21. Rindu Suami

644 32 0
                                    


                                  ***

            Sudah senja, namun Hanafa masih berkutik dengan berkas-berkas laporan medis yang menumpuk di atas meja kerjanya. Dia harus menyelesaikannya sebelum shiftnya
berakhir. Sesekali ia melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja, berherap ada notif pesan ataupun panggilan dari seseorang yang amat sangat dirindukannya selama empat hari ini. Yup! Suami tercintanya, Adnan. Terhitung sudah empat hari suami tercintanya itu berangkat ke Singapore, untuk menghadiri seminar sesama dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Singapore.

           Saking asiknya melamun, Hanafa sampai tidak sadar kalau ada seseorang yang mengetuk pintu ruangannya sejak tadi. Bahkan suara pintu terbuka lebar pun tak
mengalihkan perhatian Hanafa dari lamunanya.

           " Assalamu'alaikum!, " salam seseorang yang berdiri di ambang pintu. Dia adalah Salsa, perawat pendamping barunya. Sejak seminggu yang lalu, Zhelin sudah resign sebagai perawat pribadinya. Lebih tepatnya sahabatnya itu berpindah tugas
menjadi perawat pendamping
dr. Nando. Masih ingat, kan? Ya, sahabat Hanafa juga.

          " Dok! Dokter Hanafa? Dokter!, " panggil suster Salsa, dengan suara sedikit meninggi. Seketika Hanafa tersentak dari lamunannya, dan refleks mendongak menatap
suster Salsa yang sudah berdiri di depannya.

          " Sebelumnya maaf saya mengagetkan, dok. Soalnya, dari tadi saya mengetuk pintu ruangan dr. Hanafa, tapi tidak ada yang nyahut. Jadi, saya langsung masuk, " kata
suster Salsa, menunduk penuh hormat.

          " Wa'alaikummussalam! Tidak apa, Sus. Maaf ya, tadi saya lagi melamun, " ujar Hanafa, tersenyum kikuk karena ketahuan melamun.

          " Saya mengerti, dok. Sepertinya, dokter sedang rindu berat dengan
Seseorang. Dulu saya juga begitu, pas ditinggal tugas sama suami saya. Bahkan sampai berbulan-bulan. Nasib punya suami pilot, " kekeh Suster Salsa, yang membuat dokter muda itu tersenyum malu.

          " Oh ya, saya sampai lupa tujuan awal saya ke sini. Ini, dok. Saya
mau menyerahkan hasil laporan medis pasien atas nama Ibu Fatmawati, yang ada di ruangan Anggrek III, dok, " ujar Suster Salsa, sembari meletakkan sebuah map berwara merah di meja depan Hanafa.

          " Terima kasih, Sus, " ujar Hanafa, tersenyum sembari membuka map itu dan
mulai membaca berkas berisi perkembangan medis pasiennya.

          Suster Salsa mengangguk, lalu berkata, " Sama-sama, dok. Kalau begitu, saya undur diri, dok. Saya harus mengecek pasien lainnya dulu. Assalamu'alaikum!, " pamit Suster Salsa ramah.

          " Wa'alaikummussalam!, " sahut Hanafa.

          Setelah pintu ruangannya kembali tertutup, dan mulai berkutat lagi dengan pekerjaannya. Dua puluh menit berlalu, Hanafa sudah bisa bernafas dengan lega. Akhirnya, dia sudah selesai mengecek semua dokumennya. Hanafa melirik arloji
berwarna gold yang melingkar dengan indah di pergelangan tangannya. Sudah pukul 16:05 WIB. Dokter muda itu bangkit dari kursi kebesarnnya, membereskan dokumen yang tadi menumpuk, lalu menyusunnya di rak tiga tingkat di dekat meja kerjanya, dan bersiap
untuk segera pulang.

          Hanafa sudah berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang langsung menuju area parkiran khusus dokter. Setelah mendapati mobilnya, Hanafa segera membawanya melaju membelah jalanan ibu kota yang sempat macet, karena memang sudah jam pulang kantor. Butuh waktu sekitar satu jam, akhirnya Hanafa sudah sampai di depan rumah besar tempatnya tinggal mulai dari 7 bulan lalu.

          Setelah memarkirkan mobilnya di garasi samping rumah, Hanafa bergegas menuju teras, mengulurkan tangannya untuk menekan bel yang terletak di tembok samping pintu
utama. Tak butuh waktu lama, bik Tatik membuka pintu untuknya.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang