu bukan teman kecilmu," Mira memang tidak pernah berubah.

   Setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Mira, Keisya cerna dengan baik-baik. Pendapat itu benar-benar bagus. Tapi untuk waktu dekat ini, Keisya tidak bisa mempertemukan mereka karena Keisya sibuk kuliah, belum lagi kepalanya sering pusing dan Keisya tentu tahu kalau pekerjaan Andi sangat banyak.

  Ucapan terima kasih dari Keisya untuk sahabatnya karena mau mendengar masalahnya.

  Perut Nurul sudah semakin besar. Sepertinya berat badannya sangat berbeda saat ia belum hamil tapi bagaimanapun Nurul, Raihan berjanji untuk tetap bersama sampai maut memisahkan.

  Selain perut Nurul yang sudah membesar, ada juga kabar baik dari Mira. Mira sudah berbadan dua semejak satu bulan yang lalu. Anak-anak mereka nantinya hanya berbeda beberapa bulan. Usia kandungan Nurul sudah hampir 5 bulan, Keisya 3 bulan dan Mira 1 bulan. Yah? Waktu berlalu begitu cepat, tapi semenjak bertemu dengan Dimas di rumah sakit ia tidak pernah lagi melihatnya. Tapi akhir-akhir ini, Dimas sering mengirim pesan melalui WhatsApp. Hanya saja Keisya membalas dengan seadanya saja. Ia ingin Dimas mundur dengan sikapnya yang cuek.

   Ada satu pesan Dimas yang baru saja terkirim di gawai Keisya. Keisya melihatnya sebentar lalu matanya membulat memebaca pesan yang Dimas kirim.

"Tunggu Icha, kak." Keisya segera pulang dari kampus.

  Dengan memesan taksi online, Keisya menuju cafe dimana Dimas berada. Perasaan khawatir itu muncul secara mendadak.

"Dimana teman saya yang bernama Dimas, mbak? Apa dia sudah sadar? Apa keluarganya tidak ada untuk menjemputnya?" tanya Keisya  terengah-engah karena terlalu terburu-buru.
"Mari mbak, saya antar."

   Pegawai itu berjalan didepan Keisya agar Keisya dapat melihat keadaan Dimas. Setelah sampai di dalam cafe semua bersorak melihat Dimas mengungkapkan cintanya kepada Keisya.

"Apa ini? Dimas membohongiku. Ya Allah hamba harus bagaimana sekarang?" gumam Keisya melihat Dimas berdiri didepannya sambil memegang sebuah kotak persegi empat dengan cincin berlian yang ada didalamnya.

  Melihat Keisya hanya berdiri, Dimas menghampirinya dan mengatakan sebuah perkataan yang semakin membuat dada Keisya sesak.

"Apa kamu mau menikah denganku?" bisik Dimas halus ditelinga Keisya.

  Tamu yang berada di cafe saat itu bersorak meminta Keisya menerima lamaran Dimas. Diantara banyaknya tamu, hanya satu orang yang bersorak didalam hatinya agar Keisya menolak lamaran Dimas.

  Dengan perasaan tidak menentu, Keisya mengambil cincin Dimas lalu mau mengembalikkannya tapi belum sempat Keisya melakukannya sebuah pukulan keras menghantam pipi Dimas.

"Kak Andi?" Keisya terlihat terkejut.

   Mata Keisya membulat bahkan ingin keluar dari tempatnya. Keisya yakin suaminya mengira ia mau menerima lamaran Dimas. Mengapa harus begini?

  Setelah mendapat pukulan dari Andi. Dimas seperti mengingat sesuatu. Laki-laki ini pernah ia lihat di supermarket tapi tidak terlalu jelas karena keburu Andi membawa Keisya pergi apalagi pada saat itu Andi memakai topi sama seperti dirinya.

  Andi semakin mendekat kearah Dimas, ingin memberikan pukulan yang kedua tapi tiba-tiba mata Andi membulat ketika melihat luka bekas jahitan di dahi Dimas. Andi yakin ia tidak salah tebak.

"Dimas?" ucap Andi sangat pelan tapi Dimas masih bisa mendengarnya kecuali Keisya.

Jika penasaran mengapa Andi mengenal Dimas. Lanjut yah ke chapter berikutnya. In Syaa Allah dalam beberapa hari kisah JPU akan selesai tapi author juga nggak yakin bisa selesaikan dengan cepat, karena tugas menumpuk.

Follow akun wattpad aku

Jodoh Pilihan Ummi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang