20. Sepenuhnya Milikmu

821 37 0
                                    

   

                                ***

          Hanafa terbagun dari tidur lelapnya. Dilihatnya kamarnya yang masih gelap. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, membiasakan cahaya yang masuk ke retinanya. Ia menoleh ke arah nakas sampingnya. Jarum jam sudah menunjukkan jam 4 dini hari. Setelah kesadarannya terkumpul semua, perlahan ia melepaskan rengkuhan Adnan di pinggangnya. Baru saja ia menggerakkan kakinya hendak turun dari tempat tidur, tiba-tiba Hanafa merasakan pegal di seluruh tubuhnya, dan rasa nyeri di bagian bawahnya.

          Hanafa kembali mengingat kejadian semalam. Saat dimana ia merelakan kesuciannya untuk suami tercinta. Seakan sebuah beban besar telah terangkat dari pundaknya. Hanafa melirik ke arah nakas, meraih ponselnya yang tergeletak di sana.
Matanya seketika membulat, menatap layar ponselnya. Sudah pukul 03:35 WIB. Dan dia belum sholat tahajjut. Ia langsung menoleh ke arah sang suami, yang tampak tenang dalam tidurnya. Hanafa beringsut mendekati suaminya itu. Btw, Hanafa udah pake baju, ya.

           " Mass! Mas Adnan! Bangun, mas! Nanti tahajjutnya telat, lho, " panggil Hanafa, menggoyangkan lengan Adnan pelan.

           " Maasss! Ih! Bangun, dong! Aku tinggal sholat, nih, " ancam Hanafa. Dan, berhasil! Perlahan Adnan mengerjapkan mata. Senyumnya seketika terbit saat wajah cantik istrinya lah yang dilihatnya ketika bangun tidur.

          " Mass! Ayo!, " rengek Hanafa, setengah kesal.

          " Hhmm, " gumam Adnan, yang malah memeluk pinggang Hanafa posessive.

          " Maasss! Lepas, nggak?! Jangan sampe aku tabok nih kepala, mas, " geram Hanafa, melepas paksa tangan Adnan dari pinggangnya.

          " Hm, iya, aku bangun. Tapi satu kali lagi, ya?, " sahut Adnan, dengan nada mengiba.

          Seketika mata Hanafa melotot, mendelik tajam ke arah suaminya yang malah tertawa renyah.

          " Gak ada! Dasar OMES!, " desis Hanafa. " Udah, ah! Terserah, mas. Aku mau mandi dulu, " ujar Hanafa,  segera beranjak dari tempat tidur. Dengan sedikit meringis menahan ngilu, Hanafa mulai berjalan tertaih-tatih menuju kamar mandi.

          " Kamu nggak apa-apa, Naf?, " Adnan segera beranjak dari perbaringannya saat mendengar suara ringisan tertahan Hanafa. Dengan hanya memakai boxer hitamnya, Adnan berjalan mendekati sang istri yang masih berusaha untuk sampai di kamar mandi.

          " Sakit ya, sayang?, " tanya Adnan, memegang pundak Hanafa, dan membalikkan tubuhnya agar menghadap ke arahnya.

          " Sedikit, " cicit Hanafa, menahan malu.

          " Mau aku bantu?, " tanya Adnan.

          " Ah? Nggak usah, mas. Ak--eh...Mas turunin!, " Hanafa seketika terkesiap saat Adnan tiba-tiba menggendongnya ala bridal style.

           Hanafa terus saja meronta-ronta untuk lepas dari gendongan Adnan.

           " Kalau masih gerak lagi, aku pastikan kita akan berakhir di sana, " ancam Adnan, sambil melirik ke arah tempat tidur. Hanafa seketika kicep, dan hanya bisa pasrah.

          Adnan menutup pintu kamar mandi dengan kakinya, dan langsung mendudukkan Hanafa di pinggiran bathtub.

          " Kok mas Adnan masih di sini?
Sana keluar! Aku mau mandi, mas, " bingung Hanafa. Pasalnya suaminya itu masih setiap berdiri di depannya.

          " Kenapa? Aku kan juga mau mandi, " jawab Adnan santai, sembari berjalan perlahan menuju bathtub.

           " M-mas Adnan mau ngapain?, " tanya Hanafa.

Takdir Cinta HanafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang