"Kak..."
Mendengarnya membuat Hans menghela nafas kesal, "Stop, udah berapa kali gue bilang, jangan panggil 'Kak', berapa pelanggaran lagi yang mau lo bikin?" Mata tajamnya menatap gue tanpa berkedip.
"....oke Hans" ujar gue, kemudian setelahnya gue tersenyum malu-malu.
Hah, butuh waktu untuk gue terbiasa manggil dia dengan nama langsung, lagi pula gue ngerasa canggung aja, berasa gak sopan.
"Bener nih lo udah gak ada kelas?" tanyanya memastikan
Gue mengangguk sebagai jawaban. "Yang lain mana?" tanya gue
Alis lelaki di hadapan gue tertaut seakan bingung dengan pertanyaan yang gue ajukan. "Yang lain? Maksudnya?"
"Lah, kita doang emang?"
"Ya emang mau se-erte? Mau tagonian gitu bawa rombongan?" Hans terkekeh geli setelahnya, alih-alih paham, gantian gue yang menatapnya dengan alis tertaut.
"Jadi.. cuma kita aja?" Gue kembali bertanya untuk memastikan.
"Iya lah, cabut yuk, keburu ujan nanti" imbuhnya sambil melangkah duluan menuju parkiran.
Sebentar, kok cuma gue sama dia? Tumben banget, curiga gue di apa-apain. "Mau kemana emang nya Hans? Hmm, aku-eh saya, gak bakalan diapa-apain kan?"
Hans tertawa geli, menatap gue seakan kata-kata tadi adalah lelucon. "Wil, santuy aja sama gue. Gak usah canggung 'saya-saya'an." katanya sambil menyodorkan helm putih ke arah gue, "Lagian Wil, ngapain gue aneh-aneh sama lo, gak lah, gue anak baik-baik."
Hans mengklik helmnya, "Ayo naik" ajaknya, "Gue gak bawa mobil hari ini, makanya minjem motor si Galang. Gue minta tolong anterin sekalian nyari hadiah, adek gue ulang tahun minggu depan" ujarnya menjawab raut wajah gue yang penuh tanya.
Sedetik kemudian, gue sudah berada di jok belakang motor matic keluaran 2013 milik Galang, si koor komdis ospek kemaren.
Entah apa yang ada di pikiran gue, tiba-tiba aja memori gue memutar semua kenangan sama Kenzo sepanjang perjalanan. Sulit rasanya mengatur lajur ritme otak gue saat ini, semuanya terasa terlalu nyata, bahkan kalau gue gak meyakinkan diri bahwa yang ada di jok depan adalah Hans, mungkin tangan gue udah melingkar lekat di pinggangnya.
"Wil, lo laper gak?" Hans bertanya ketika kami berhenti di lampu merah, "Kalo laper kita makan abis nyari kado, gue traktir deh."
"Boleh" gue menjawab singkat.
"Lo ada tempat enak buat makan siang gak Wil?" tanyanya sambil menancap gas begitu lampu lalu lintas berubah hijau.
"Ada cafe sih, tempat biasa nongki gitu, enak tempatnya kok. Cuma agak jauh dikit dari sini" cafe yang gue maksud adalah cafe tempat biasa gue nongkrong sama temen-temen gue pas SMA, dan sama Ken.
Hans mengangguk angguk, hanya berselang beberapa detik aja dia langsung mencari topik untuk di bicarakan selama perjalanan. And I realized, he's a fun person, dibalik seringai-seringai khas macem psikopat dengan segala ke-geje-annya, Hans hanya seorang lelaki biasa. Bahkan terlalu biasa dibandingkan Kenzoーduh, persetan Wilma, kenapa harus lo bandingin sih.
Sampai kami berhenti disebuah mall yang cukup besar disudut kota, masuk satu persatu ke toko yang menjual pernak pernik, boneka sampai menyusuri toko komik.
"Emang sukanya apa adek lo Hans?" ujar gue ragu, karena pertama kalinya secara live dan langsung memanggilnya sesantai itu.
"Hmm, anak cewek lima taun sukanya apa sih biasanya?" katanya balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush (Complete ✔️)
ChickLitCrush (krəSH) = "a crowd of people pressed closely together, especially in an enclosed space"// "a brief but intense infatuation for someone, especially someone unattainable or inappropriate"ーOxford Dictionary ~~ "Kak..." "Stop, udah berapa kali gu...