07. Tamu Kejutan

430 31 1
                                    

     

                              ***

 
        Aku tersadar dari lamunanku setelah mendengar suara klakson mobil dari luar pagar rumah. Karena penasaran, aku berjalan menuju sudut balkon untuk melihat jelas siapa yang bertamu malam-malam begini.

          Benar saja. Aku melihat sebuah mobil BMW berwarna hitam sudah terparkir di depan teras rumah. Ada dua orang yang kupastikan adalah laki-laki. Aku berusaha untuk melihat lebih jelas. Sayang, penerangan di sekitar teras yang minim membuat pandanganku samar-samar.

          " Hana..., " panggilan kak Hanum membuatku tersentak hingga hampir saja menjatuhkan pot bunga yang berada di sudut balkon tempatku berdiri. Aku menoleh dan berjalan masuk ke kamarku untuk menemuinya.

          Aku mendapati kak Hanum tersenyum kepadaku. Kak Hanum mendekatiku, dan seketika memelukku erat. Aku bisa mendengar jelas isakan tangisnya dari balik punggungku.

          " Ada apa, kak? Kok kakak menangis, sih?, " tanyaku bingung, mengusap lembut punggungnya.

          Perlahan kak Hanum melepas pelukannya, lalu menyeka air matanya. Masih dengan tatapan dan senyuman yang sama, kak Hanum menangkup kedua tanganku, mengelusnya lembut dengan ibu jarinya.

          " Ada apaan sih, kak? Bikin penasaran aja deh, "

          " Turun ke bawah yuk, Hana. Ada laki-laki baik yang datang untuk mengkhitbahmu, " kata kak Hanum, mengusap kepalaku lembut.

          Sontak aku menatapnya terbelalak. Aku tidak mampu mengontrol keterkejutanku. Ya Allah, jadi tamu yang kulihat tadi, mereka datang untuk mengkhitbahku? Ralat!
Maksudku salah satu diantara mereka.

          " Akhirnya, adek kesayangan kakak bakal naik pelaminan juga, " lanjutnya terkekeh, kembali memelukku.

          Tak terpikirkan lagi olehku untuk membalas pelukannya. Rasanya aku masih shok. Kenapa harus sekarang?

         Kak Hanum tampak sangat bahagia.

          " Hana, ayo. Mereka sudah menunggu kamu di bawah, "

          Kak Hanum menggandeng tanganku untuk berjalan keluar kamar. Aku melangkah di belakang kak Hanum saat menuruni tangga.
Aku mendengar suara ayah yang tengah berbicara dengan seorang lelaki yang kudefinisikan seusia dengannya. Mungkin dia adalah ayah laki-laki yang akan mengkhitbahku.

          Aku semakin menundukkan kepalaku saat langkahku semakin dekat ke ruang tamu. Mama menuntun tubuhku untuk duduk di sofa panjang, mama dan kak Hanum pun ikut duduk mendampingiku. Mama merengkuh sebelah pundakku. Aku masih tidak berani mendongakkan kepala, meski aku penasaran siapa laki-laki itu. Rasanya aku terlalu gugup, meskipun aku belum tahu jawaban apa yang harus kuberikan untuknya.

          " Ini Hanafa. Anak semata wayang saya, " kata ayah memperkenalkanku.
 
          " Masya Allah. Cantik sekali, "

          Aku tersenyum kecil mendengar pujian yang terlontar dari ayah laki-laki itu. Sambil menghembuskan nafas, perlahan aku mengangkat kepalaku. Siapapun dia, semoga menjadi sosok imam yang terbaik untukku, doaku dalam hati.

          Saat aku mengangkat pandanganku lurus ke depan, aku terpaku menatap netra kuning kecokelatan laki-laki itu. Deg!
Detak jantungku bergejolak, rasanya kakiku melemas seketika.

          " Dokter Adnan?!, "

Hening....

          Ruang tamu mendadak hening saat aku dan dokter Adnan beradu tatapan. Aku menatapnya bingung, dan dia menatapku tanpa arti, datar. Beberapa detik saja, lalu mengalihkan pandangannya.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang