Chapter 26. Long night

294 41 12
                                    

―Hans

"Cepet kocok, kelamaan ish." suara Diana memecah embun dingin malam di Ranca Upas malam ini.

Yeah, welcome to the jungle, guys.

Perjalanan yang cukup menguras tenaga, karena gue yang jadi supir dadakan hari ini setelah drama singkat terjadi sebelum berangkat tadi. Janjinya Gama yang bawa mobil, tapi karena satu dan lain hal jadinya gue yang bawa.

Duduk melingkari api unggun sembari menghangatkan tubuh emang udah paling juara, disisi lain ada Pire yang memeluk gitar sambil memetik senar pelan-pelan. Di saat saat kayak gini, gue berharap ada Wilma.

Ngomongin Wilma, gue gak mendapati kabar apapun sejak tadi sore sebelum berangkat. Gue gak mau terlalu berharap juga akan mendapati kabar atau balasan darinya, terlebih sejak menginjakkan kaki disini, gue gak mendapati satu bar pun sinyal.

Kembali ke kegiatan kami tadi, spin the bottle. Tugas Indri yang mengocok undian dari dalam gelas kecil, berisi antara truth atau dare yang sengaja di persiapkan sore tadi sebelum api unggun dinyalakan.

"Hap, nih udah." ujarnya setelah gulungan kertas keluar, "Ah gak rame, siapa yang bikin beginian sih?" tambahnya kecewa membuka gulungan yang keluar tadi.

"Apaan emang?" dari seberang Diana mengulurkan tangannya, penasaran apa isi gulungan tersebut.

Sedang, yang kena tunjuk dari moncong botol terlihat santai-santai aja dari tadi.

Sambil menyedot cairan di hidungnya karena efek suhu yang rendah, gantian Nita yang mengambil gulungan dari tangan Diana. "Yash, gapapa, gue mau kok hahaha."

"Ini cewek-cewek demen banget bikin orang penasaran, apaan sih, spill napa?"

"Bikin kopi buat besok pagi Re, terus ngasihin ke orang pertama yang di liat besok pagi." ujar Diana menjawab pertanyaan Pire. "Tau gak, gue curiga, ini mah Cia yang bikin, ngaku lo? Berharap dia yang dapet ini terus kesempatan deh sama Gama. Yeuu, bucin."

Yang di tuduh cuma ketawa-ketawa aja sambil nunduk malu, ekor matanya menangkap sosok Gama yang dipacarinya beberapa bulan ini. Gue gak menampik bahwa Cia merupakan salah satu cewek yang gue pepet setelah ospek.

Blame me for that, karena gue gak mau kehilangan lini depan untuk tim inti visual art. Like, damn, siapa yang gak kenal Marcia? Dan terbukti di battle art dua bulan lalu, dia jadi juara pertama. Gue gak menyesal atau merasa bersalah, toh pada akhirnya orang lain yang jadi sama dia. Karena emang sedari awal, gue gak ada maksud apa-apa, but yeah, terkadang gue juga salah mepet-mepet cewek yang malah baperan.

And for God sake, I wish Wilma bisa baper sama gue. Susah banget sih. Apa gue harus minta kiat-kiat sama si Ken?

"Main lagi gak nih?"

"Mending nanyi, gue gitarin. Gak rame kita mainan cuma sedikit gini, enaknya pas makrab." gumam Pire masih dengan posisi memeluk gitarnya.

Pada akhirnya kami duduk di depan api unggun sambil bersenandung memecah heningnya malam, ditemani suara sayup-sayup suara hewan nokturnal yang sengaja keluar dari persembunyiannya.

Namun, kegiatan itu hanya berlangsung beberapa jam saja sebelum satu persatu manusia yang melingkar di depan api unggun pamit masuk ke dalam tenda. Gue memetik gitar cokelat milik Pire yang ia tinggalkan sambil bernyanyi pelan.

Nyaris subuh, nampak bintang-bintang mulai tenggelam di ufuk. Nita berjalan ke arah gue yang sedang sibuk menambah kayu untuk bahan bakar api unggun yang mulai meredup. Embun pagi agaknya gak bersahabat, hampir semua kayu dalam keadaan lembab dan basah. Mau gak mau, gue harus mengikis sedikit bagian kayu yang basah dan melempar bagian yang kering ke dalam lingkaran api.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang