11. Tinggal di Rumah Mertua

652 36 0
                                    

 
          

                               ***

        Sepulang dari rumah sakit, mas Adnan mengajakku untuk pindah ke rumahnya. Jujur, aku masih merasa berat untuk meninggalkan mama. Tapi mau bagaimana lagi? Sekarang aku sudah berstatus istri orang. Mama juga mengingatkanku bahwa surga seorang istri terletak pada suaminya. Jadi, aku hanya bisa pasrah dan ikut saja. Aku tidak ingin egoku menjauhkanku dari Jannah-Nya.

          Sekitar dua jam perjalanan, akhirnya aku dan mas Adnan sampai juga ditujuan dengan selamat. Mas Adnan memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah bernuansa cokelat dan emas yang terletak di sudut kota. Aku memandang takjub bangunan bertingkat dua itu. Rumah itu kelihatan begitu mewah dan megah dari luar. Aku jadi penasaran, bagaiman di dalamnya?
     

          Setelah menurunkan koper-koper berisi keperluanku dibantu satpam rumah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


          Setelah menurunkan koper-koper berisi keperluanku dibantu satpam rumah ini. Mas Adnan berjalan duluan dengan menarik dua koper sekaligus, sementara aku mengekorinya dari belakang. Aku sudah menawarkan diri untuk membawa satu koper yang lebih kecil, namun dia menolaknya. Katanya itu tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Tapi tetap saja, dia terlihat kesusahan membawa koperku, meski tidak ditunjukkan secara langsung.

          " Assalamu'alaikum!, " salamku dan mas Adnan begitu memasuki rumah.

          Aku benar-benar takjub melihat interior rumah yang mewah dan bnayak mengandung unsur budaya jawa. Mulai dari guci-guci antik, wayang yang terpajang di dinding, dan masih bayak lagi.

          Padahal kalau dilihat dari luar, rumah ini bergaya eropa klasik yang kental.

          " Wa'alaikummussalam! Kalian sudah datang, ya, " jawab papa mertua antusias.

          Mas Adnan berjalan mendekatinya, mengulurkan tangannya untuk salim. Aku pun melakukan hal sama.

          " Semoga kamu betah di sini ya, Hana. Jangan sungkan, mulai sekarang rumah ini juga rumahmu. Kamu nyonya baru di rumah ini, " lanjut papa mertua mengelus kepalaku dengan sayang.

          Aku hanya tersenyum malu-malu. Rasanya seperti mimpi. Tapi, tunggu! Apa tadi papa mertua menyebutku nyonya baru rumah ini? Ah, aku sampai lupa tentang nyonya rumah sebelumnya. Ya, mbak Aisyah. Melihat dari ekspresi mas Adnan, sepertinya ia kecewa gelar 'istrinya' diberikan kepada wanita lain. Ya, 'wanita lain', memang benarkan? Aku sadar betul dimana posisiku.

          " Ya sudah, kalian istirahat sana. Adnan, ajak istri kamu ke kamar. Kasihan tuh, dia pasti capek. Oh ya, papa mungkin tidak akan pulang malam ini. Soalnya papa ada dinas keluar kota. Kamu jaga mantu kesayangan papa, ya. Awas lho kalau dibikin nangis. Nanti papa jewer kamu, " ucap papa mertuaku.

          " Oh, jadi sekarang papa lebih sayang menantunya nih dari pada anak sendiri, " protes mas Adnan dengan wajah cemberut.

          Aku terkekeh pelan melihat tingkah kekanakan mas Adnan. Rupanya dia manja sekali kalau sama papa mertua. Padahalkan biasanya anak laki-laki itu suka gengsi kepada ayahnya.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang