17. Memalukan

590 36 0
                                    

                               ***

Engh!

           Aku mengernyitkan dahi, saat merasakan benda berat yang menimpa perutku. Perlahan pelupuk mataku terangkat. Aku mengerjap berjali-kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mataku. Setelah semua nyawaku kembali terkumpul, aku mencoba melirik ke bawah. Benar saja! Sebuah lengan kokoh kini tengah memeluk pinggangku. HAH?! Aku terkejut setelah sadar siapa pemilik lengan itu. Ya, siapa lagi kalau bukan suamiku, mas Adnan. Aku berniat untuk beranjak, namun lengan itu semakin memelukku erat. Aku tersentak saat tubuhku ditarik ke belakang, hingga menempel pada dada bidang mas Adnan. Bulu kudukku meremang saat nafas hangat mas Adnan menerpa kulit tengkukku. Ya, Allah!

          Saat ini kedua tangan mas Adnan sudah memblokade pergerakanku. Tubuhku masih saja menegang. Aku khawatir dengan nasib jantungku. Lagi-lagi dia harus kupaksa bekerja lebih keras. Gugup? Sudah pasti iya, banget malah.

          " Udah bangun, hm?, " tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

          " I-iya, mas. A-aku mau ke kamar mandi. Mau wudhu. Nanti tahajjudnya telat, " ujarku gelagapan. Untung posisiku membelakangi mas Adnan, jadi dia tidak melihat pipiku yang pasti sudah blushing.

          " Hehe. Emang udah jam berapa?, " tanyanya. Aku melirik sekilas jam digital di atas nakas samping tempat tidur.

          " Udah jam tiga lebih lima belas menit, mas. Eh, mas gak mau tahajjud?, " aku balik bertanya setelah menjawab pertanyaannya tadi.

          " Hm. Aku mau mandi basah dulu, " ujarnya, melepas pelukannya. Aku merasakan pergerakan dari sisi lain tempat tidur. Syukurlah. Mas Adnan sudah pergi. Eh, tapi dia bilang apa tadi?! Mandi basah?!

          " M-mandi basah?!, " pekikku setelah sadar. Aku segera bangkit dan mengambil posisi duduk.

          Pandanganku lurus menatap ke arah mas Adnan yang baru saja akan masuk ke kamar mandi, namun terhenti saat mendengar pekikanku.

          " Iya, sayang. Aku mau mandi basah, " ucapnya santai, dengan mata kirinya yang dikedipkan ke arahku. Detik selanjutnya, sosoknya hilang dibalik pintu kamar mandi.

          Apa tadi mas Adnan manggil aku 'Sayang'?! Ya, Allah! Apa yang terjadi semalam?! Aku terus memutar otakku untuk mengingat kejadian semalam. Nihil! Aku tidak ingat apa-apa. Seingatku, kemarin sore, aku tertidur di sofa ruanganku. Kok sekarang aku udah di rumah, ya? Jangan-jangan benar terjadi sesuatu tadi malam? Argh! Gimana ini? Mas Adnan mengambil haknya saat aku tidak sadar? Atau aku sadar saat itu terjadi?
Aku menggigit jariku saking cemasnya. Aku menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhku. Memeriksa sesuatu di sana. Tapi, kok gak ada, ya?

          " Kamu nyari apa, sayang?, " aku kembali menegang saat lagi-lagi mas Adnan memanggilku dengan sebutan 'sayang'. Sesaat saja, aku segera menetralkan rawut wajahku. Kembali memeriksa tempat tidur. Baik selimut maupun bantal sudah aku turunkan dari tempat tidur.

           " Han, nyari apa? Ada yang hilang?, " tanya mas Adnan lagi.

          Huh! Kenapa sih dia cerewet sekali pagi ini. Sudahlah. Aku menyerah! Aku turun dari tempat tidur, membalikkan badan ke arah mas Adnan. Dan...jreng! Secepat kilat aku kembali membalikkan badanku saat melihat mas Adnan tengah berdiri di depan kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk yang membalut pinggang hingga lututnya. Perut kotak-kotaknya terekspose sempurna. Meski bukan yang pertama kalinya, tetap saja aku masih belum terbiasa.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang