―Wilma
"Jujur sama diri lo sendiri, lo suka apa enggak sama dia? Kalau enggak ya jangan terus-terusan lo kasih dia harapan, kalau iya ya bilang, hello udah abad 21, masih aja mikir harus cew―"
Gue menghembuskan nafas kasar, di tengah pembicaraan bersama sepupu gue Jules, dengan cepat gue memotongnya. "Iya tau, tau. Justru itu masalahnya..." helaan nafas kembali terhembus begitu aja, "gue gak tau perasaan gue ke Hans itu kayak gimana."
"Gini, gini, lo kalau deket dia ngerasa gimana gak? I mean, is your heart pounding so hard or do you feel like there are thousands of butterflies on your stomach?"
Entah udah keberapa kalinya gue menghembuskan nafas. Gue menyandarkan punggung dengan kasar ke kursi cafe, mendongakkan kepala karena rasa frustasi yang tak kunjung hilang.
"Tadi pagi gue liat Hans di tag sama Nita, you know Nita, right? Dia gak bales chat gue dari kemaren, di read juga enggak."
"...and then?"
Gue mengedikkan bahu, "Gak tauu."
"Ya lo perasaannya gimana? Tolong jangan bilang 'gak gimana-gimana', muak gue lama-lama denger jawaban itu itu lagi. Gue pengen denger jawaban jelas."
"Kok lo yang galak sih? Heran gue."
Jules merotasikan matanya, mengambil french fries kemudian ia celupkan ke saus dan dilemparkannya ke arah gue.
"Jules, apa sih?!"
"Apa perasaan lo pas gue lempar?"
"Ya marah lah, bete, kesel, lo kurang kerjaan banget sih, kotor nih. Makanan jangan di buang-buang. Ngeselin!"
Gue membersihkan baju yang kotor, berniat membalas kelakuan jahil sepupu gue yang satu ini tapi ia malah tergelak sambil mencoba menghentikan gue.
"Dulu, dulu, hahahaha. Lo lempar gue tampol nih, hahaha."
"Jahat sumpah, gak suka."
Begitu tawanya mereda, Jules menenggak beberapa teguk mojito-nya sebelum akhirnya dia buka suara. "Wil, maksud gue tuh kayak gitu. Yang jelas, perasaan tuh gak ada yang abu-abu. Kalau suka ya suka, marah ya marah, tempatkan semua perasaan pada tempatnya. Nah sekarang, lo pikirin deh tuh, perasaan lo sama si Hans tuh kayak gimana? Once again, gak ada perasaan yang abu-abu, warna baru abu-abu."
"Jayus..." sahut gue kesal.
"Gue gak ngelucu kok." ujarnya dengan annoying face sambil menggoyang-goyangkan bahunya.
"But Jules, I don't want to compete." jelas gue.
"Siapa yang nyuruh lo compete? Sama siapa emang, hah?"
Teringat semua kejadian yang membuat sampai hari ini gak pernah mau orang lain tau soal kedekatan gue dan Hans, tidak lain dan tidak bukan karena Nita. Berapa kali dia nyoba untuk mengorek-ngorek ataupun mengalihkan Hans dari gue, dan itu yang bikin gue ngerasa tersaingi―I mean, kalau emang dia gak mau gue deket sama Hans, ya gak gitu juga caranya, too obvious.
"Tau kan lo, selama ini gue selalu diem-diem tiap kali ketemu, pulang bareng, atau jalan sama Hans. Gue gak mau orang tau terus gue di ceng-cengin. Gue juga gak enak sama Nita."
"Nih ya Wil, gue kasih tau, sepinter-pinternya lo nyimpen bangke, pasti bakal kecium. And hello, earth to Wilma, gak enak atau cemburu?" Jules menggoda gue dengan menaik turunkan alisnya.
Cemburu. Begitu kata itu lolos dari mulut Jules, ada sinyal-sinyal menyebalkan yang mengusik gue.
Melihat terdiam cukup lama, Jules agaknya menangkap kerisauan gue. "Wil, deal with your feeling, jangan lo lawan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush (Complete ✔️)
ChickLitCrush (krəSH) = "a crowd of people pressed closely together, especially in an enclosed space"// "a brief but intense infatuation for someone, especially someone unattainable or inappropriate"ーOxford Dictionary ~~ "Kak..." "Stop, udah berapa kali gu...