Bagian 9 : Perihal Mimpi

32 5 0
                                    

Lyra mengira waktu sudah pagi, ternyata dia terbangun oleh mimpi anehnya sendiri. Namun, mimpinya tiba-tiba mengabur begitu saja dan saat dia melihat jam weker nya yang menunjukkan pukul setengah empat dini hari, dia mendengar suara ketukan di jendela yang begitu cepat dan diikuti suara lain sedetik kemudian.

Tanpa memikirkan keselamatannya sendiri, Lyra langsung bergerak menuju jendela kamarnya dan membukanya. Saat dia melihat ke bawah, ada seseorang di sana sedang duduk seraya membersihkan lengan baju kirinya yang mungkin kotor. Itu menjadi alasan mengapa Lyra tidak ingin keluar dan masuk lewat jendela tersebut, dan tetap memilih melewati pintu meski banyak resikonya.

Dia sedikit khawatir mengetahui suara susulan itu adalah suara orang tersebut terjatuh, dan dugaannya tidak salah sama sekali. Menyadari itu Lyra menahan tawa dalam hati dan begitu tahu siapa orang itu, dia langsung terdiam. Orang itu menengok ke atas, tepat ke arahnya dengan wajah panik.

Bagaimana dia bisa tahu rumah ini? Bagaimana laki-laki itu tahu bahwa ini rumahku? Lyra membatin dalam kesal.

Sulit dipercaya, sekarang dia mungkin menjadi incaran Rick. Buru-buru Lyra menutup jendela kamarnya, tetapi Rick berteriak yang membuat Lyra takut setengah mati, takut karena suara Rick akan membangunkan ayah dan ibunya yang sedang tertidur pulas, dia takut mereka terbangun dan menyadari laki-laki itu berada di bawah kamarnya, ya, walaupun sebenarnya dia di luar. Lyra hanya tidak ingin orang tuanya tahu kalau Rick lah serigala yang berhasil membuat Lyra keluyuran setiap malam, Rick menjadi alasan dibalik semuanya.

"Tolong! Tolong jangan tutup jendelanya!" teriaknya lagi.

"Dasar tak tahu diri!" tukas Lyra setengah berbisik setengah berteriak lalu melihat ke belakang, ke arah pintu. "Tetap di sana!" serunya tanpa berpikir panjang.

Lyra menutup jendela kamarnya dan kemudian turun, daripada nantinya Rick mengacaukan semuanya dalam semalam, lebih baik dia saja yang turun menemuinya. Sekarang Lyra tahu, laki-laki itu tidak punya otak yang waras.

Lyra mendapati Rick sedang bersandar di pohon yang berjarak kurang lebih dua meter dari kamarnya, pohon itu tumbuh dengan dahan yang jarang-jarang sehingga cahaya rembulan dapat menembus Rick yang sebenarnya hanyalah siluet hitam bertengger dibawah pohon.

"Apa mau mu?" kata Lyra ketika sudah berjarak cukup dekat dengan Rick.

Lelaki itu membiarkan Lyra memiliki jarak dengannya, alih-alih tidak ingin kehadirannya menjadi ancaman. Dan Lyra juga berpikir demikian, jika terjadi sesuatu dia langsung bisa berlari masuk ke dalam rumahnya lagi.

"Maafkan aku, Lyra. Aku sudah meninggalkanmu waktu itu." tukasnya seraya mendekat tanpa dia sadari.

"Tetap di sana!" seru Lyra yang tidak ingin Rick berada lebih dekat dari posisinya sekarang. "Darimana kau mengetahui rumahku?" tanyanya akhirnya.

Rick berhenti di tempatnya dan terdiam kaku, dia tidak bergerak maju ataupun mundur. Kakinya seolah tertancap dalam ke dalam tanah hingga tidak mampu membuatnya bergerak sedikitpun. Dia melihat Lyra, tatapan itu seolah meminta maaf ratusan kali dan Lyra tidak bisa menatapnya terlalu lama. Dia tampak gugup di tempatnya, kemudian menarik napas panjang. Entah apa yang membuat Rick melakukan itu.

"Bisakah kita bicarakan ini baik-baik? Aku merasa bersalah." suaranya terdengar gemetar. Rambut hitam kecoklatan miliknya yang tadi kaku, kini bergerak kecil tertiup angin.

Lyra menjadi tidak tega membiarkannya tersiksa begitu, meskipun itu adalah akibat dari ulahnya sendiri. Mungkin dia bisa mengajaknya berdamai, setidaknya untuk sebentar.

"Ya, aku memaafkan mu. Lalu apa lagi yang ingin kau bicarakan? Kita sudah selesai."

"Lyra." lirihnya pelan tetapi Lyra masih bisa mendengar suaranya yang berat. "Aku, aku memang suka padamu."

Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang