"Jeon Jungkook! Astaga, apa yang kau lakukan?!"
Si pemilik nama tersenyum lebar, menyambut kedatangan Jieun dengan ekspresi yang jauh berbeda dari biasanya. Perempuan bahkan sampai membeku di depan pintu ketika melihat itu. Dahinya mengernyit dalam dengan wajah yang mengisyaratkan ketakutan. Jungkook berani bertaruh jika perempuan sedang berpikir bahwa ada roh jahat yang merasuki tubuhnya. Tapi karena bakat aktornya, Jieun tidak terlihat seperti sedang bercanda atau apa. Mengerikan.
Meskipun biasanya Jungkook akan kesal ketika menyadari itu, tapi sekarang moodnya sedang dalam kondisi yang sangat baik sehingga ia tidak ingin marah-marah sama sekali. Pemuda itu bahkan masih mempertahankan senyum saat Jieun menggumamkan kata-kata yang bahkan selalu berhasil memprovokasinya.
"Jungkook-ah, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu? Kepalamu terbentur? Jangan-jangan kau tidak mengingatku," oceh Jieun sembari membolak-balik dan mengguncang kepala Jungkook, seolah benar-benar yakin jika memang ada yang salah dengan bagian itu.
"Noona, jangan... Sakit."
Detik itu juga Jieun langsung melepaskan jungkook begitu saja. Tapi meski guncangan yang ia terima sebelumnya sudah hilang, Jungkook masih harus meringis karena kepalanya berdenyut luar biasa. Padahal tadi sudah membaik. "Mianhe, jungkook-ah. Gwenchana?" tanyanya dengan raut cemas yang begitu kentara.
Jungkook hanya mengangguk kecil, masih memegangi kepalanya karena demi Tuhan bagian itu terasa jauh lebih berat secara tiba-tiba. Padahal ia yakin sekali bahwa volume otaknya tidak akan tiba-tiba bertambah atau apa. "Kau harus memperlakukan orang sakit dengan benar, noona," ujarnya sembari menatap perempuan itu.
"Sebenarnya ada apa denganmu? Aku menunggu hampir setengah jam dan ternyata kau ada di sini." Meskipun maksud ucapannya adalah untuk mengomeli Jungkook, tapi wajahnya masih menampakkan raut cemas—yang sebenarnya ia ragukan. Siapa yang tahu apakah Jieun sedang menggunakan kemampuan aktingnya atau tidak?
Jungkook segera mengubah ekspresi wajahnya agar terlihat menyesal kemudian berkata, "Maaf, noona. Aku juga tidak ingin berada di sini. Tapi kenapa kau tahu bahwa aku ada di sini?"
"Ah, Yoongi yang memberitahu. Kau sudah bertemu dengannya?"
Pemuda itu mengangguk semangat meskipun kemudian harus meringis karena kembali dihantam pening. Tapi sesegera mungkin ia menormalkan ekspresi dan kembali tersenyum lebar. "Aku tidak menyangka akan benar-benar bertemu dengannya lagi," ujarnya menggebu-gebu.
Sesuatu yang benar-benar ia harapkan. Sesuatu seperti bertemu dan berkumpul kembali dengan enam hyung dalam suasana yang lebih baik. Jieun tentu mengerti dan bisa memahami perasaan Jungkook saat ini. Jadi sembari menarik kursi ke sisi brankar untuk diduduki, ia berkomentar, "Wah, kau senang sekali hanya karena bertemu dengannya."
"Tentu saja," balas Jungkook semangat. Tapi kemudian raut itu mengendur karena tiba-tiba otaknya kembali memutar ingatan beberapa hari yang lalu. Mungkin seharusnya Jungkook tidak berharap terlalu banyak. Mungkin saja Yoongi akan pergi begitu saja. Tapi meskipun otak dan hatinya sedang berperang sengit, ia berusaha menampilkan seulas senyum sebelum kemudian menggumam, "Meskipun aku tidak tahu apakah dia akan tetap seperti ini atau menghilang lagi seperti Jimin hyung."
"Eoh?! Kau sudah bertemu dengan Jimin juga? Kenapa tidak pernah memberitahuku?"
Jungkook malah menghela nafas pelan dan itu sukses membuat raut semangat Jieun menghilang begitu saja. Ayolah, perempuan itu sudah bersama dengan Jungkook selama bertahun-tahun. Dia pasti bisa membaca perubahan ekspresi pemuda itu dengan sangat mudah. "Jika itu membuatmu sedih, lupakan saja. Kau tidak boleh terus-terusan begini. Itu membuatku sedih juga, tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Spring Day [END]
Fiksi Penggemar[방탄소년단 x 전정국] Ini adalah kisah tentang kerinduan seseorang pada sebuah kebahagiaan. Mengenai bagaimana dirinya menjalani kesunyian hatinya dan tentang keteguhannya dalam mencari alasan mengapa dia harus menanti. Jeon Jungkook harus terpisah dari ena...