Suasana mendung kembali menaungi langit ibukota. Rintikan air dari langit itu terlihat begitu bersemangat turun membasahi bumi. Pagi sekali seorang gadis bertubuh mungil sudah berada di area pemakaman tak perduli hujan deras mengguyur tubuh mungilnya.Dia adalah Prilly. Gadis mungil berjiwa kuat dia bukan gadis lemah dia kuat dia mampu itulah kata-kata yang selalu dia sugestikan pada dirinya jika langkahnya mulai melambat ketika jiwanya mulai bosan dan memilih menyerah.
Prilly tidak akan menyerah dan membiarkan mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas kematian Ibunya tertawa berbahagia dengan gelimangan harta yang seharusnya menjadi milik Ibunya.
Prilly tidak perduli pada harta atau hak Ibunya yang di rampas oleh mereka tapi dia perduli pada perbuatan mereka yang harus mendapat balasan setimpal.
Prilly tidak akan membiarkan mereka hidup tenang setelah apa yang mereka lakukan pada dirinya dan Ibunya.
"Ma. Prilly datang."Bisiknya dengan suara bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca melihat makam Ibunya, perlahan Prilly menyapukan tangannya mengusap batu Nisan sang Ibu seolah dia sedang menyentuh Ibunya.
"Mama pasti kedinginan di sana ya. Maaf Prilly baru datang sekarang. Maaf untuk 10 tahun tanpa kehadiran Prilly disini Mah."Perlahan air matanya mulai menetes. Meski sudah 10 tahun berlalu bayangan wajah Ibunya bersimbah air mata masih dia ingat dengan jelas.
Prilly mengigil ketika bayangan Ibunya berganti dengan genangan darah di mana-mana. Ibunya mati dalam kubangan darahnya sendiri.
Prilly memejamkan matanya menahan denyutan sakit pada kepalanya. Ini tidak benar, dia tidak boleh begini jika dia lemah siapa yang akan membalas kematian Ibunya.
"Arrgghh.."Prilly mengerang kesakitan payung yang dipakai untuk melindungi diri dari derasnya hujan jatuh bersamaan dengan tubuh Prilly yang tersungkur ke atas makam Ibunya.
Prilly menekan kuat-kuat kepalanya yang terus berdenyut sakit. Prilly menarik nafas berusaha tenang namun justru tiba-tiba dadanya mulai sesak. Prilly mulai kesusahan bernafas.
Ditengah derasnya hujan Prilly merintih kesakitan sambil terus memukul dadanya yang terasa berat.
Kesadaran Prilly mulai menipis ketika secara tiba-tiba dia merasakan tubuhnya seperti melayang rasanya begitu ringan dan secara perlahan pula himpitan di dadanya mulai mereda.
Matanya semakin berat, bahkan tetesan hujan yang menyentuh tubuhnya sudah tidak terasa lagi.
'Ah kenapa dia cepat sekali menyusul Ibunya padahal kesakitan Ibunya belum terbalas.'
"Mama..dingin."
Dan semuanya berubah gelap.
**
"Yah hujan makin deras gimana kita turunnya ya Li?"
Ali dan Mila sedang berada di area pemakaman. Pagi-pagi tadi Mila datang dan memaksa Ali untuk menemani dirinya mengunjungi makam orang tuanya padahal jelas-jelas dia tahu Ali harus ke kantor.
Mila memaksa dan Ali terlalu memanjakan Mila hingga tak kuasa menolak.
"Ya makanya kalau di bilang tuh dengerin Mila. Jangan ngeyel!"
Mila menoleh menatap sebal sosok wanita lain yang ikut bersama mereka ke pemakaman. Siapa lagi kalau bukan Kanaya.
Ali memilih diam dia sibuk menatap tetesan air hujan yang menempel di jendela sampingnya.
Mila dan Kanaya mulai berdebat itu hal biasa karena sejak dulu Kanaya begitu anti dengan Mila begitu juga dengan Mila yang sangat tidak suka pada Kanaya.
"Mending lo diem deh!"
Ali menoleh, ini yang kurang dia sukai dari Mila. Gadis itu selalu kasar jika berbicara dengan Kanaya.
Kanaya mendengus pipinya seketika menggembung sehingga wajah imutnya terlihat semakin menggemaskan. "Mila tua! Muka tua!"Ejeknya membuat Mila naik pitam.
"Tenanglah Mila! Jangan ganggu Kanaya."Ali bersuara jika tidak bisa terjadi perang di dalam mobilnya.
Mila memelototi Kanaya dengan mata tajamnya sedangkan Kanaya memilih memeletkan lidahnya pada Mila tanpa rasa takut. Dia tidak akan takut pada Mila karena Ali pasti akan membelanya.
"Dek nanti ketemuan sama Prilly yok!"Ajak Kanaya tiba-tiba. Mila menoleh menatap Ali. "Prilly siapa?"Tanyanya penuh selidik.
"Kata Mami calon mantu Mami."Kanaya terlebih dahulu menjawab.
Mila membulatkan matanya menatap Ali tak percaya sedangkan yang di tatap memilih diam menikmati tetesan hujan.
"Maksud Kanaya apa Li? Jawab!"Mila menuntut jawaban dari Ali sedangkan yang di tanya dengan acuhnya menjawab. "Tidak ada apa-apa."
"Nggak ada apa-apa gimana? Jelas-jelas Kanaya bilang kalau Tante Ria mau si Prilly-Prilly itu jadi mantunya. Mantu apaan coba?"Marah Mila layaknya seorang kekasih.
"Mantu Mami itu ya istri Ali dan istri Ali itu Prilly jadi mantu Mami Prilly deh."Kanaya kembali menyahut dengan suara cerianya.
"Bego."Desis Mila tanpa sadar.
Ali seketika menoleh menatap Mila dengan tajam. Dia tidak suka ada yang menghina Kakaknya. Mila yang di tatap begitu oleh Ali seketika gelagapan. Dia benar-benar tidak sadar ketika mengatai Kanaya bego.
"Aku nggak bego Mila tua!"Marah Kanaya dengan mata berkaca-kaca.
Ali melirik Kakaknya mata Kanaya sudah menjelaskan semuanya kalau perkataan Mila barusan menyakiti hatinya dan Ali tidak akan terima siapa saja menyakiti Kanaya-nya.
"Ali..maaf. Aku..aku nggak sengaja."cicit Mila takut-takut.
"Keluar!"
Mila membulatkan matanya ketika Ali mengusirnya dari mobil. "Ali..jangan begini. Aku minta maaf."
Wajah Ali semakin datar apa lagi Kanaya sudah terisak-isak di kursi belakang. "Lo nggak seharusnya ngomong kasar begitu sama Kakak gue. Apa lagi setelah dia rela ngorbanin waktunya ngalah sama lo yang keras kepala."Ali berujar kasar dia seperti kehilangan kontrol setelah Kanaya menangis.
Mila benar-benar terkejut dengan reaksi Ali. Dia tidak menyangka Ali akan semarah itu padanya. "Aku nggak sengaja. Lagian Kanaya bukan anak kecil lagi yang dikatain sedikit langsung mewek."Mila kembali salah berbicara terbukti tangis Kanaya semakin kencang.
Ali benar-benar muak dengan dara cantik pemilik hatinya ini. Mila terlalu semena-mena bersikap karena merasa selalu dibela dan dilindungi oleh Ali tapi hari ini dia salah bersikap karena yang disakiti olehnya adalah perempuan yang mati-matian Ali jaga.
Kanaya hidupnya meskipun kekanakan tapi Ali sangat mencintai Kakaknya.
"Gue bilang keluar sebelum gue benar-benar nyakitin lo Mil!"
"Gue nggak mau! Gue nggak mau sendirian di sini."
"Pa..panggil aja Will bukannya kamu selalu mementingkan Will dari pada Adek aku."Kanaya masih sempat menjawab meskipun tangisnya tak juga berhenti.
Ali seperti tertohok, benar kata Kanaya bagi Mila William di atas segalanya dirinya hanya pengganti ketika Mila tidak dibutuhkan oleh Will.
Bahkan tadi pagi Mila datang padanya karena William menolak ajakannya kemari. Miris sekali!
Mengusap wajahnya Ali kembali menatap datar Mila yang sudah berkaca-kaca kali ini Ali harus tegas setidaknya dia harus menenangkan Kanaya dulu perihal Mila biarkan saja. Toh ada William yang selalu diprioritaskan oleh Mila. Ali hanya cadangan sedangkan William adalah pemain utama.
"Keluar sekarang Mil! Sebelum gue nyeret lo dan lo bakal nyesal seumur hidup karena pernah kenal sama gue."
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
RomanceTidak ada yang bisa merasakan bagaimana sakitnya seorang gadis kecil yang melihat kematian Ibunya setelah sang Ayah membawa selingkuhannya kerumah lalu setelah semua kesakitan yang dia rasakan sang Ayah tega membuang anaknya bertahun-tahun hanya kar...