Bagian 39 : Kesalahpahaman Berujung Fatal

9 5 0
                                    

Aku semakin tidak yakin kalau Lyra hanya seorang manusia serigala berdarah murni, jika sedikit sisa sihir saja bisa membuatnya bereaksi berlebihan. Pikir Rick.

"Kau memikirkan apa, huh?" Sean menatapnya dengan sinis sekilas. Dia kembali mencurigai keberadaan Rick yang beralasan kalau dia ingin membantu dan melindungi Lyra. Padahal mungkin dia punya sesuatu dibalik tindakannya itu, yang Sean tidak bisa menembaknya barang sedikitpun.

Rick terkekeh, "aku hanya penasaran."

"Tentang?"

"Lyra."

"Kau penasaran atau.."

Rick tertawa pelan dan memotong perkataan Sean dengan cepat, "kau terus saja beranggapan kalau aku orang jahat, tapi aku tidak akan menyangkalnya."

"Tentu saja," Sean membalas dengan sinis, "kau sudah membuat Lyra terluka."

Mau tak mau Rick menghela napas panjang sambil tersenyum kecut, dia terus mengomel dengan hatinya agar tetap sabar menghadapi makhluk baik yang tidak tahu apa-apa itu, yang mana juga sedang memikirkan hal-hal buruk mengenai dirinya. Rick tahu, sebagian diri Sean khawatir dengan Lyra dan wajar saja rasanya kalau Sean bersikap berhati-hati dengannya. Laki-laki itu seakan membuat dinding imajiner di antara Lyra dan Rick. Rick pun merasa tebakkannya tidak akan meleset sedikitpun kalau dilihat dari gerak-gerik lelaki itu, dia menyukai Lyra, itu dalam artian yang sebenarnya.

Sekarang Rick hanya akan bersikap sebagaimana menghadapi seorang laki-laki yang takut pacarnya diperebutkan. Begitu saja kesimpulannya, pikir Rick.

"Berarti aku benar," ujar Sean dengan nada yang terdengar sangat yakin. "kau tidak sungguh ingin melindungi Lyra, kau masih menyimpan sesuatu yang jahat dibalik wajah datarmu itu."

Bagi Rick, rasanya dia tidak perlu beradu argumen, apalagi kalau sampai mereka bertengkar yang malah membuat Lyra terbangun dari tidurnya. Dia tidak akan memaksakan Sean untuk mempercayainya atau tidak, sebab walaupun dia bersumpah dan bersujud di depan Sean, jika laki-laki itu tidak membuang persepsinya tentang Rick, semua akan percuma saja. Rick akhirnya memutuskan untuk diam saja tidak membalas, membiarkan Sean menang dengan pikirannya yang selalu menilai dengan apa yang sudah terjadi.

"Kau tahu, kan, jika seseorang melakukan kesalahan dia hanya akan diam saja lalu meminta maaf. Hanya saja, karena kau tidak mengerti, jadi kau tidak minta maaf." Sean berceloteh sendirian karena Rick sudah tidak menganggap Sean sedang bicara dengannya meskipun dia masih mendengar apa saja yang dikatakan laki-laki itu. "Untungnya, aku belum menemukan bukti agar bisa meyakinkan Lyra kalau kau tidak bisa mengikuti perjalanan ini lebih jauh lagi. Aku hanya tidak ingin menambahkan beban pikirnya, dengan kau di sini saja sebenarnya juga sudah menyusahkan."

"Itu," Rick menunjuk tikungan yang tidak jauh di depan mereka, dia benar-benar mengindahkan semua perkataan Sean dan lebih memfokuskan diri untuk melihat jalan. "tidak jauh dari sana ada toko." katanya lagi kemudian melihat ke peta lagi.

Sejak memasuki jalanan beraspal itu, mereka hanya melihat hutan yang rimbun mengelilingi jalan. Bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti kicauan burung atau sekedar suara dahan yang berderak tertiup angin. Pagi itu cuacanya lumayan cerah, cocok untuk melakukan aktifitas apapun di luar rumah dan hal lainnya. Namun, cahaya Matahari bahkan tidak dapat menyentuh partikel debu yang ada di sana karena hutan terlalu lebat. Dedaunan yang mulai berubah warna menjadi kuning menjadi pertanda kalau musim akan berganti, rasanya waktu begitu cepat berlalu.

Tak heran kalau tempat ini menjadi sasaran empuk Irish untuk mendaratkan mereka bertiga, meskipun tempat ini sudah dikenal beberapa serigala untuk sekedar beristirahat, seperti pasukan Cravene palsu, itu tidak memberatkan Irish menurunkan mereka di sana dengan efek yang cukup parah. Rick berharap Lyra sudah kembali membaik ketika bangun nanti.

Silver FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang