FOLLOW SEBELUM MEMBACA
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENHappy Reading🖤
***
Angin sepoi-sepoi dan cuaca yang terlalu terik siang ini menemani kesedirian seorang gadis yang tengah duduk terdiam di bangku panjang rooftop SMA Pelita Jaya. Air mata mengalir di pipinya saat mengingat kenangan indah dengan sosok yang kini telah tenang dialam sana. Sosok lelaki yang selama ini menemaninya. Sudah dua bulan semenjak kepergian sang Ayah, Alice masih sering menangis di saat sendirian seperti ini. Sungguh dia sangat merindukan sang Ayah.
Sudah 2 jam dia duduk diam sendirian di sini. Kelasnya sedang jam kosong karna guru yang mengajar tidak masuk, jadilah kelasnya free sampai bel pulang. Alice sudah menghabiskan beberapa puntung rokok siang ini. Saat sedang asik melamun dia dikagetkan dengan tepukan dipundaknya, dengan reflek dia mengangkat kepalanya melihat siapa yang sudah mengganggu acara lamunannya.
"Ay?" yah Ayres lah yang sudah mengagetkannya.
"Lamunin apa sih? Gue dari tadi manggil gak di sautin" Tanya Ayres menggambil tempat di samping Alice. Ayres menghela nafas panjang melihat beberapa puntung rokok yang telah di hisap oleh istrinya.
Ayres memang sudah tau jika Alice merokok setelah insiden mabuk kemarin. Dia sudah sering melihat istrinya merokok. Dia tidak melarang istrinya merokok karna dia sendiri juga perokok aktif, dia hanya menyuruh Alice untuk mengurangi karna dia tau apabila sudah kecanduan akan sangat susah apabila harus berenti mendadak.
Ayres menyarankan sang istri untuk mengurangi, jika dalam 1 hari Alice bisa menghabiskan 1 bungkus, maka sekarang 1 bungkus bisa habis dalam waktu 2-3 hari dan itu juga di terapkan oleh Ayres sendiri. Sebagai gantinya mereka selalu membawa permen di saku seragam mereka sebagai pengalih rokok. Dan yah apa yang mereka terapkan berjalan dengan baik.
"Lagi kangen ayah" jawab Alice menatap mata Ayres dengan mata yang lagi-lagi siap menjatuhkan Kristal beningnya. Ayres yang melihat mata Alice berkaca-kaca langsung menarik sang istri ke dalam dekapannya.
Dan saat itu juga tangis Alice pecah, entah mengapa jika sudah berhadapan dengan Ayres dia menjadi orang yang lemah seperti saat ini dia sudah tak peduli bagaimna keadaannya dia hanya ingin melampiaskan semua kerinduannya dengan menangis.
Ayres yang mendengar tangis pilu istrinya makin mengeratkan pelukannya dan di balas tak kalah erat oleh Alice. Biarlah seragamnya basah karna air mata sang istri. Sungguh hatinya sesak melihat istrinya menangis terisak seperti ini. Di belai rambut panjang sang istri berharap tangisannya reda, dan berhasil.
"Sshhtt, udah nangisnya yah, nanti Ayah ikut sedih liat anaknya nangis kayak gini. Libur nanti kita jengukin ayah mau gak?" kata Ayres berusaha menenangkan istrinya. Alice hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Ayres.
Beberapa menit kemudian Alice sudah berenti menagis namun rasanya dia masih betah berada dalam pelukan suaminya. 'nyaman' batinnya. Alice menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ayres.
"Udahan yuk peluk-peluknya, udah mau bel. Gak mau pulang?" Tanya Ayres setelah merasa cukup lama dalam posisi seperti ini. Karna jujur punggung pegal bersandar pada bangku kayu. Alice lalu melepaskan pelukannya perlahan.
Di rapikannya rambut Alice berantakan tertiup angin. Alice menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia yakin wajahnya sangat jelek setelah menangis.
"Kenapa di tutup mukanya Al" kata Ayres sambil menarik tangan Alice
"Gak mau, muka gue pasti jelek banget pasti habis nangis"
"Gak jelek kok, mata lo bengkak aja terus hidung merah gini"
"Iih tuh kan. Jelek banget ya?" ucap Alice menatap Ayres. Ayres mengusap pipi Alice lembut menghilangkan sisa air matanya. Ayres merasa sesuatu yang aneh dengan jantungnya melihat wajah Alice dari dekat seperti ini. Walaupun sudah sering berdekatan sperti ini, tapi baru sekarang dia merasa aneh dengan dirinya, tapi yang lebih aneh lagi dia menyukai perasaan aneh itu.
"Nggak kok, selalu cantik" ucapnya menatap lekat mata Alice. Dengan pelan dia mendekatkan wajahnya. Dia bingung dengan apa yang dilakukannya sekarang. Seakan tubuhnya bergerak sendiri. Lalu di kecupnya kedua mata Alice dengan lembut.
Alice yang mendapat perlakuan seperti itu hanya menutup mata menikmati gelenyar aneh dalam tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang seperti habis berlari. 'Kayaknya gue harus periksa ke dokter. Jantungkuuu' jerit Alice dalam hati.
Setelah Ayres memberi jarak Alice menundukkan kepalanya, dia sangat yakin wajahnya kini seperti tomat. "Kenapa nunduk gitu Al?" goda Ayres. Alice semakin menundukkan kepalanya.
"Hey liat sini dong, gue di depan bukan di bawah" ujarnya memegang dagu Alice mengangkat wajahnya. "Pipinya kok merah Al" Astaga ingin rasanya Alice menghilang sekarang juga, dasar Ayres tidak peka. Pipi Alice merah kan karna dia asal main cium aja.
Alice memukul dada Ayres kuat lalu berdiri dan segera pergi dari tempat ini. Ayres yang melihat itu langsung tertawa karna telah membuat Alice malu. Dia segera menyusul Alice yang sudah berjalan jauh menuju pintu rooftop.
Alice sudah siap membuka pintu agar segera keluar dari tempat ini, namun dia di kejutkan dengan sebuah tangan kekar yang memeluknya dari belakang. Siapa lagi kalau bukan Ayres karna mereka hanya berdua di sini.
"Ay, apaan sih peluk-peluk"
"Biarin dulu kayak gini Al, gue tau lo suka kan gue giniin" ujar Ayres lalu tertawa keras melihat pipi merah Alice. Sepertinya ini akan menjadi hobi barunya menggoda Alice. Belum juga jantung Alice sembuh akibat kecupan di matanya tadi, dan sekarang jantungnya makin berdisko karna pelukan tiba-tiba ini.
Ceklek
Saat sedang asik dengan posisi ini, pintu yang belum sempat terbuka, terbuka duluan dan menampilkan seseorang.
"Kalian kok?"
***
FOLLOW AKUN IG ELL YAH
just.ell23TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
AL & AY (END)
Fiksi Remaja17++ Alice & Ayres Menikah karna keinginan terakhir dari Ayah Alice. Menikah di usia yang bahkan belum bisa memiliki KTP namun harus menjalani kehidupan rumah tangga. Mau tau ceritanya, Just read this story FOLLOW TERLEBIH DAHULU. JANGAN LUPA VOTE...