Bagian 10 : Leluhur dan Penyihir

37 6 0
                                    

Aroma kopi yang sepertinya baru saja diseduh memenuhi ruangan, Lyra menghirup aromanya yang menenangkan tersebut sembari merapalkan sesuatu. Dia tahu sang ibu memerhatikan gerak mulutnya meski dia tidak membukakan mulutnya terang-terangan. Kemudian dia mengambil segelas air putih dari keran dan meneguknya habis, sekilas dia melirik sekelilingnya dan tidak mendapati keberadaan ayahnya di sekitar.

"Ayahmu di beranda, aku juga tidak menyangka pagi-pagi begini ada tamu yang datang."

Hebat, ibunya bisa mengetahui apa yang tengah dia pikirkan.

Lyra berjalan menuju beranda usai bercakap singkat dengan ibunya, lalu mendapati sang ayah duduk menghadap lawan bicaranya yang mana si lawan bicara otomatis menghadap ke arah di mana dia datang. Orang itu melihatnya dan tersenyum, kemudian sang ayah menyadarinya hingga dia berbalik dan mengajak Lyra bergabung untuk duduk bersama mereka. Sekali lagi, dia menghirup aroma kopi tersebut dan menjadikannya sebagai aroma terapi untuknya di pagi hari.

Orang itu memiliki kumis tebal dengan rambut berwarna hitam gelap, pipinya agak sedikit kempot dan Lyra memperkirakan kalau usianya sekitar lima puluh tahun, lebih tua beberapa tahun dari ayahnya. Orang itu mengenakan setelan santai tetapi di tangan kanannya terdapat arloji mengkilap yang terlihat sangat mahal.

"Ini anakmu?" tanyanya, suaranya berat dan serak, khas orang tua.

Sang ayah menganggukkan kepalanya sembari menyesap kopinya yang masih panas. Kebiasaan aneh ayahnya, minum kopi di pagi hari saat musim panas.

"Lyra." ujarnya kepada orang itu.

"Dia teman ayah, dari golongan Ducis." Lyra seketika terkejut, bisa-bisanya seorang Ducis datang dengan sukarela di pagi hari seperti ini ke kediaman Civitas. "Dia hanya ingin mampir, kebetulan lewat." jelasnya.

"Ceritanya panjang." orang itu ikut dalam perbincangan. "Jangan bertanya bagaimana kami bisa bertemu, tapi ayahmu, dia adalah orang yang sangat baik."

Sang ayah tersenyum ke arahnya, "kau ingin mendengar cerita menarik, nak?" tanyanya.

Lyra menatap mereka bergantian sembari berpikir, kenapa sang ayah tiba-tiba menawarkannya sebuah cerita. Biasanya dia sulit membeberkan apa-apa kepada Lyra, tapi kali ini berbeda sekali. Apa karena sedang ada tamu? Entahlah.

"Sebelumnya, perkenalkan," tukas teman ayah, "namaku Matvey, dari golongan Ducis dengan jabatan yang lumayan di sana. Aku punya dua anak laki-laki dan mereka sedang menggarap tugasnya untuk ikut berpolitik dengan ku. Kurasa cukup sampai di situ saja perkenalannya, aku tahu anak muda tidak suka mendengar percakapan yang membosankan seperti itu." katanya lagi.

Lyra tertawa dan mengakui bahwa hal apapun sangat membosankan baginya.

"Ayahmu mungkin belum menceritakan tentang leluhur kita yang berkerabat dengan penyihir. Sekarang aku akan menceritakannya kepada mu, kau siap Lyra?"

Lyra melihat sang ayah sekilas dengan tatapan tidak percaya yang dibalas senyuman tipis oleh ayahnya sembari memiringkan kepalanya untuk menyetujui.

"Ya, aku siap." balasnya.

Lalu Matvey mengisahkan perihal leluhur mereka yang lebih dulu hidup dalam dua dekade lalu. Mereka terkadang berkerja sama dengan penyihir, bahkan beberapa Lycan menikah dengan penyihir. Hubungan mereka sangat erat, sampai pada akhirnya penyihir tersebut ingin berpindah tempat tinggal dan hanya menyisakan beberapa orang penyihir saja di Polandia waktu itu. Para Leluhur berupaya sendirian dan mencoba berdamai dengan keadaan di mana mereka harus beradaptasi dengan lingkungan manusia yang hidup berdampingan bersama mereka. Namun, ada satu cerita menarik di sana, seorang penyihir belajar mantra baru untuk bisa berubah menjadi serigala juga. Dia seorang ahli ramuan pada awalnya dan dapat menyembuhkan siapa saja, termasuk manusia normal. Hingga pada akhirnya dia bosan karena selama hidupnya hanya bergelut dengan obat-obatan dan orang-orang yang sakit.

Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang