13

599 49 0
                                    

   

Teng! Teng!

    Murid SMA Budi Mulia berhamburan di koridor sekolah dan parkiran. Beberapa diantara mereka masih ada yang di sekolah karena jadwal ekskul. Anak PA  mempersiapkan untuk besok pagi berangkat naik gunung.

     Terlihat Reno sedang memberikan kordinator untuk tiap kelompok. Ada yang pergi ke sekolah lain untuk meminjam tenda. Bagian perempuan menyiapkan alat dapur yang dibutuhkan untuk memasak di gunung.

     Nayla duduk dengan malas tidak mau membantu. Kenapa Raka sekejam itu. Dia tidak boleh ikut tanpa alasan. Kalau alasan pribadi mana bisa disebut alasan.

     "Lo buat cara lo. Gue buat cara gue," gumam Nayla seorang diri. Dia mengambil tasnya hendak meninggalkan basecamp.

                        * Nayla *

     Pagi-pagi Beca sudah mendatangi kediaman Susanto yang sudah seperti rumahnya sendiri. Tampak di halaman Ayu menyiram tanaman rawatannya.

      "Pagi Tante ..." sapa Beca melihat Ayu. Dia sungguh kagum melihat calon mertuanya itu sangat telaten merawat tanaman.

"Hm, ini cari Nayla apa Bagas?" goda Ayu.

    "Nayla Tante sekalian sama ka Bagas." Beca tersenyum seraya mencium tangan Ayu.

     "Nayla di kamar, kamu ke kamarnya aja," ucap Ayu. "Kamar Nayla ya Beka, bukan kamar Bagas," teriak Ayu. Beca terkikik mendengar jeritan Ayu.

    Beca  sudah hapal betul letak dan kondisi rumah Nayla. Dia langsung ke kamar Nayla.  Baru saja  masuk  sudah ditodong Nayla dengan wajah memelas.

     "Bantuin gue, please." Nayla menggunakan dua tangannya untuk memohon pada Beca.

      "Bantuin apa?" Beca mencium bau-bau mencurigakan.

      "Lo nggak  nyuruh gue buat nganterin ke sekolah nyusul Raka naik gunung, kan?" Beca memandang tas gunung berwarna merah di atas kasur.

     "Binggo!" Ujar Nayla. "Kita nyusul mereka ya, Bek," rengek Nayla seraya mengguncang tubuh Beca.

      "STOPP !" teriak Beca. Nayla berhenti. "La, lo sadar nggak, Raka nggak masukin lo ke daftar. Ada apa-apa siapa nanti yang akan tanggung jawab." Beca menatap tajam Nayla. Di kira pergi ke mall.

     "Lo mau gue biarin Raka diantara Tina sama Ellena? Sampe kapan gue di cuekin sama Raka tanpa kejelasan." Nayla tidak mau menggantung, rasanya tidak enak diabaikan apalagi dengan Raka. Terserah orang bilang terlalu bucin, yang jelas di luar sana ada yang lebih parah bucinnya dibanding Nayla.

    "Ini jam berapa? Kita nggak mungkin kejar ke sekolah. Mereka pasti udah berangkat. Gue bukan nggak mau bantu, La," ujar Beca dengan lembut. Dia menyentuh bahu Nayla memberi pengertian.

     "Intinya lo mau bantu, kan?" kata Nayla dengan penekanan dalam nadanya. Beca mengangguk pelan. "Lo chat Rangga buat serlok tempat mereka. Kita susul ke sana."

Beca terbelalak, dipikir ke pasar sore kali ya. Main susul begitu saja. "Pake apa kita susul?" tanya Beca penasaran plus dalam zona tidak nyaman.

    "Motor. Gue dulu pernah belajar naik motor. Udah bisa cuma jarang aja gue praktek'kin." Nayla memandang Beca tanpa dosa.

     "Jangan bercanda."

     "Gue nggak bercanda." Nayla menggeleng. "Lo tenang aja, gue dari dulu nggak pernah jatoh dari motor sampe parah. Please, lo mau kan kawanin gue ke sana," bujuk Nayla mengguncang tubuh Beca lagi. Ingin rasanya Beca meninggalkan Nayla.

NAYLA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang