Bab 5

3K 246 2
                                    


Hujan mengguyur padatnya Ibukota. Seorang gadis berbalut piyama terlihat berdiri menatap hujan di ketinggian gedung yang ditapaki olehnya.

Rintikan hujan seolah menjadi pemandangan indah sekaligus sedih untuknya. Dulu ketika Ibunya masih ada hobinya dan sang Ibu adalah berdiri di dekat jendela lalu sama-sama menikmati guyuran air dari langit itu.

Wangi dari tanah yang tersiram hujan adalah wangian favorit mereka. Menyengat namun menenangkan. Tapi itu dulu setelah kematian Ibunya hujan adalah satu hal yang dia benci.

Ibunya dimakamkan ditengah rintikan hujan bahkan setelah dia di buang oleh Ayahnya hujan deras mengguyur seolah hujan sedang menertawakan nasib buruknya kala itu.

Entahlah! Mungkin sejak menapaki tanah kelahirannya kejiwaannya mulai terganggu terlebih ketika semalam saat kedatangannya kemari bukan pelukan hangat yang menyambutnya melainkan hardikan keras dari sang Ayah lalu senyuman mengejek dari Ibu tirinya.

Prilly mengusap wajahnya dengan kasar. Dia harus kuat karena tujuannya kemari adalah demi Omanya bukan orang asing berada di sekitarnya.

Terkadang dia merasa lucu, dia tidak berbuat salah tapi kenapa dirinya yang dibenci? Dia tidak berkhianat tapi kenapa dia yang dibuang?

Dia anak sah Ibu dan Ayahnya bukan anak haram tapi kenapa kemalangan selalu menimpanya?

Hidup terkadang benar-benar lucu.

Mitha perempuan simpanan penghancur kebahagiaan seorang istri juga seorang anak malah hidup tenang dalam limpahan materi.

Tama anak haramnya juga ikut mencicipi materi yang tentu saja bukan miliknya.

Semua milik Prilly tapi kenapa dia yang terusir? Kenapa dia yang dibuang?

Hah, dunia memang setidak adil ini rupanya.

"Dek."

Prilly mengusap wajahnya sebelum berbalik menatap Varo satu-satunya manusia selain Oma yang menganggap kehadirannya sebagai saudara juga Tante Linda dan Om Arya yang juga menyayangi dirinya.

Ternyata masih ada beberapa orang lagi yang menganggap kehadirannya ternyata hidupnya tidak sepahit yang di bayangkan.

Prilly terkekeh kecil dengan pemikiran anehnya. Entahlah sejak berada di sini semua memang terasa aneh untuknya.

"Ngelamunin apa sih kamu Dek?"Varo berjalan mendekati Prilly yang masih tidak bergeming di posisinya. Tubuhnya sudah kembali menghadap ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan padatnya jalanan di bawah sana.

Hujan tidak menyudutkan mereka-mereka yang ingin beraktivitas.

"Kamu belum mandi?"Tanya Varo kembali setelah berdiri di sisi sepupu cantiknya.

Prilly menoleh lalu menggeleng pelan, "Nggak mandi pun aku masih tetap cantik kan Mas?"Katanya dengan mata mengerjap lucu.

Varo tertawa pelan dengan gemas dia mengacak-acak rambut panjang sepupunya itu.

"Jelas dong! Sepupu Mas paling cantik kan kamu doang."Kerling Varo jenaka.

Prilly manyun, "Ya kan sepupu perempuan Mas kan cuma aku doang Mas."

Tawa Varo kembali berderai, "Kamu apa kabar?"Tanyanya dengan ekspresi serius.

Prilly mengedikkan bahunya lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap tetesan hujan yang menempel di kaca besar di hadapan mereka. "Baik Mas setidaknya aku merasakan itu sebelum menginjakkan kaki di sini."

Varo tahu adiknya ini kembali tersakiti setelah Om Haris menghardik anaknya semalam bahkan tanpa perasaan Haris menyuruh Prilly untuk kembali ke Negara buangannya bahkan gadis itu tidak ditawarkan pulang kerumahnya hingga Prilly memilih tidur di rumah sakit di ranjang di samping Omanya.

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang