"...Jungkook-ah, bangun! Kita sudah sampai."
Aku langsung membuka mata begitu mendengar suara itu. Sembari meregangkan tubuh yang terasa kaku karena tertidur dalam posisi yang buruk, aku menguap kecil. Ah, lelah sekali. Apa ini sudah sampai di Busan?
"Cepat turun!" suara Jung hyung kembali terdengar.
"Sudah sampai?" aku bertanya untuk memastikan. Pasalnya semua yang ada di sini terasa asing bagiku. Apa rumah berubah begitu besar selama lima tahun terakhir?
"Astaga! Kau bahkan tidak mengenali rumahmu sendiri? Kau harus lebih sering pulang mulai sekarang." kata Jung hyung sembari sibuk mengeluarkan koper yang aku bawa. Hanya satu kok. Aku tidak membawa terlalu banyak barang karena akan kembali lagi ke Seoul dalam dua minggu. Lagi pula aku ingat ada banyak baju di sini.
Aku tidak membalas lagi dan langsung turun dari mobil. Mataku memandang rumah yang sekarang terasa sedikit asing. Banyak bagian yang berubah hingga aku sulit mengenalinya. Pohon besar yang ada di halaman samping sudah tidak ada dan digantikan dengan taman bunga tulip yang nampak indah. Lalu halaman rumah yang dulunya dipenuhi dengan rumput pendek sekarang dipenuhi dengan tanaman bunga. Terlebih pagar kayu yang terlihat baru di sekeliling rumah. Aku merasa asing dengan semua ini.
Sepertinya yang tetap sama hanyalah ayunan besi yang ada di halaman samping. Meskipun sudah berkarat, tapi ayunan itu masih berada di tempat yang sama sejak bertahun-tahun yang lalu. Rasanya dulu aku sering bermain di sana dengan teman-teman. Dan sejak bertahun-tahun yang lalu ayunan itu sudah tidak pernah digunakan lagi. Lalu kenapa tidak dibuang saja, ya?
"Ayo masuk."
Saat menoleh, mataku menangkap sosok Jung hyung memanggil dari depan pintu. Aku segera berjalan menghampirinya lalu masuk ke dalam rumah. Seperti yang sudah kuduga, bagian dalam rumah juga benar-benar berubah. Aku masih mengingat rak buku tinggi di pojok ruang tengah. Tapi sekarang di sana ada meja kecil dengan vas bunga di atasnya. Lalu cat cream itu, aku yakin dulu dinding rumah ini berwarna biru langit. Ah, ada terlalu banyak hal yang berubah selama aku tidak pulang ke sini.
"Kalian sudah kembali?" tiba-tiba eomma muncul dari sebuah ruangan. "Kau baik-baik saja? Eomma cemas sekali saat mendengar kau sakit." katanya kepadaku.
"Aku baik-baik saja, eomma. Maaf karena membuatmu cemas." ucapku dengan nada menyesal. Sebenarnya saat ini aku sedang mengumpati Jieun noona yang sembarangan mengatakan bahwa aku sakit kepada Jung hyung. Jika sudah begini kan aku menjadi merasa bersalah karena membuat eomma cemas
"Kalau begitu masuklah ke kamarmu dan beristirahatlah. Kau pasti sangat lelah." kata eomma masih dengan wajah cemas yang ditujukan kepadaku.
"Ah, appa sedang tidak ada di rumah?" aku memilih untuk mengalihkan pembicaraan karena sejujurnya aku masih ingin berbicara dengan eomma. Kami kan sangat jarang mengobrol secara langsung seperti ini. Bahkan mengobrol lewat telepon saja jarang. Terkadang aku terlalu sibuk untuk menghubungi eomma. Aku tahu seharusnya tidak melakukan itu. Tapi mau bagaimana lagi?
"Appa sedang meliput berita besar, tahu." bukan eomma yang menjawab, tapi Jung hyung.
"Ah, begitu."
Biar aku jelaskan. Appa bekerja sebagai seorang reporter. Aku yakin setiap hari dia sibuk mencari berita ke sana kemari. Aku bahkan tidak yakin apakah dia tahu aku akan pulang hari ini atau tidak. Dia itu sangat sibuk. Aku juga tidak akan berharap banyak darinya. Yang terpenting dia pasti akan senang jika aku pulang. Meskipun dia terkesan sangat sibuk dan jarang memiliki waktu luang, dia tetaplah seorang suami dan ayah yang pasti juga memikirkan keluarganya. Itu adalah hal yang memang sudah sewajarnya terjadi, kan?
Mengenai eomma, dia tidak bekerja. Hanya mengurus rumah dan terkadang berkebun di halaman rumah. Semua tanaman yang ada di halaman ditanam oleh eomma. Dia sendiri yang menceritakannya kepadaku saat kami berbicara di telepon. Eomma memang senang menceritakan kesehariannya lalu memintaku untuk menceritakan bagaimana kehidupanku di Seoul. Meskipun dia mengobrol dengan ceria, aku terkadang mendengar nada suaranya menjadi sedikit bergetar saat berbicara. Aku tahu dia menjadi emosional. Bagaimana pun kami sangat jarang bertemu.
Lalu Jung hyung adalah seorang photographer. Terkadang dia berkeliling dan berpetualang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Tapi beberapa kali dia bekerja sama dengan perusahaan iklan atau apapun itu. Aku tidak terlalu mengerti tentang dunianya. Terkadang dia terlihat begitu bebas, tapi ada kalanya dia menjadi sangat serius dalam pekerjaannya. Aku tahu dia senang memotret. Hasil jepretan kameranya juga tidak bisa dianggap remeh. Meskipun terkadang aku kesal kepadanya, tapi aku harus tetap mengakui hal ini.
Mengenai aku sendiri... Entahlah. Selama lima tahun ini aku bekerja di balik bayangan. Aku bekerja menjadi model, tapi aku tidak ingin diriku terlalu terekspos ke dunia. Aku juga terpaksa melakukan ini. Agensi tidak mau melepaskan aku begitu saja setelah Bangtan berakhir. Mereka malah menahanku sementara membiarkan para hyung pergi dan menghilang dari penglihatanku.
Aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Selama ini aku merasa begitu kosong. Rasanya aku yang bersalah di sini. Mengapa hanya aku yang bertahan sementara para hyung mulai pergi satu per satu? Mengapa pihak agensi hanya menahanku? Mengapa para hyung dibiarkan dan dilepas begitu saja?
Meskipun begitu aku sangat tersiksa selama ini. Ketidaktahuan ini membuatku menjadi semakin lelah. Pada akhirnya akan ada lebih banyak pertanyaan yang diajukan oleh otakku. Padahal aku sudah terlalu lelah untuk memikirkan jawabannya. Aku tetap tidak tahu, seberapa keraspun aku memikirkannya. Aku seperti sebuah manusia salju yang ditinggalkan sendirian di tengah dinginnya kehidupan. Aku kedinginan dan kesepian, tapi tak ada yang mau menemani.
"Kookie, ada apa?"
Ucapan eomma menarikku kembali ke dunia nyata. Lagi-lagi aku terlalu banyak berpikir. Sangat sulit untuk melupakan semuanya. Dan meskipun aku ingin melarikan diri dari kenyataan ini, itu terlalu sulit untuk dilakukan.
"Kalau begitu aku akan ke kamar." akhirnya aku memilih untuk mengatakan itu dari pada berlama-lama mempertontonkan kegundahanku kepada eomma. Aku tidak ingin membuatnya semakin cemas.
"Baiklah. Kau harus beristirahat."
Aku tersenyum dan mengangguk. Aku senang berada di dekat eomma. Rasanya ada ketenangan tersendiri yang merasuk ke dalam diriku. Aku selalu merasa senang karena bisa merasakan ini.
"Hyunie, bantu bawakan koper Kookie ke kamarnya ya." kata eomma kepada Jung hyung. Aku tersenyum kecil. Caranya mengatakan itu seperti sedang memerintah anak kecil. Lagi pula Jung hyung terlihat tidak keberatan sama sekali. Dia benar-benar penurut seperti anak kecil.
"Tanpa eomma perintah pun aku akan melakukannya." kata Jung hyung kemudian memandangku. "Kau tidak lupa di mana letak kamarmu, kan?"
Dia ini sedang meledekku, ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Day [END]
Fiksi Penggemar[방탄소년단 x 전정국] Ini adalah kisah tentang kerinduan seseorang pada sebuah kebahagiaan. Mengenai bagaimana dirinya menjalani kesunyian hatinya dan tentang keteguhannya dalam mencari alasan mengapa dia harus menanti. Jeon Jungkook harus terpisah dari ena...