Random Chapter : I'll tell you why

352 48 28
                                    

―Wilma

"Udah? Abis?" komentar Hans setelah kami selesai menonton Fantastic Beast yang ke dua.

"Ye, emang mau berapa lama?" seru gue sambil mengunyah chips kentang, "Tapi rame kan?"

Hans menatap gue sembari mengedikkan bahunya, kini ia ikut-ikut membenamkan jemarinnya ke dalam bungkus hijau berisi keripik remahan yang tersisa.

"Damn, ini juga abis?" ia menggelengkan kepalanya melihat gue yang menyunggingkan cengiran tanpa dosa.

"Laper abisnya. Eh lo gak ke kelas nih?" gue melirik jam dinding merah di sekre. "Katanya jam satu ada kelas?"

Bukannya bangkit, ia malah merebahkan diri ke karpet hijau bulukan yang entah kapan terakhir di cuci. Tapi begini juga ini karpet penuh sejarah dan ada magicnya, susah menahan untuk gak rebahan disini.

"Yee, dia malah goleran. Bangun heh, jangan males, taun depan mau lulus gak lo?"

"Bentar. Lima menit." rengeknya sambil melipat tangan yang ia jadikan penutup matanya.

Gue kembali menyuap remah-remah chips sambil mencari film selanjutnya untuk ditonton. Sejujurnya gue tergoda buat rebahan juga, tapi apa kata orang nanti, ngeliat ada sepasang manusia tanpa 'ikatan' legal rebahan berdua di satu ruangan sempit, terlebih ini masih di area kampus. Meskipun gue dan Hans gak berbuat yang iya-iya, enggak menutup kemungkinan duduk berdua di sekre saat sepi kayak gini juga bisa jadi bahan omongan.

Kayaknya si Hans emang bener capek, baru sebentar, dengkuran halus terdengar dari mulutnya. Yang bilang Hans kalo tidur kayak bayi, dia belom tau gimana tidurnya dia di dalem mobil―gak tau gimana dia tidur di kamarnya. Itu sikunya biru-biru ya karena gak bisa diem, sambil joget gitu ya dia di mimpinya? Barbar banget sampe dinding dia adu sama badannya.

Lima menit berlalu, gue dihadapkan dengan dua pilihan sekarang, bangunin ini manusia bongsor atau biarin dia tidur. Dua jam lalu dia ngajak gue nonton di sekre biar gak ngantuk katanya, setelah ngerjain tugas gamtek semalem dia belom tidur sama sekali, jadi gue agak gak tega kalau bangunin dia sekarang. Tapi kalau gak gue bangunin, ini lima belas menit lagi kelas gamteknya mulai. Berasa sia-sia dia nugas semalem suntuk kalau berujung skip kelas kan?

"Heh.." gue memukul pelan bahunya, biar dia gak kaget. "Hans, cuy, bangun." lanjut gue setengah berbisik.

Emang dasarnya kalau udah ngantuk ya ngantuk aja, lima menit cuma pemanis―sebuah excuse.

"Mau kelas gak? Lima belas menit lagi jam satu loh." enggak menyerah gue masih mencoba membangunkan Hans, "percuma lo nugas kalo gak di kumpulin mah, woy, bangun!"

Sambil meregangkan tubuhnya, kedua mata Hans yang memerah terbuka. Gue yang gemas menyisir sedikit rambutnya yang cukup berantakan.

"Masih ngantuk gue loh, sumpah." katanya diikuti sebuah gerakan menguap yang lebar.

Gue tergelak melihat kelakuannya. "Awas tidur di kelas."

Masih dalam posisi mengumpulkan nyawa, Hans mengusap wajahnya. "Bawa parfum gak Wil? Bagi dikit dong, gue gak sempet mandi tadi pagi."

Astaga, pacar siapa sih? "Ya ampun, jorok dasar!"

"Serius, bau gak?" tanyanya sembari mengendus aroma tubuhnya sendiri.

Kalau dia gak bilang belom mandi, mungkin gue gak ngerasa aneh. Hng, harus gue akui, aroma tubuh Hans begitu khas. Meskipun tanpa mandi kayak sekarang, autentisitas raksi yang ada di tubuhnya itu menggantikan black opium milik Kenzo.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang