Takut

5K 190 3
                                    

   Usia kandungan Keisya sudah menginjak sembilan bulan. Kata dokter persalinannya hanya tinggal menghitung hari. Andi kembali bekerja di kantor. Banyak yang harus ia selesaikan akhir-akhir ini. Banyak klien yang meminta proyek yang mereka kerjakan dengan Andi harus selesai dengan cepat. Sedangkan Keisya hanya berdiam diri di rumah. Jika ia bosan maka sasarannya hanya tanaman yang ada di halaman rumahnya.

   Sambil mengelus-elus perutnya, Keisya memikirkan jenis kelamin anaknya. Ia sengaja tidak melakukan USG karena ingin tahu secara langsung setelah kelahiran anaknya. Andi juga tidak keberatan dengan permintaan Keisya yang tidak mau melakukan USG. Jenis kelamin perempuan atau laki-laki, mereka tidak sama sekali memperdulikannya, asalkan anak mereka lahir dengan normal dan selamat. Setiap shalat mereka hanya berdoa untuk satu hal, agar anak mereka tidak di renggut lagi.

   Hari ini Keisya, mengundang kedua sahabatnya agar datang ke rumah. Baru saja beberapa hari tidak bertemu, Keisya sudah rindu dengan sahabatnya apalagi dengan anak Nurul. Usia Muhammad Aziz baru menginjak dua bulan, tetapi badannya sudah besar, mungkin karena asi yang sehat dari Nurul.

   Kedua sahabat Keisya datang bersamaan. Keisya hanya menyiapkan jus jeruk dan cemilan kacang telur. Diantara mereka bertiga, Nurul sangat suka dengan makanan. Perutnya akan langsung keroncongan ketika melihat makanan.

"Kei, perut kamu kok besar banget? Anak kembar mungkin Kei," tebak Mira setelah mengamati dengan detail perut Keisya.

   Perut Keisya memang berbeda besarnya dengan Nurul saat usia kandungannya sembilan bulan. Jadi pantas saja jika Mira menebak anak Keisya kembar. Tetapi Keisya hanya menghiraukannya. Meskipun perutnya lebih besar daripada perempuan yang biasanya mengandung, tetap saja ia tidak akan menduga jika anaknya kembar.

"Tidak mungkin lah kembar Mir. Perut aku memang besar tetapi tidak berat." jawab Keisya lalu memakan cemilan yang ada di meja.
"Tidak ada yang tidak mungkin Kei. Jika Allah sudah berkehendak, tidak ada satupun manusia yang bisa menghentikannya." Nurul menimpali percakapan kedua sahabatnya.

   Tiba-tiba Keisya merintih kesakitan. Roknya basah akibat air ketubannya telah pecah. Mira dan Nurul panik. Mereka tidak bisa membawa Keisya ke rumah sakit karena Mira sedang mengandung besar sedangkan Nurul ada anaknya yang harus ia gendong. Dipikiran Nurul terlintas untuk menelpon Andi tetapi Andi tidak mengangkat telponnya. Sepertinya Andi sedang rapat. Lalu Nurul dan Mira berusaha untuk menelpon suami mereka masing-masing tetapi hasilnya nihil. Para suami sibuk dengan pekerjaan untuk mencari nafkah bagi keluarganya, tetapi lupa bahwa yang terpenting itu mereka harus selalu hadir ketika istri membutuhkan bantuan mereka. Siapa yang akan mereka nafkahi jika istri dan  anak mereka tidak ada?

"Perut aku sakit Mir. Aku tidak bisa tahan lagi," ucap Keisya di tengah-tengah isakan tangisnya.
"Sabar Kei, kita lagi cari bantuan. Aku dan Nurul berusaha untuk menelpon suami kamu," jawab Mira berusaha agar tenang.

   Sudah sepuluh kali Mira dan Nurul mencoba tetapi tetap saja hasilnya nihil. Untuk kesebelas kalinya, Mira melantunkan doa agar Andi mengangkat telepon darinya.

"Kenapa Mir? Tadi aku lagi rapat tidak bisa angkat telepon kamu," terdengar suara Andi dari gawai Mira.

"Istri kamu mau melahirkan Andi. Cepat pulang, Keisya sudah tidak bisa menahan sakitnya lagi. Aku dan Nurul tidak bisa membawanya ke rumah sakit,"

"Hah. Keisya mau melahirkan? Baik. Aku akan segera pulang,"

   Andi memutuskan telepon secara sepihak. Ia takut untuk kehilangan yang kedua kalinya. Dengan mengendarai mobil secepat mungkin, Andi hanya akan membutuhkan waktu lima belas menit agar sampai di rumahnya. Ia sudah mendapatkan beberapa peringatan dari pengendara lain agar tidak berkendara dalam kecepatan melibihi batas yang sudah ditentukan, tetapi ia hanya menghiraukannya. Keselamatan Keisya dan anaknya lebih penting daripada dirinya.

   Akhirnya Andi sampai di rumahnya dan melihat Keisya yang merintih kesakitan. Ia segera mengangkat Keisya menuju mobilnya diikuti oleh Mira dan Nurul. Kepanikan terpancar dari wajah letih Andi. Ia membawa Keisya ke rumah sakit terdekat yaitu rumah sakit Melati.

"Dok, tolong selamatkan istri dan anak saya," ucap Andi memohon setelah Keisya di masukkan ke ruangan persalinan.
"Kami akan berusaha pak. Silahkan tunggu diluar!" jawab dokter Iren.

   Andi terus melantunkan doa agar istri dan anaknya selamat, begitu pula dengan kedua sahabat Keisya. Mereka menunggu dalam kekhawatiran, karena wajah Keisya sudah sangat pucat ketika masih berada di dalam mobil.

   Ruangan persalinan yang di tempati Keisya kedap suara. Hal itu mengakibatkan Andi tidak bisa mendengar apa yang terjadi di dalam ruangan. Apakah istrinya akan melahirkan secara normal ataukah tidak?

   Dokter Iren keluar dengan wajah yang sulit diartikan. Andi dengan cepat menghampiri dokter Iren dan menanyakan kondisi istri dan anaknya.

"Bagaimana dok dengan istri dan anak saya?" tanya Andi khawatir.
"Alhamdulillah bu Keisya melahirkan secara normal dan anaknya kembar, laki-laki dan perempuan tetapi," dokter Iren yang semula tersenyum berubah menjadi datar.
"Tetapi apa dok?" tanya Mira panik.
"Bu Keisya memaksakan diri untuk melahirkan secara normal dan itu mengakibatkan dia banyak kehilangan darah dan kondisinya saat ini berada di ambang kematian. Jika ia tidak sadar sampai esok pagi maka ia akan dinyatakan sudah meninggal dunia karena saat ini kehidupannya hanya dibantu dengan alat medis,"

   Mendengar penjelasan dari dokter Iren, tubuh Andi seperti patung. Ia tidak ingin kehilangan istrinya apalagi anaknya pasti membutuhkan sosok ibu. Ia bisa saja menjadi seorang ayah sekaligus ibu tetapi tetap saja itu akan berbeda.

   Andi memutuskan untuk pergi melihat anaknya yang telah dipindahkan ke ruangan lain. Ia mengadzani anaknya secara bergantian. Tangisnya kembali pecah ketika melihat kedua anaknya. Setelah melihat anaknya, ia pergi ke masjid untuk mendoakan keselamatan istrinya. Sungguh ia tidak ingin istrinya berpulang ke sisi Allah begitu cepat. Tetapi ajal, rezeki dan jodoh telah Allah tentukan sebelum kelahiran manusia.

Author lagi bimbang mau buat happy ending atau sad ending. Tetapi author tidak mau mengecewakan pembacanya. Jadi bingung kan.

Buat pembaca JPU terus berdoa yah agar author buat endingnya happy.

  

   

Jodoh Pilihan Ummi (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang