Chapter 28. Argue

302 42 22
                                    

―Hans

"Hans, Hans, bangun."

Merasakan tepukan di pundak berkali-kali dan suara Pire memanggil nama gue berulang kali membuat mata gue terbuka. Mengerjap beberapa kali sambil mengatur cahaya yang masuk sampai menemukan sosok Pire tengah terjongkok di belakang punggung gue.

"Hng? Apa Re?" tanya gue setengah terpejam bergelut melawan kantuk sambil meregangkan otot-otot tubuh.

"Udah siang. Mau di beresin tendanya."

Satu gerakan menendang udara membantu gue terduduk, menunggu nyawa masuk sepenuhnya ke dalam raga. "Mau gue bantuin?"

"Bagus kalo lo tau diri, hehe. Bangun boy, keburu panas nanti." telapak tangan Pire menepuk-nepuk bahu gue, membantu untuk tersadar sepenuhnya dari tidur nyenyak yang hanya beberapa jam doang.

Gue berdiri membantu Pire mengeluarkan barang-barang dari dalam tenda dan merapihkannya seperti bentuk semula agar bisa masuk ke bagasi nantinya. Begitu selesai, gue izin ke toilet berniat membersihkan diri sebelum berangkat ke pemandian air panas.

Setelah selesai oleh perkara bersih-bersih tubuh dan merasa cukup siap untuk mengendurkan otot-otot yang tegang sisa ospek kemarin, gue mengambil perlengkapan mandi. Semua barang-barang siap angkut udah tersusun rapih di dalam bagasi. Bersisa gue dan Pire yang segera menyusul menuju pemandian.

"Hans, tadi si Nita kenapa?" Pire membuka suaranya, setelah hening beberapa saat ketika kami berjalan.

Gue mengangkat bahu, "Dia gak cerita sama lo?"

Pire menggeleng. "Cuma nangis sesenggukan. Lo apain anak orang woy, kesian."

Gue gak tau, harus cerita atau enggak ke Pire. Pertama, gue gak mau bongkar 'rahasia' Nita―walaupun gue tau, seantero Kingdom jelas-jelas bisa membaca perasaan Nita, terlepas itu semua bercandaan atau serius. Kedua, pasti gue kena hujat panjang lebar. Belum di tambah ceramah, kultum, dan khutbah Pire yang bikin telinga panas. Ketiga, gue gak mau keliatan jahat.

"Awas karma Hans, lo lagi deket-deketnya kan sama Wilma?"

Sialan. Bisa gak jangan bikin gue panik. Kampret Pire.

"Apa sih lo, berisik bener."

Si bocah malah ngetawain gue, "Panik amat Mas, santai santaii. Kalo lo gak macem-macem ya hasilnya gak macem-macem."

"Re, bosen idup ya lo? Mumpung sepi, pilih, mau gue gorok apa gue tusuk?"

"Hahaha, Hans, kapan gue pernah takut sama lo? Gue lempar kecoa ngibrit lo, belagu mau gorok gue. Hahaha."

Di depan pemandian, anak-anak lain sedang asik ngobrol sambil ketawa-ketawa. Termasuk Nita di dalamnya. Kedua matanya terlihat bengkak, hidungnya juga merah. Gue langsung ngerasa bersalah, mengingat kejadian beberapa jam lalu, dan gue gak tau Nita bakalan nangis kayak gini.

Mata gue melekat memandang Nita, di kepala gue menggaung suara-suara menyebalkan tentang apa yang bisa terjadi setelah ini. Di tambah omongan Pire tadi, lengkaplah penderitaan gue.

"Re, abis mandi gue mau ngobrol."

"Atau mau sambil mandi?" Pire mengedipkan sebelah matanya.

"Sialan, Re. Mending gak mandi gue. Mal, Kemal, abis lo mandi, giliran gue ya." gue kabur meninggalkan Pire dan berlari mendekati Kemal.

~~~

"Gila, parah lo Hans."

Itu baru sepenggal kalimat reaksi Pire setelah gue cerita apa yang terjadi antara gue dan Nita dini hari tadi.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang