***
Namjoon butuh tenang, begitu juga Jungkook yang butuh banyak waktu untuk berfikir, apakah keputusannya benar atau salah. Menolak donor ginjal itu, berarti Jungkook membuka pintu kematiannya sendiri. Tidak akan mungkin seseorang bisa beraktifitas normal dengan satu ginjal. Jungkook butuh pemahaman lebih dalam lagi soal itu.
Namjoon akui kemarin dia terlalu keras pada Jungkook bahkan tangannya begitu ringan untuk memukul wajah yang biasa dia belai lembut.
Ini masih dini hari dan Jungkook bermimpi lagi. Sepertinya lebih buruk dari sebelumnya. Jungkook bukan hanya berkeringat dingin, dia juga menangis dan suhu tubuhnya mencapai 39,5°C.
Namjoon memang marah tapi semarah-marahnya seorang kakak pasti akan selalu ada maaf dalam hatinya. Meski kesalahan Jungkook sangat tidak bisa ditoleransi. Dia bahkan membatalkan operasi tanpa sepengetahuan Namjoon.
Memang kenapa kalau Namjoon butuh uang untuk operasi? Dia bisa meminjamnya. Lalu mengembalikannya lagi setelah mendapatkan pekerjaan yang lain. Jungkook seharusnya tidak perlu memikirkan soal mimpi dan cita-citanya. Jungkook seharusnya bisa mengenal Namjoon dengan baik. Namjoon bukan orang yang ceroboh dan melakukan semuanya tanpa berfikir.
Namjoon sudah pernah meninggalkan Jungkook dan dia tidak akan mengulanginya lagi.
Dirasa, Jungkook berlirih memanggil namanya. Namjoon segera mendekat dan mengusap pipi Jungkook yang terasa panas namun ditetesi keringat dingin bercampur air hangat sebagai kompres didahinya. Yah, Jungkook terlihat lemah sekali sekarang ini.
"Hyung-ie.." panggil Jungkook dengan suara lemah dengan berusaha membuka kelopak matanya yang terasa panas dan berat.
"Wae?" tanya Namjoon singkat tanpa mengalihkan pandangan dari wajah pucat Jungkook.
"Hyung-ie, mianhae.." menurut Namjoon, ucapan maaf dari Jungkook itu benar-benar tulus dari dalam hatinya. Maka dari itu, Namjoon hanya mengangguk dan tersenyum maklum membalasnya.
"Sembuh dulu, baru nanti bicarakan hal itu, ya?" Namjoon mengganti kompresan Jungkook yang sudah tidak hangat lagi. Jungkook tidak pernah sesakit ini selama Namjoon berada disampingnya.
"Aku tidak mau Hyung-ie kehilangan pekerjaan. Aku tidak mau Hyung-ie kehilangan cita-cita Hyung-ie" Jungkook meraih kesepuluh jemari Namjoon untuk ditangkupnya. "Mianhae, Hyung"
Namjoon tau, Jungkook itu keras kepala memang. Tapi adiknya memiliki hati yang lembut. Akan ada rasa bersalah setelah Jungkook merasa dia melakukan sesuatu yang tidak benar.
"Karena itu, Jungkook mau ya, operasi minggu depan?"
Kedua netra Jungkook yang awalnya menutup, terbuka perlahan saat mendengar tawaran dari kakaknya.
"Apa sebenarnya yang Jungkook khawatirkan? Pekerjaan bisa dicari lagi, uang bisa dicari lagi. Tapi kehilangan Jungkook? Memang bisa dicari lagi?"
Jungkook menatap lurus pada kedua mata milik Namjoon. Iris yang hitam legam itu menunjukan keyakinan dan kasih sayang yang terpancar dari sorotnya. Bagaimana bisa Jungkook tidak melihatnya?
"Hyung-ie bersekolah tinggi dan mendapatkan pekerjaan itu untuk membantu Jungkook meraih masa depan yang lebih baik. Cita-cita Hyung-ie yang sesungguhnya adalah membuat kehidupan Jungkook lebih baik dan salah satunya adalah membuat adik Hyung ini selalu sehat"
Jungkook harus terdiam. Dia memang harus membiarkan Namjoon tetap bersuara.
"Mianhae, Hyung-ie terlalu keras padamu sampai menampar Jungkook"
Jungkook menggeleng lemah sambil menunjukan senyumannya. "Aku pantas mendapatkannya, Hyung"
Kemarahan yang begitu menyesakan sudah hilang hanya dengan moment yang sebentar ini. Namjoon yang merasa Jungkook keterlaluan kini tidal lagi tega memarahi Jungkook. Apalagi adiknya sedang dalam kondisi begini.
Namjoon memang sangat lemah sekali jika sudah berurusan dengan Jungkook yang sakit.
"Tidur lagi, ya. Jangan difikirkan. Operasi Jungkook tidak akan dibatalkan. Hyung yang akan bicara dengam Dokter Tae dan Dokter Seokjin. Jungkook hanya perlu menjaga kondisi"
Jungkook seharusnya bersyukur Namjoon masih mau merawatnya sekarang. Jungkook akan mengingat selalu kesalahan yang sudah dia perbuat agar dia tidak mengulanginya lagi. Jungkook akan mencoba untuk mengurangi sisi keras kepalanya dan memutuskan segalanya setelah berdiskusi dengan Namjoon.
"Hyung juga istirahat, ya. Hyung harus mencari pekerjaan lagi besok pagi"
Namjoon memincingkan kelopak matanya sejenak. "Apa? Lulusan luar negeri seperti Hyung tidak akan sesulit itu mendapatkan pekerjaan, Jungkook. Hyung sudah mendapatkannya karena Yoongi Hyung menolong Hyung-ie"
"Jinjja?"
Namjoon mengangguk pasti. "Besok Hyung-ie akan bekerja di perusahaan baru. Tidak sebesar perusahaan yang sebelumnya tapi setidaknya Hyung-ie mendapat pekerjaan yang masih sesuai dengan kuliahnya Hyung-ie"
"Hyung, kamsahamnida"
"Aniya, Hyung berjuang untukmu. Itu tugas Hyung-ie"
Namjoon kemudian mengusap puncak kepala Jungkook sampai adiknya tertidur. Dia tau Jungkook pasti pusing sekali dengan suhu tubuhnya. Sangat terlihat dari banyaknya keringat dingin yang keluar dari pori-pori wajahnya.
Namjoon merasa Jungkook tidak perlu bekerja hari ini. Lagi pula, Namjoon akan memulai bekerja besok jadi Namjoon bisa seharian merawat Jungkook.
Ponselnya ia raih untuk memanggil Yoongi yang mungkin akan menjadi singa jika tidurnya terganggu. Tapi Namjoon tidak bisa menunggu sampai besok pagi. Entah, dia ingin segera menghubungi Yoongi dan mengabarkan Jungkook absen dari pekerjaan.
"Apa kau tidak punya jam dirumah, Namjoon?!"
Benar, kan? Yoongi akan menjadi singa garang jika tidurnya terganggu. Sudah tau seperti itu tapi Namjoon tetap nekat menghubunginya.
"Yoongi Hyung, Jungkook demam tinggi malam ini. Kemarin aku terlalu keras padanya, dia juga terlalu banyak fikiran jadi, bisakah adikku absen bekerja hari ini?"
"Demi apa, Namjoon! Kau bisa mengabariku besok pagi!"
"Besok pagi aku mengurus Jungkook, Hyung. Aku pasti tidak sempat"
"Astaga! Hidupku selalu aku dedikasikan untuk membantu kalian. Iya,ya, Jungkook boleh absen. Kapan sih aku tidak memberikan ijin?"
"Kamsahamnida, Yoongi Hyung"
"Eum! Lalu Jungkook bagaimana? Dia sudajh lebih baik?"
Namjoon mendesah kesal tapi juga dari helaan nafasnya, Namjoon terdengar sangat khawatir.
"Sudah dua jam yang lalu tapi belum turun juga panasnya, Yoongi Hyung"
"Kau sudah mengompresnya?"
"Nde~"
"Obat?"
Namjoon memainkan kedua irisnya ke kanan dan ke kiri. Padahal pertanyaan Yoongi itu sangat sederhana tapi kenapa sulit sekali untuk menjawabnya.
"Obat?"
Kedua kalinya suara Yoongi yang bertanya itu terdengar. Untuk kali ini, nada suara Yoongi sangat rendah dan datar.
"Aku takut kalau aku berikan obat, ginjalnya akan terganggu, Yoongi Hyung"
"Pabo-ya! Kau kan bisa menghubungi Taehyung dan bertanya padanya!"
"O-oh, i-iya, ya"
Tidak ada lagi Yoongi dalam panggilan tersebut. Yang ada hanya Namjoon yang sedang menyadari betapa bodohnya ia. []
Souyaa
Ga mau Jungkook sama Namjoon berantem lama-lama😐😥
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria (NamKook) || Fin
Fiksi PenggemarNamjoon bersama Jungkook. Kakak yang selalu berusaha menunjukan pada adiknya tentang kerja keras untuk mencapai mimpi. @2019 Namkook Brothership