13. Cemburu Tapi Gengsi

615 29 0
                                    

.

.

.

***


          Hanafa terbangun di sepertiga malam. Matanya menelusuri setiap sudut kamar, mencari keberadaan sosok suaminya, karena tak mendapatinya tidur di sofa. Bukannya dia tidak ingin Adnan tidur seranjang dengannya. Itu adalah keinginan Adnan sendiri. Hanafa memaklumi ketidaksiapan suaminya itu. Dia masih akan menunggu.

          'Mas Adnan mungkin tidur di kamar tamu,' pikirnya.

          Perlahan ia beranjak dari tempat tidur yang hampir membuatnya terlena itu. Berjalan gontai menuju kamar mandi sambil sesekali menguap lebar. Rasa kantukku akan hilang dengan air wudhu, pikirnya.

          Hanafa kembali keluar dari kamar mandi. Tangannya bergerak meraih mukenah yang terlipat di atas meja. Tubuhnya sudah terbalut mukenah, dan berdiri di atas sajadah. Ia masih setia menatap ke arah pintu. Berharap pintu itu terbuka dan menampakkan sosok laki-laki yang sejak tadi ditungguinya.

          Dari pada sholat dengan pikiran melantur kemana-mana, Hanafa memutuskan untuk mengecek keberadaan suaminya dulu. Masih dengan memakai mukenah, ia mulai menjelajahi satu per satu kamar tamu yang berada di lantai atas. Nihil. Suaminya itu tidak ada di sana.

          Kakinya mulai melangkah tergopoh-gopoh menuruni tangga. Betapa terkejutnya dia saat matanya menangkap sosok Adnan tengah berbaring dengan posisi meringkuk di sofa panjang ruang tamu. Laki-laki itu terlihat kedinginan hingga memeluk tubuhnya sendiri.

          Dengan setengah berlari, Hanafa mendekat ke arah ruang tamu. Ia berlutut di samping sofa tempat Adnan berbaring. Perlahan, tangannya terulur untuk mengusap lembut rambut tebal Adnan.

          " Mas, " panggil Hanafa pelan, beralih menepuk pelan pundak Adnan.

          " Mas Adnan. Bangun. Nanti tahajjutnya kelewat, mas, " ujar Hanafa.

          Adnan hanya terlihat bergelung. Hanafa terlonjak saat tangan kekar Adnan memeluk lengannya, hingga Hanafa tertarik lebih dekat padanya. Dalam keadaan tidur saja, laki-laki itu mampu membuat jantung Hanafa berdetak kencang. Apalagi kalau sedang sadar.

          " Astaghfirullah, " gumam Hanafa pelan mengalihkan pandangannya, saat beberapa detik lalu pandangannya tertuju pada bibir tipis nan merah Adnan. Kilasan kejadian tak terduga semalam, kembali terlintas di otaknya.

          " Aku bangunin, tidak ya. Mas Adnan kelihatan capek banget. Tapi kan, sudah kewajibanku untuk membangunkannya agar tidak terlewat tahajjudnya, " monolog Hanafa. Dia sendiri bingung harus membangunkan Adnan dengan cara apa lagi.

          Hingga, pandangannya tertuju pada benda pipih milik Adnan yang diletakkan di atas meja. Dengan sedikit susah payah, akhirnya Hanafa berhasil meraih ponsel Adnan, tanpa mengubah posisinya.

          Hanafa mulai mengotak atik ponsel Adnan. Setelah menemukan yang dicarinya, Hanafa perlahan mendekatkan benda pipih itu ke telinga Adnan.

          " Bismillah. Maaf ya, mas. Tolong jangan marah, " gumam Hanafa. Dengan memejamkan mata ia menekan tombol play.

          " Allahu akbar! Allahu akbar!," Suara azan mulai berkumandang cukup keras di dekat telinga Adnan.

          Sontak lelaki itu terbangun. Hingga pegangannya di lengan Hanafa dilepas kasar sampai Hanafa terdorong dan pundaknya menghantuk meja. Ponsel yang dipegang Hanafa pun jatuh. Untung saja jatuhnya di atas karpet berbulu yang empuk. Jujur saja dia sendiri juga terkejut melihat reaksi Adnan. Dia bahkan tidak merasakan denyutan nyeri di punggungnya yang terhantuk meja.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang