Chapter 17: Hi, Ken

308 43 19
                                    

ーHans

"Ngapa lo? Mojok gitu, sedih amat mukanya?"

Gue hanya melempar pandang dengan Pire begitu ia masuk, menemukan se-onggok danging ini yang sedang meratapi nasib di pojok sekre. Melihat gue gak merespon pertanyaanya, Pire langsung salah tingkah.

"Kenapa sih lo Hansem? Tumben amat diem-diem." katanya sambil mengendus-endus, "Lo gak boker kan?"

Njing.

"Asem lo, temen galau malah diledekin."

"Uluh-uluh, galau kenapa? Sini cerita sama Om Pire."

Lagi-lagi gue mengabaikan pertanyaan Pire. Berhubung sekarang udah mulai latihan untuk komdis, persiapan ospek tahun ini, gue ada di kampus di saat yang lain lagi enak rebahan menikmati libur.

Iya, gue direkrut lagi. Bangsaaaaatttt. Tapi untung gue gak dicalonkan atau disuruh jadi wakoor lagi. OGAH! Jadi gue sekarang hanya rakyat jelata. Alasan gue menolak juga masuk akal kok, gue gak mau dualisme jabatan. Eh bener ya 'dualisme'? Ah pokoknya gue gak mau double job, nanti pas UKM day gue yang uring-uringan.

"Hm, iya iya, angin doang gue mah. Angin lalu." protes Pire.

"Lo angin yang keluar dari knalpot, ampas." komentar gue pedas.

"Njir, gue buang angin juga lama-lama."

Kami terkekeh, sampai suara tawa kami bergema di ruang sekre. Seharusnya si Pire ada di sekre DPM, malah ngikut gue kesini. Ganggu waktu galau orang aja.

"Istirahat berapa lama lo Hans?" tanyanya sambil mengecek jam di ponselnya.

Gue mengangkat bahu, sumpah gak mood lagi gue, gegara kejadian tadi. Asem banget idup, udah memutuskan pilihan ada aja ujiannya. Pake ketemu segala sama mantan Wilma. Gue hanya bisa menghela nafas pasrah setelah ngeliat post di instagram Wilma.

 Gue hanya bisa menghela nafas pasrah setelah ngeliat post di instagram Wilma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

ーWilma

"Lah Wil, kok disini?"

Gue menoleh, ternyata Hans.

"Hehe, iya. Ngurusin ini." gue menunjukkan lembaran berkas untuk beasiswa. "Lo udah mulai training ya?"

Hans mengusap tengkuknya, mengangguk menjawab pertanyaan gue. Kemudian ia menempelkan pantatnya di kursi panjang depan kantor kemahasiswaan fakultas, tepat di sebelah gue. Kaos hitam Hans penuh debu, celana training-nya juga. Tangannya menepuk-nepuk debu yang menempel, membuat gue penasaran.

"Kok debuan?"

Hans menarik nafasnya seraya terkekeh. "Seri." jawabnya singkat.

Gue menekuk alis, "Seri? Berapa? Kok bisa?"

Lelaki disebelah gue mengedikkan bahunya. "Gak perlu ada alasan, kalau satu salah ya semua kena. Abis tadi cepe, pegel tangan gue."

Wah, seratus push-up? Bukan komdis itu mah, body building.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang