"Dhani, sudah berapa kali papa bilang, jangan berulah di sekolah!"ucap pria paruh baya dengan suara yang cukup tinggi.
"Papa capek harus berurusan lagi sama Chandra. Kamu tahu sendiri kalau Chandra selalu membangga bangga kan prestasi anaknya. Papa bingung mau membanggakan apa dari kamu. Kelakuanmu, sifatmu, apalagi prrstasi mu. Berbanding terbalik sama Dhan--"
"Cukup Pa! Saya bosen di banding bandingkan dengan dia. Memang tidak ada yang bisa di banggakan dari saya, semuanya buruk. Saya cukup sadar." sela anak itu sembari menatap tajam pria paruh baya itu.
Pria paruh baya itu menghela nafas, dirinya tahu kalau ia terlalu egois. Mementingkan gengsi dari pada anaknya sendiri.
"Kalau tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, saya pergi."Ucap anak itu.
"Tunggu."sela Pria paruh baya sembari memegang pundak sang anak. Anak itu langsung menepis tangan ayahnya yang bertengger di pundak nya.
"gimana kakakmu?"tanya Pria paruh baya itu.
Terlihat dari raut muka nya, pria paruh baya itu khawatir, cemas. Anak itu yang melihat raut cemas dari sang Ayah, berfikir, 'secemas ini kah ayah jika saya yang pergi?' Anak itu langsung menggeleng tegas berusaha menghilangkan pikiran yang mustahil itu.
"Gimana?"ulang Pria paruh baya itu.
"Saya tidak tahu."jawabnya singkat.
Pria paruh baya itu menelan kecewa, lagi. Bukan sekali dua kali dirinya bertanya seperti ini. Dan bukan sekali dua kali juga jawaban yang sama setiap kali ia menanyakan 'anaknya'.
"Saya pulang."ucap anak itu, lalu pergi menghilang dari balik pintu berwarna coklat.
Pria paruh baya itu memandang bingkai foto yang terpajang di dinding ruangannya. Foto dua anak kecil, cowok. Terlihat yang satu memakai topi hitam bertulisan 'I' bocah kecil itu memamerkan gigi nya. Dan di bocah satu lagi yang memakai topi hitam berinisial 'A' bocah ini sedang cemberut. Terlihat sekali wajah nya ditekuk lucu.
"Kapan pulang nak?"gumam Mahesa sembari memegang salah satu bocah yang ada di foto tadi.
***
"Kak Ardhan, gue masih gak ngerti sama soal yang ini."
Ardhan mengehela nafasnya pelan, lalu berbalik dan menjelaskan kembali apa yang tidak dimengerti oleh adik kelas nya ini.
Sheyla begitu serius mendengarkan apa yang Ardhan jelas kan. Sheyla tidak mau membuat kesal kakak kelas nya ini—walaupun terlambat karena Kakak kelasnya ini sudah kesal. Ardhan sudah menjelaskan dua kali, dan ini yang ketiga kalinya.
Itu pun karena Sheyla terlalu terpesona dengan mata dan alis yang tebal milik kakak kelasnya itu. Sheyla jadi gagal fokus. Tapi ini yang ketiga kalinya Ardhan menjelaskan, Sheyla tidak mau membuat penjelasan Ardhan sia sia, lagi.
"Gue ngerti kak,"ucap Sheyla ketika Ardhan selesai menjelaskan.
Ardhan mengangguk lalu membaca kembali materi materi buat olimpiade Bahasa Inggris.
Saat ini mereka berdua sedang berada di perpustakaan, lagi. Mereka sepakat ketika jam istirahat pertama dan kedua, mereka akan mempelajari soal soal bahasa Inggris. Mengingat Olimpiade nya minggu depan, jadi gak ada waktu lagi untuk belajar.
Sheyla pun terpaksa melewatkan jam istirahatnya untuk belajar buat Olimpiade.
"Lo boleh pergi."ucap Ardhan pelan.
Sheyla menoleh, bingung mendengar ucapan Ardhan yang terlalu tiba-tiba.
"Lanjut besok." Lagi, Sheyla mengernyit bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Masker
Fiksi UmumArdhana Argiantara M. Masih menjadi misteri kepanjangan M pada nama cowok itu. Cowok yang kemana mana selalu menggunakan masker, aneh emang. Dan dia juga sangat begitu tertutup kepada semua orang. Ardhan, ya begitu lah orang orang yang memanggilny...