10. Mencoba Menerima

504 32 0
                                    

" Aku akan bersabar hingga
saat itu tiba, "

~Hanafa Humaira Rasyid~

***

Di sepertiga malam, Hanafa terbangun. Setelah matanya terbuka sempurna, ia sudah tidak melihat sosok Adnan di tempatnya berbaring semalam.

'Mungkin mas Adnan sholat di kamar sebelah,' pikirnya.

" Alhamdulillahilladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur, "

Setelah doa tersebut ia baca, ia kemudian bergegas meninggalkan tempat tidurnya untuk mengambil wudhu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat pintu kamar mandi perlahan terbuka. Dari balik pintu nampak sosok Adnan yang sudah rapi dengan balutan baju kokoh putih, sarung bermotiv kotak-kotak, dan peci hitam.

" Kamu sudah bangun? Lekaslah berwudhu. Kita sholat tahajjud bersama, ya, " katanya, menggelar sajadah menghadap ke kiblat. Kemudian ia menggelar satu sajadah lagi di belakangnya lengkap dengan mukenah yang sering dipakai Hanafa.

" Kenapa kamu menatapku seperti itu? Ayo, sana wudhu, " ujarnya lagi, menyentakkan Hanafa dari lamunannya. Perempuan itu lantas segera bergegas masuk ke kamar mandi.

Malam ini begitu spesial bagi Hanafa. Untuk pertama kalinya, ia akan sholat diimami oleh suaminya. Tak hentinya Hanafa mengucapkan syukur dalam setiap sujudnya. Rakaat pertama, Adnan memilih membaca surah Al-kahf setelah surah Al-fatiha. Surat yang menjadi favorite Hanafa.

Setelah selesai berdoa, Adnan berbalik menghadap Hanafa. Mengulurkan tangannya untuk disalimi istrinya. Hanafa menahan posisi mencium punggung tangan Adnan beberapa detik. Tanpa sadar setetes air mata jatuh mengenai punggung tangan suaminya itu.

" Ada apa, Hana? Kenapa kamu menangis?, " tanya Adnan, bingung.

" Nggak apa-apa kok, mas, " jawab Hanafa menyeka air matanya.

" Maafkan saya, Hana. Maaf, karena saya tidak bisa memberimu hak itu. Tapi, saya berjanji akan berusaha untuk menjadi suami yang baik untukmu, " Hanafa tersenyum, menandakan keikhlasannya.

" Tidak apa, mas. Aku tidak akan memaksamu. Kita jalani saja apa yang ada sekarang, " ucap Hanafa dengan suara lembut, ditambah senyuman yang tak pernah memudar.

Adnan membawa tubuh mungil Hanafa ke dalam rengkuhannya. Laki-laki itu mengelus lembut punggung istrinya yang dua tahun lebih muda darinya itu.

" Aku mungkin tidak bisa mencintaimu. Tapi, aku akan berusaha membuatmu bahagia, " gumam Adnan pelan, namun masih bisa didengar oleh Hanafa. Ia hanya tersenyum sambil menenggelamkan kepalanya di dada bidang Adnan.

Hanafa sadar betul dimana posisinya di hati Adnan. Lagipula mereka sudah sama-sama berkomitmen untuk menjalankan kewajiban mereka. Kecuali, hak Adnan yang ada pada dirinya.

***

Aku kembali terbangun pukul setengah tujuh pagi. Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan ke arah kamar ganti, mengambil beberapa pakaian, lantas masuk ke kamar mandi. Kulihat mas Adnan masih terlelap dalam tidurnya. Selimut bermotiv polkadot menyelimuti tubuhnya hingga bahu. Subuh tadi aku diam-diam keluar kamar dan mengambil selimut di kamar tamu. Kasihan mas Adnan harus tidur dengan rasa dingin, apalagi dia tidur di sofa. Meski tak mengatakan apapun, aku bisa melihat guratan lelah di wajahnya.

Setelah selesai mandi dan ganti baju di kamar mandi, aku keluar. Langkahku refleks terhenti saat kedua mataku menangkap sosok mas Adnan tengah bertelanjang dada, hanya selembar handuk yang menutupi pinggang hingga lututnya.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang