22. Hanafa Isi?

706 39 0
                                    

                             

                               ***

          Cahaya mentari perlahan menelisik melalui cela ventilasi jendela kamar sepasang suami-istri. Memberi kesan hangat saat pancaran sinarnya tanpa sengaja mengenai wajah lelap seorang pria. Tak berapa lama, ia mengerjapkan mata, sembari menggerakkan tangan kirinya untuk meraba tempat di sisinya. Kosong. Akhirnya dengan susah payah, ia membuka mata dan  mendapati sosok permaisuri hatinya tak berada di perbaringan yang sama dengannya.

          " Astaghfirullahalladzim, " desanya, sembari mengambil posisi duduk, dengan sebelah tangan terangkat mengurut pangkal hidungnya, guna menghalau rasa pening yang mendera.

          Diliriknya jam digital yang ditaruh diatas nakas samping tempat tidurnya, yang menunjukkan pukul 07:25 WIB. Tidak biasanya ia tidur selepas sholat subuh tadi. Adnan paling anti melakukannya, karena baginya waktu yang paling baik untuk memperbanyak ibadah adalah waktu selepas sholat subuh. Jika biasanya ia akan murotal bersama sang istri tercinta selepas sholat subuh, tapi  tiga hari belangan ini, ia malah memilih merebahkan diri. Bukan apa-apa. Ia hanya merasa sangat lelah, hingga malas melakukan apa-apa.

          Setelah membersihkan diri dan berpakaian rapi dengan kaos putih U neck dan celana jeans diatas lutut berwarna navy, Adnan pun segera keluar dari kamar, hendak mencari wanitanya. Dengan hati berbunga ia menuruni satu per satu anak tangga di rumah barunya bersama Hanafa.
Ya, sebulan yang lalu, mereka secara resmi telah menempati rumah yang sudah dipersiapkan Adnan jauh hari sebelum mereka menikah. Adnan memutuskan memboyong sang istri ke rumah barunya, setelah mengalami perdebatan panjang dengan sang ayah.

          Sejak awal menikah dengan Hanafa pun, ayahnya itu memang bersikeras agar putra dan menantunya tinggal di rumahnya. Alasannya, rumah ayahnya terlampau besar hingga sepi rasanya jika ditinggali sendiri. Apalagi dengan kehadiran menantunya yang sudah dianggap putri kandungnya sendiri. Afon juga ingin menyaksikan cucu-cucunya tumbuh besar di rumahnya.  Beruntung Adnan berhasil meyakinkan ayahnya, dengan iming-iming akan sering berkunjung. Dan dibuktikannya dengan bermalam di rumah ayahnya itu dihati Weekend.

          Aroma lezat yang menggoda indra penciumannya langsung tercium dari arah dapur, pertanda bahwa istrinya memang berada di sana. Dengan segera ia melangkah menuju dapur. Kedua sudut bibirnya tertarik kertas, membentuk senyuman yang mengembang sempurna, saat mendapati sosok wanitanya yang tengah asik berkutat dengan bahan masakan. Sesekali ia nampak menakar bumbu ke atas wajan yang berisi nasi goreng rendang pesanan Adnan. Ya, ditengah malam buta, Adnan tiba-tiba saja menginginkan nasi goreng rendang. Tapi melihat sang istri begitu lelap tertidur, Adnan tak sampai hati membangunkannya. Alhasil, ia harus tertidur dengan memimpikan nasi goreng rendang, dan baru tadi subuh ia mengutarakannya kepada sang istri.   
 
          Perlahan Adnan mendekat ke arah sang istri yang posisinya membelakanginya. Adnan mengulurkan kedua tangannya melewati pinggang sang istri dan saling menautkan jarinya di depan perutnya. Memeluk istrinya itu dari belakang, sambil memberi kecupan-
kecupan kecil di sekitar pundak istrinya. Hanafa yang mendapati perlakuan tiba-tiba itupun tersentak kaget. Seketika ia menoleh dan mendapati Adnan yang menatapnya lekat dengan senyum mengembang. Huft! Pemandangan ini selalu dirasainya setiap hari. Bahkan belakangan ini Adnan menjelma menjadi sosok yang begitu manja padanya, dan selalu tak ingin berjauhan darinya.

          " Lepas dulu, mas. Aku lagi masak, " ujar Hanafa, dengan lembut berusaha melepas tangan Adnan yang membelit perutnya. Tapi, bukan Adnan namanya jika ingin mengalah begitu saja. Bukannya melepas, ia malah semakin mengeratkan pelukannya, dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Hanafa, yang tak tertutup khimar. Atas permintaan Adnan, Hanafa memang tak mengenakan kerudung saat berada di rumah. Kecuali kalau ada tamu. Hidung mancungnya sibuk membaui farfum sang istri yang terasa menyengat di bagian lehernya. Aroma Vanilla yang seakan menjadi candu untuknya.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang