12. First Kiss

602 35 0
                                    

                                ***

         " Mas Adnan?!, "

          Mataku membulat sempurna ketika mataku beradu tatapan dengan netra kuning kecokelatan milik lelaki yang berdiri selangkah depanku. Guratan urat lehernya yang menonjol, wajahnya yang memerah padam, kilatan amarah di matanya. Ya, Allah! Sudah jelas mas Adnan murka padaku. Aku menelan saliva kuat, bisa kurasakan tanganku kini mulai bergetar.

         " Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh buku ini?!, " tanya mas Adnan dengan suara naik satu oktaf, sambil menunjukkan buku diary yang sudah berpindah ke tangannya. Kali ini bukan hanya tanganku, seluruh tubuhku sudah terasa bergetar.

          " Maaf kalau aku sudah lancang, mas. Aku hanya—, "

          " Jangan kamu pikir karena kamu istri saya, kamu bisa seenaknya menyentuh barang di kamar ini tanpa seizin saya?!, " pungkasnya masih dalam mode marahnya.

          Aku meringis kesakitan saat merasakan cengkraman kuat di pergelangan tanganku. Air mataku berdesakan untuk keluar. Namun aku menahannya, hingga hanya tergenang di pelupuk mataku.

          " Kalau sampai saya lihat kamu ada di ruangan ini lagi, saya akan bersikap jauh lebih kasar. Kamu akan jadi orang pertama yang melihat sisi kejam saya. Paham?!, " ancamnya.

          Mas Adnan mendorong tubuhku kasar ke arah sofa, dan berlalu begitu saja. Dia bahkan tidak menghiraukan teriakanku yang memanggilnya tanpa henti. Aku bangkit, berlari mengejarnya. Aku menarik lengannya untuk berbalik menatapku. Meski takut dengan tatapan mata elangnya, aku berusaha sekuat mungkin menahannya.

          " Tolong mas dengar dulu penjelasan aku. Demi Allah, mas. Aku tadi tidak sengaja menjatuhkan buku itu. Saat melihat nama 'Aisyah' di sampulnya, aku tergerak untuk membukanya. Apa salah jika aku ingin mengenal lebih jauh tentang masa lalumu?, " ujarku, jujur. Kulihat dia memutar bola matanya, jengah.

           Lagi-lagi, mas Adnan menghempaskan tanganku. Karena tidak siap menerima hentakan bertenaga itu, aku terdorong ke belakang, hingga jatuh terjerembab di lantai kamar.

          " Ini yang akan kamu dapatkan, jika berani mengusik masalaluku, " desisnya.

          Suara bantingan cukup keras terdengar dari arah pintu kamar yang di tutup kasar oleh mas Adnan.

          " Astaghfirullahalladzim. Mas Adnan...hiks...hiks, " lirihku dengan air mata yang meluncur tanpa henti.

           Aku membekap mulutku, agar tak ada yang mendengar isakanku. Tidak enak jika tetangga sampai mendengar tangisanku, bisa-bisa mereka mengadu pada papa mertuaku. Aku tidak ingin beliau kecewa. Almarhum ayah dan papa mertua memiliki harapan besar dalam pernikahanku dan mas Adnan.

          Ketakutan kini menyeruak di hatiku. Segitu cintanya mas Adnan terhadap mbak Aisyah, sampai tega melukai hati istri yang baru dia nikahi kemarin. Aku memukul dadaku pelan, berharap itu akan menghilangkan rasa sesak yang membuatku kesulitan menghirup udara. Beberapa saat kemudian, kudengar suara raungan mesin mobil mas Adnan yang perlahan menjauh keluar pagar.

          Ya, Allah. Apa malam ini akan menjadi malam terakhirku sebagai seorang istri? Hamba tidak siap jika benar-benar harus kehilangan laki-laki yang hamba cintai untuk ketiga kalinya. Pertama, mas Rayn, lalu ayah, dan sekarang...
Astaghfirullah! Bukannya aku ingin mendahului takdir-Nya. Wajar bukan jika aku gelisah?

 
                                ***
 
          Suara pintu kamar yang terbuka lebar, dan langkah kaki seseorang yang kini duduk di kasurnya, membuat perempuan yang tengah terlelap dengan posisi meringkuk itu mengernyitkan dahi.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang