"Dek kamu beliin Kakak mobil baru lagi?"Ali yang sedang melahap makan malamnya mengangguk kaku seperti biasa. "Iya Mi."
"Aduh Dek kenapa kamu turutin sih kemauan aneh-aneh Kakak kamu itu."Ria -Mami Ali- menggerutu tak jelas.
Ali meletakkan sendok dan garpu di tangannya dengan tenang sebelum meraih gelas air putih di sisi kanannya.
"Nggak apa-apa Mi selagi Ali mampu Ali akan berikan apapun untuk Kak Naya."Jawabnya kalem tapi tetap dengan wajah datarnya.
Ria menghela nafas susah memang berbicara dengan putra bungsunya ini. "Mami cuma nggak mau Kakak kamu makin hari manjanya makin kelewatan Nak."
"Sudah Mi. Benar kata Ali selama masih dalam batas wajar Papi rasa tidak apa-apa."Biyan Hermawan memberi pendapat.
Ria sontak cemberut menatap suami dan anaknya bergantian. "Mami bukannya nggak suka tapi Mami takut Pi. Papi liat semakin hari Kanaya semakin manja Papi. Ulahnya macam-macam mana ada mobil di lecet malah minta ganti yang baru."dumel Ria kesal.
"Apaan lecet orang hancur begitu mobil aku."Kanaya menyahuti perkataan Maminya sambil berjalan mendekati meja makan tepatnya mendekati sang Papa.
"Selamat malam Papi Kakak yang ganteng rupawan. Cium dulu. Mmuach!"Kanaya mengecup basah pipi Ayahnya hingga membuat Biyan terkekeh geli melihat sikap genit putrinya.
"Eh ada Adik Kakak yang paling tampan dan menawan. Cium juga dong. Mmuaach!"Kembali Kanaya mengecup basah pipi kanan Ali yang terlihat begitu pasrah menerima kecupan dari Kakak semata wayangnya.
"Apa?"Ria menatap putrinya dengan tatapan pura-pura galak yang tentu saja tidak mempan untuk sosok manja seperti Kanaya.
"Uluh-uluh Maminya Kakak Naya yang cantik manja jelita. Cium dulu dong. Mmuach! Nggak boleh cemberut-cemberut dong Mamiku Sayang nanti cantiknya hilang loh."
Kanaya menarik kursi di samping Ali. "Lapar Mi. Mau nasi dong."Pintanya dengan mata mengerjap imut.
"Iih kamu ini. Udah tua masih aja manja."Omel Ria namun tetap mengisikan nasi ke dalam piring untuk putrinya.
Kanaya terkekeh geli begitu pula dengan Biyan yang tersenyum sambil menggelengkan kepalanya hanya Ali yang mengupas jeruk dengan wajah datar seperti biasanya.
"Makasih Mamiku Sayang."Ucap Naya ceria setelah menerima piring berisi nasi dan lauk yang disodorkan Ibunya.
Ria sontak mencibir sebelum melanjutkan makan malamnya lagi. Ria baru akan menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya saat matanya menangkap puluhan paper bag tersusun di meja kecil dekat tangga rumahnya.
"Itu apa Kak?"Tanyanya sambil menunjuk susunan paper bag di sana. Semua menoleh Biyan sama penasarannya dengan Ria sedangkan Ali memilih acuh dan kembali melahap jeruk di tangannya.
Kanaya langsung berbinar ceria, "Itu paper bag Mami."Jawabnya ceria.
Ria sontak mendengus sedangkan Biyan tertawa kecil dan Ali masih sama ekspresi wajahnya tetap datar seolah tidak terganggu sama sekali dengan kekonyolan Kakaknya.
"Orang buta juga tahu itu paper bag Kanaya. Mami tanya dari mana kamu dapat itu semua?"Ria selalu merasa dipermainkan jika bertanya pada anak sulungnya itu.
"Beli dong Mi. Kalau minta nggak mungkin di kasih Mi."jawab Kanaya polos se polos tatapannya seperti bayi yang baru dilahirkan.
"Aduh Naya! Mami pusing kalau ngomong sama kamu tau nggak?"
"Enggak Mami."
"Jangan dijawab Kanaya!"Ria nyaris meledakkan suaranya.
Kanaya cengengesan tak jelas sedangkan Biyan hanya mampu menggelengkan kepalanya melihat tingkah absurd istri dan putrinya.
"Dapat uang darimana kamu belanja sebanyak itu Nak?"Ria tetap seorang Ibu sekesal apapun dia pada anak-anaknya tetap saja dia tidak bisa lama-lama dia terlalu menyayangi putra dan putrinya.
"Adek Ali Mami."Kanaya menjawab masih dengan suara ceria seperti biasa.
Ria mengalihkan pandangannya menatap Ali tajam. "Ali hanya membahagiakan Kak Naya Mi."Jawab Ali datar bahkan Ria sangsi jika sedang sembelit apakah ekspresi putra tetap se datar ini?
"Aduh Pi. Mami pusing."Ria mempraktikkannya dengan gaya lebay.
Biyan tertawa sambil menggerakkan tubuhnya sedikit condong ke depan lalu mengecup lembut pelipis istrinya.
"Mereka hidup kita Sayang."bisiknya lembut.
**
"Selamat malam Ali."
Ali yang sedang bersantai di kolam renang di bagian samping rumahnya seketika tersenyum kecil seperti biasanya.
"Hai Mila."
Dia Mila Dewi sahabat sekaligus cinta pertama Ali. Demi Mila Ali rela melakukan apapun termasuk menjadi budaknya. Benar, Ali mencintai Mila tapi Mila mencintai pria lain yang notabene adalah sahabat dekat mereka.
Ali, Mila dan William bersahabat sejak kecil. Ali dan William bahkan sudah berteman sejak dalam kandungan karena Ria dan Maya -Ibu William- hamil hampir dalam waktu bersamaan bahkan usia Ali dan William hanya berselisih hitungan hari saja.
Dan Mila gadis manis itu masuk ke dalam lingkaran persahabatan mereka ketika mereka bertemu di hari pertama mereka bersekolah di Taman kanak-kanak dan sekarang mereka sudah berusia hampir 29 tahun.
Cukup lama bukan?
Mila yatim piatu gadis itu dibesarkan oleh kakek dan neneknya sejak orang tuanya meninggal ketika Mila memasuki tahun pertama mereka memasuki sekolah menengah pertama. Ali masih ingat bagaimana Mila menangis histeris kala itu dan sejak saat itu Ali berjanji akan membahagiakan Mila bagaimanapun caranya termasuk merelakan gadis yang sangat dicintai olehnya itu menyukai pria lain dan ternyata pria yang di pilih oleh Mila adalah William sahabat mereka.
Mila tanpa canggung segera mengambil tempat di samping Ali lalu merebahkan kepalanya di bahu Ali. "Wil kembali mengabaikan aku."ceritanya sedih.
Ali tidak menanggapi matanya hanya berfokus pada air yang sedikit bergerak di tengah kolam. Dia sudah biasa menjadi tempat sampahnya Mila bahkan hatinya sudah kebas ketika Mila dengan berapi-api menceritakan bagaimana bahagianya dia ketika William meluangkan waktu untuknya.
"Mungkin dia sibuk di bengkel."Hanya itu yang bisa Ali katakan. Ali tidak pandai berhibur dan jika ada yang harus di hibur maka dialah yang seharusnya di berikan penghiburan.
Mila memeluk erat lengan Ali. "Wil dia ada di Bar."
Brengsek!
Sahabat mereka itu benar-benar penjahat kelamin. William tidak pernah jera melakukan zina bahkan setelah Papa Bram Ayahnya menjebloskan putranya sendiri ke dalam penjara kala itu.
Ali saksi hidup bagaimana William babak belur ketika Ayahnya kalap memukulinya. William putra satu-satunya tapi dengan keras kepalanya pria itu menolak apapun yang diperintahkan orang tuanya.
William menolak memimpin perusahaan tekstil milik keluarganya dan memilih berdikari membuka bengkel menyalurkan hobinya di bidang otomotif yang sekarang keberadaan bengkel itu cukup diperhitungkan.
Bengkel William menjadi salah satu bengkel terbesar dan terlengkap di kota mereka.
Seiring berjalannya waktu Bram mulai menyerah dan membiarkan putranya memilih jalan hidupnya sendiri dan menjadi penjahat kelamin adalah salah satu jalan hidup yang dipilih oleh William.
"Kau yang memilih mencintai jadi sudah sewajarnya kau menahan luka. Bertahan atau menyerah hanya itu pilihan yang kita punya sebagai pencinta."Kata Ali sebelum keheningan menyelimuti mereka.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
RomanceTidak ada yang bisa merasakan bagaimana sakitnya seorang gadis kecil yang melihat kematian Ibunya setelah sang Ayah membawa selingkuhannya kerumah lalu setelah semua kesakitan yang dia rasakan sang Ayah tega membuang anaknya bertahun-tahun hanya kar...