Chapter 1: Ospek

1.5K 87 23
                                    

Kaki gue melangkah lebar mengetahui bahwa gue terlambat, di hari pertama. Mati aja lo Wilma. Sebuah peraturan gila nomor 5, bahwa maba tidak diperkenankan membawa kendaraan, di antar, atau naik kendaraan umum radius 500 meter dari gerbang utama kampus. Masih pagi dan gue udah mandi keringat.

Tanjakan cukup terjal membuat lutut rasanya mau copot. Bawaan yang juga sedikit gak masuk akal membuat gue mendengus kesal, dua buah botol air mineral ukuran satu setengah liter masuk ke dalam tas gue beserta embel-embel kelengkapan bawaan pada hari pertama Program pengenalan kehidupan kampus -ospek dengan nama lain yang lebih 'manusiawi'.

Sampai di gerbang kampus, gue di sambut deretan manusia bersyal merah di lengan kirinya, serempak dari ekspresi, gestur dan tatapan mata mereka. Tangan terlipat di depan dada, ekspresi datar dengan alis tertaut, tatapan layaknya elang yang sedang mengawasi mangsanya. Apaan coba?

"Simpen tas kamu, sini menghadap saya."

Seorang laki-laki bermata sipit menunjuk gue yang baru melewati barisan maba yang terlambat, seperti gue. Sedikit bersyukur karena beban di pundak gue bisa berkurang untuk saat ini, meskipun selanjutnya gue bertatap muka dengan golongan 'manusia garang' di acara ini -komdis, komisi disiplin. Ketika gue mendekat, tangannya di masukkan ke dalam saku jas almamater abu-abunya. Di pinggangnya terikat sebuah tali yang terhubung dengan selembar name tag, 'Hanung Sanjaya' tertulis di baris nama, di bawahnya tertulis 'wakoor komdis'. Di saat yang lain menghadap komdis 'biasa' dan gue bertemu wakil koordinator komisi disiplin. What a day.

"Tau apa kesalahan kamu?" tanyanya datar.

"Maaf Kak, saya terlambat." bela gue sambil menunduk.

"Baju kamu masukin bisa gak?" matanya melirik kemeja putih lusuh gue yang menemani perjalanan tiga tahun di SMA dulu. "Rok kamu itu kurang pendek, macem mau manggung di klub malam aja kamu" ujarnya ketus.

"Iya Kak, maaf."

"Ya masukin itu baju kamu" katanya dengan nada sedikit meninggi.

Baru mau membenamkan baju ke dalam rok, Kakak Hanung ini menghentikan gue. "Kamu mau benerin di depan saya?" bentaknya. "Balik badan kamu, peka sama sekitar dong, kamu pikir saya apa?"

Hari pertama loh ya, gue udah kena semprot aja, terlebih dia adalah wakil koordinator komisi disiplin.

"Kamu itu, sini. Simpan tas kamu disana."

Karena gue membelakangi, gue bisa melihat maba laki-laki yang di panggil Kak Hanung berlari kecil setelah meletakkan tasnya di tanah. Dia berdiri di sebelah gue dan pada waktu yang bersamaan gue selesai memasukkan kemeja ke dalam rok abu-abu gue.

"Name tag kamu mana?"

"Anu, Kak, saya lupa. Maaf" ujar lelaki di sebelah gue.

"Kalian berdua, ini hari pertama, udah melanggar. Gimana besok?" mata elangnya menatap gue dan kawan seperhukuman gue dengan tajam. "Mau saya apain kalian?"

Mau di apain? Yang jelas dan waras, gue pengen di lepasin dan diizinkan masuk ke barisan kelompok gue.

"Ayo, mau saya apain? Kalian melanggar, harusnya saya apain?"

Pertanyaan bodoh yang pernah ada di dunia. "Hukum Kak" jawab gue pelan, bukan karena takut, karena sejujurnya gue gak mau jawab.

"Mau hukuman apa?"

Baiklah, Hanung Sanjaya akan masuk ke daftar orang tergoblok dan ternyebelin yang pernah gue tau, setelah Juliana Octavia Wanda-sepupu gue.

"Push-up Kak." akhirnya kawan seperhukuman gue bersuara.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang