Random Chapter: Late Regret

228 31 11
                                    

―Wilma

"Rencananya besok sih. Kenapa emang?" ujar gue sambil mengapit ponsel diantara telinga kiri dan bahu. "Kalau lo free minggu ini, kita bisa bertiga caw nya."

"Haha, enggak lah, masa gue bolos sih. But have fun ya, next kita main bertiga."

Boleh gak gue bersyukur sebentar, atas anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, karena seorang Hans yang jauh lebih percaya kepada gue ketimbang gue untuk percaya sama diri gue sendiri.

"Hng, udah sih segitu aja sih laporannya. Ada yang mau ditanyain lagi gak nih mas pacar?" ledek gue ke seberang sambungan.

Hans terkekeh, "Ya udah cukup, laporan saya terima. Jaga diri baik-baik ya mbak pacar." balasnya lagi. "Kita ketemu dua minggu lagi ya, jangan kangen. Gue balik ke lapangan lagi nih, nanti malem kita lanjut ngobrol lagi. Dah."

Senyum gue merekah setelah mendengar suara Hans yang agak langka terdengar beberapa minggu terakhir. Setelah (akhirnya) ia menemukan tempat untuk menyelesaikan salah satu tugas semester tujuhnya, alias magang, gue dan Hans menjalani LDR, meski masih di pulau yang sama, namun berbeda provinsi.

Sebetulnya, kalau Hans enggak lagi magang, sekarang mungkin gue lagi nge-bolang sama dia. Seminggu sebelum UAS, Hans langsung berangkat magang, sedangkan gue struggle jungkir balik untuk mempertahankan nilai di penghujung semester ini. Kalau enggak ya rugi banget, beasiswa gue di putus, which that's mean, enggak ada uang jajan tambahan.

I don't know, but actually I'm about to use the money for this holiday. Awalnya gue janjian sama Ken buat main ke Surabaya kan, tapi malah dia keburu balik ke Bandung. Jadi, gue dan Ken janjian untuk main bareng keliling Bandung. Baru aja gue laporan ke Hans kalau gue mau jalan bareng Ken akhir pekan ini. Sekali lagi, main ke Surabaya hanya berujung wa-ca-na.

Gue kembali membuka catatan pengolahan limbah padat industri, yang akan menjadi penutup UAS semester ini. Dengan sisa-sisa niat gue membaca satu persatu materi yang akan keluar besok. Semoga aja soal tahun ini gak beda jauh sama tahun lalu, jadi gue gak harus membaca tujuh bab sekaligus.

~~~

Dan akhirnya, dengan bangga gue mengucapkan selamat tinggal kepada semester lima. Salah satu semester ter-neraka yang pernah gue alami selama kuliah. Tiba waktunya liburan untuk melupakan perkuliahan dan turbulensinya, meskipun gue gak tau berapa indeks prestasi gue semester ini. Tapi ya, ya udah lah ya. Prinsip gue dalam ujian tuh, datang-kerjakan-lupakan. Hidup gak usah di bawa rebet, ya gak?

Panggilan yang gue tunggu akhirnya mampir ke layar ponsel gue.

"Wil, gue di depan komplek." ujar Ken begitu gue menggeser ikon telfon berwarna hijau ke atas.

"Sini ke rumah."

"Malu ah, lo ke sini aja mendingan."

Gue mendengus pelan, tapi pasti cukup terdengar dari sambungan sampai ke telinga Ken. "Lo telanjang emangnya? Pake malu segala. Buruan ke rumah, gue tunggu."

Tanpa ba-bi-bu, gue langsung menutup telfon. Sok iyeh bilang malu, padahal dulu dia ngapel gue di rumah, sampe malem malah.

"Rapi amat, mau kemana?" tanya Mas Gian dari arah dapur. "Pacar lo lagi di luar kota kan?"

"Ish, kepo aja. Suka-suka lah mau kemana juga, ngurus amat." balas gue ketus.

Gak berapa lama, suara motor Ken terdengar dari luar, gue langsung berlari membuka pagar mempersilahkan ia masuk. Sedikit canggung Ken turun dari motornya dan masuk ke rumah. Rasanya udah setahun dari terakhir dia mampir ke rumah.

Crush (Complete ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang